III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rosela Hibiscus sabdariffa L., akuades, etanol, maltodekstrin, metanol 26.4 M, HCl
35 , kertas saring Whatman nomor 1 dan nomor 42. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender, kain saring,
penyaring vacuum, vaccum evaporator, corong Buchner, homogenizer, refrigerator, neraca analitik, spray dryer, tray dryer, chromameter,
spektrofotometer UV-VIS, kuvet, inkubator, sealer, cawan aluminium, cawan porselen, oven vacuum, desikator, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet,
erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, labu takar, sudip, gelas pengaduk, botol kemasan, dan botol pereaksi.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap penelitian, yaitu ekstraksi pigmen dari rosela, penentuan pembuatan pewarna bubuk dari ekstrak metode
spray drying dan tray drying serta karakterisasi produk, dan pengujian stabilitas pewarna bubuk.
1. Ekstraksi pigmen dari Rosela
Ekstraksi pigmen bertujuan mendapatkan senyawa antosianin dari rosela melalui metode ekstraksi secara maserasi. Ekstraksi pigmen
antosianin dilakukan dengan menggunakan metode maserasi yang merupakan modifikasi dari metode Tensiska dan Natalia 2007. Metode
Tensiska dan Natalia menggunakan alkohol sebagai pelarut, sedangkan pada penelitian ini digunakan pelarut air seperti yang telah dilakukan oleh
Kristie 2008. Diagram alir metode ekstraksi antosianin dari rosela dapat dilihat pada Gambar 7. Ekstrak rosela selanjutnya dikarakterisasi untuk
dengan menganalisis total padatan dan total antosianin yang terkandung didalamnya.
18 ↓
Dihancurkan dengan ”Waring Blender”
+air dengan perbandingan 1:10 ↓
Didiamkan semalam di dalam wadah tertutup ruang gelap
↓ Disaring dengan kain saring
↓ Disaring dengan penyaring vakum
Kertas saring Whatman No.1 ↓
Gambar 7. Metode ekstraksi pigmen antosianin
2. Pembuatan dan Sediaan Bubuk Pewarna Rosela
1. Metode Spray Drying Pada pembuatan sediaan bubuk pewarna dengan metode spray
drying, digunakan maltodekstrin sebagai bahan pengisi dengan konsentrasi 5 , 10 , dan 15 dari jumlah ekstrak encer total
padatan 3 sehingga proporsi padatan terhadap penambahan maltodekstrin adalah 3 : 5, 3 : 10, dan 3 : 15. Sejumlah maltodekstrin
ditimbang 5 , 10 , dan 15 dari 100 gram ekstrak encer total padatan 3 kemudian ditambahkan ekstrak pigmen rosela sebanyak
100 ml. Campuran tersebut dihomogenisasi 11000 rpm selama 1 menit dengan homogenizer lalu dikeringkan dengan alat spray drying
dengan suhu inlet 170 C dan suhu outlet 88 C. Bubuk pewarna yang dihasilkan selanjutnya dilakukan analisis kadar air, kadar abu,
kelarutan, dan total antosianin. 2. Metode Tray Drying
Pembuatan sediaan bubuk pewarna dengan metode tray drying dilakukan pada suhu lebih rendah daripada metode spray drying yaitu
Rosela Kering
Ekstrak Rosela Ampas
19 50 C. Ekstrak pigmen rosela dipekatkan hingga mencapai total
padatan 20 dengan menggunakan rotavapour pada suhu 65 C. Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin. Maltodekstrin
dicampur dengan ekstrak rosela dengan perbandingan gram maltodekstrin dan ml ekstrak 6 : 6, 7 : 6, dan 8 : 6 sehingga proporsi
padatan terhadap maltodekstrin adalah 3 : 15, 3 : 17.5, dan 3 : 20. Kemudian dihomogenisasi dengan mixer dengan skala kecepatan pada
no 1 selama 1 menit. Campuran tersebut dibentuk lapisan tipis pada tray kemudian dikeringkan dengan tray dryer pada suhu 50 C.
Setelah dikeringkan selama 4 jam, lapisan dikeruk dan dilakukan pengecilan ukuran dengan blender kering. Bubuk pewarna yang
dihasilkan selanjutnya dilakukan analisis kadar air, kadar abu, kelarutan, dan total antosianin. Bubuk pewarna dengan penurunan
jumlah antosianin paling rendah selama pengeringan selanjutnya dipilih untuk diuji stabilitasnya. Gambar pembuatan bubuk pewarna
dapat dilihat pada Lampiran 30.
3. Pengujian Stabilitas Bubuk Pewarna
Pengujian stabilitas bubuk pewarna dilakukan dengan mengukur total antosianin dan warna larutan bubuk pewarna yang telah disimpan
pada suhu tertentu setiap interval waktu tertentu. Pengukuran intensitas warna dilakukan dengan menggunakan chromameter sedangkan analisis
total antosianin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer. Disiapkan 30 buah botol plastik yang masing-masing berisi 1 gram sampel
bubuk pewarna kering. Bubuk pewarna kering tersebut disimpan pada suhu 35 °C 10 botol, 45 °C 10 botol, dan 55 °C 10 botol. Bubuk
pewarna yang disimpan pada suhu 35 °C diukur intensitas warna dan total antosianin setiap interval waktu 7 hari, bubuk pewarna yang disimpan
pada suhu 45 °C diukur intensitas warna dan total antosianinnya setiap interval waktu 3 hari, sedangkan bubuk pewarna yang disimpan pada suhu
55 °C diukur intensitas warnanya setiap interval waktu 1 hari. Sebelum dilakukan pengukuran intensitas warna, bubuk pewarna dilarutkan terlebih
20 dahulu dengan akuades sehingga konsentrasinya mencapai 1 . Degradasi
pigmen diplot dengan menghubungkan total antosianin dengan waktu proses pemanasan berdasarkan kinetika reaksi orde pertama Ersus dan
Yurdagel, 2007. Pengamatan kinetika degradasi antosianin dilakukan melalui
persamaan matematis yang diinterpretasikan sebagai berikut : =
ln Ct-ln Co = - kt ln Ct = -kt + ln Co
keterangan: Ct
= konsentrasi pigmen pada waktu tertentu Co = konsentrasi awal pigmen
k = konstanta laju reaksi hari
-1
t = waktu hari Berdasarkan kurva hubungan ln C dengan waktu diperoleh persamaan
garis dengan nilai k sebagai slope dari kurva. Berdasarkan persamaan tersebut juga dapat dihitung waktu paruh t
12
. Setelah nilai k pada berbagai suhu didapat, selanjutnya dibuat grafik hubungan 1T K
-1
dengan nilai ln k hari
-1
sehingga diperoleh persamaan: k = ko e
-EaRT
ln k = ln ko – EaRT
keterangan : k
= tetapan laju reaksi ko = faktor frekwensi
Ea = energi aktivasi kalori atau Joule
R = tetapan gas 1.987 kalmol K atau 8.3145 Jmol K
T = suhu mutlak K
C. METODE ANALISIS
Pewarna bubuk yang dihasilkan dianalisis karakteristik fisik dan kimianya yang terdiri dari penentuan kadar air AOAC, 1995, total
21 padatan, kadar abu AOAC, 1995, kelarutan Purba, 2003 dan
pengukuran warna dengan Chromameter modifikasi Hutching, 1999 dan spektrofotometer Iglesias et. al., 2008. Sediaan pewarna bubuk yang
memiliki karakteristik terbaik digunakan selanjutnya untuk diuji stabilitasnya.
1. Kadar Air dan Total Padatan, Metode Oven AOAC, 1995 Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven 105 C
selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebagai bobot cawan kosong. Sejumlah sampel sediaan pewarna
tertentu dimasukkan ke dalam cawan aluminium lalu ditimbang, kemudian dikeringkan dalam oven vakum 70 ºC semalam. Setelah
dikeringkan. Didinginkan
dalam desikator
dan ditimbang.
Pengeringan dilakukan kembali hingga diperoleh bobot konstan.
keterangan: a = bobot cawan aluminum gram
b = bobot sampel gram c = bobot cawan aluminum dan sampel setelah dikeringkan gram
2. Penentuan kadar abu AOAC, 1995 Cawan porselen kosong dikeringkan dalam oven 105 C
selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebagai bobot cawan kosong. Sejumlah sampel sediaan pewarna
tertentu dimasukkan ke dalam cawan porselen lalu ditimbang, kemudian dikeringkan dalam tanur sampai terbentuk abu. Proses
pengabuan dilakukan dalam dua tahap yaitu pertama pada suhu sekitar 400
o
C dan kedua pada suhu 550
o
C. Setelah pengabuan
22 selesai, cawan diinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
Pengabuan dilakukan kembali hingga diperoleh bobot konstan.
3. Kelarutan, metode gravimetri Purba, 2003 Satu gram sediaan pewarna bubuk dilarutkan dalam 150 ml
akuades dan disaring dengan menggunakann kertas saring Whatman No. 42 dengan bantuan pompa vakum. Sebelum digunakan, kertas
saring terlebih dahulu dikeringkan dalam oven 105 C selama 30 menit dan ditimbang. Setelah penyaringan, kertas saring beserta
residu dikeringkan dalam oven 105 C selama tiga jam, didinginkan dengan desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan hingga
diperoleh bobot yang konstan.
Keterangan: a = berat kertas saring dan residu gram
b = berat kertas saring gram c = berat sampel yag digunakan
KA = kadar air sampel bb 4. Analisis antosianin Iglesias et al., 2008
Analisis total
antosianin dilakukan
dengan metode
spektrofotometri pada panjang gelombang 543 nm Iglesias et al., 2008. Sampel ekstrak antosianin dipipet sebanyak 0.1 ml. Kemudian
ditambahkan metanol 26.4 M dan HCl 35 dengan perbandingan 98:2 sampai dengan volume 10 mL. Sampel yang telah terekstrak
disimpan dalam ruang gelap yang ditutup dengan aluminium foil selama 1 malam pada suhu 4
C. Ekstrak diukur dengan spektrofotometer pada absorbansi 543 nm. Untuk sampel bubuk,
sampel ditimbang sebanyak 0.3 gram dilarutkan dengan 5 ml akuades kemudian 2 ml larutan tersebut dipipet dan ditambahkan 8 ml larutan
23 metanol 26.4 M dan HCl 35 dengan perbandingan 98 : 2. Sampel
yang telah terekstrak disimpan dalam ruang gelap yang ditutup dengan aluminium foil selama 1 malam pada suhu 4
C. Ekstrak disaring dengan kertas Whatman no. 1 dan filtratnya diukur dengan
spektrofotometer pada absorbansi 543 nm A= εxbxc
Jumlah antosianin mgml sampel = Keterangan :
A = absorbansi ε = emisifitas antosianin 2.9 x 10
4
litermol b = lebar kuvet 1.1cm
c = konsentrasi ekstrak molliter BM = massa molekul relatif delphinidin 3-glukosida 501 grmol
5. Pengamatan Warna Menggunakan Chromameter Francis, 1999 Intensitas warna diukur dengan menggunakan Minolta
Chroma Meters CR-310. Prinsip dari Minolta Chroma Meters adalah pengukuran perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh
permukaan sampel. Chromameter adalah suatu alat untuk analisis warna secara terstimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan
suatu permukaan. Data pengukuran yang diperoleh dapat berupa nilai absolut maupun nilai selisih dengan warna standar. Pada chromameter
ini digunakan sistem warna L, a, dan b. L menunjukkan kecerahan, a dan b adalah koordinat-koordinat kromatisitas, dimana a untuk warna
hijau a negatif ke merah a positif, b untuk warna biru b negatif sampai kuning b positif.
Sebanyak 0.2 g pewarna bubuk dilarutkan terlebih dahulu dengan 10 ml akuades yang memiliki pH 7.0. Sebelum dilakukan
pengukuran chromameter dikalibrasi dulu dengan menggunakan kalibration plate yang berwarna putih dengan Y = 92,89, x = 0.3178,
24 dan y = 0.3338. Setelah dikalibrasi zat warna diukur intensitas
warnanya. Perubahan warna sampel yang telah disimpan dengan warna
sampel mula-mula dapat ditentukan dengan nilai E. Untuk
mengetahui tingkat ketajaman warna yang dihasilkan daptat dilihat dari nilai chroma C, sedangkam untuk mengetahui warna sampel
dapat diketahui dari nilai Hue. E = [ L
2
+ a
2
+ b
2
]
o
Hue = tan
-1
ba C = a
2
+b
2 12
D. RANCANGAN PERCOBAAN