kemiskinan rumahtangga. Penelitian tersebut menggunakan sampel sebesar 400 rumahtangga di masing-masing provinsi penelitian. Sementara itu Woldehanna
2003 melakukan penelitian pada rumahtangga di perdesaan Ethiopia, yang hasilnya bahwa peningkatan jumlah tahun dalam sekolah memberikan efek
kesejahteraan rumahtangga sebesar 8,5 persen dan membantu rumahtangga petani keluar dari jerat kemiskinan. Pendidikan yang lebih tinggi memberikan
kemampuan untuk menyerap teknologi baru yang lebih canggih dan juga memungkinkan petani untuk masuk ke dalam kegiatan pertanian yang lebih
menguntungkan. Datt and Jolliffe 1999 menyimpulkan bahwa meningkatnya rata-rata lama sekolah seperti meningkatnya tingkat pendidikan orang tua
mempunyai pengaruh besar pada meningkatnya rata-rata standar hidup dan menurunnya kemiskinan di Mesir.
2.3 Kerangka Pemikiran
Desentralisasi fiskal merupakan varian dari pelaksanaan desentralisasi yang ditempuh oleh suatu negara. Desentralisasi fiskal telah membuka peluang
bagi pemerintah daerah untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah. Kondisi ini memberikan fenomena baru terhadap besaran APBD di masing-masing daerah.
Secara garis besar, struktur APBD terdiri atas pendapatan daerah sisi penerimaan dan belanja daerah sisi pengeluaran.
Belanja daerah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu belanja tidak langsung seperti belanja pegawai dan belanja tidak langsung seperti belanja
barang.dan jasa. Belanja barang disini termasuk untuk belanja infrastruktur yang mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pengembangan infrastruktur penting untuk pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur ekonomi dalam penelitian ini adalah listrik, jalan, dan air
berpengaruh secara langsung terhadap proses produksi dan atau distribusi. Infrastruktur jalan yang baik akan mengurangi biaya transportasi dan distribusi
barang akan semakin lancar. Listrik dan air akan sangat berpengaruh pada lancarnya proses produksi. Sedangkan infrastruktur kesehatan dalam penelitian
ini adalah puskesmas tidak berpengaruh langsung terhadap proses produksi. Infrastruktur kesehatan yang baik akan memengaruhi kesehatan manusia,
sehingga produktifitas yang dihasilkan akan lebih baik dan akhirnya akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Di Indonesia, infrastruktur di Jawa lebih memadai dibandingkan infrastruktur di Luar Jawa. Kondisi ini menyebabkan perekonomian di Jawa lebih
baik dibandingkan Luar Jawa. Mengingat kegiatan-kegiatan ekonomi berpusat di Jawa, maka terdapat upaya peningkatan efisiensi yang lebih baik dibandingkan di
luar Jawa. Lebih rendahnya tingkat efisiensi di luar Jawa dibandingkan Jawa juga dikarenakan lebih buruknya infrastruktur perekonomian di luar Jawa.
Ketersediaan infrastruktur tentunya akan berpengaruh terhadap besarnya biaya- biaya produksi. Semakin rendah biaya produksi, maka harga barang semakin
murah, dengan demikian permintaan akan meningkat dan ekonomi akan tumbuh. PDRB Jawa menyumbang lebih dari 60 persen terhadap pembentukan PDB
Indonesia, sedangkan Luar Jawa yang terdiri dari banyak provinsi hanya menyumbang kurang dari 40 persen.
Dinamika spasial
pembangunan Indonesia
memperlihatkan ketidakseimbangan antara Jawa dengan Luar Jawa. Kesenjangan pembangunan
ekonomi antara Jawa dan Luar Jawa berkaitan erat dengan perbedaan pembangunan sektoral. Tingkat Industrialisasi di Jawa lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Luar Jawa. Ada beberapa faktor yang menyebabkan industri lebih terkonsentrasi di Jawa, diantaranya adalah jumlah penduduk Jawa jauh lebih
besar dibanding Luar Jawa. Untuk industri yang memilih pasar sebagai pertimbangan utama dalam menentukan lokasi, jelas akan memilih Jawa
dibanding Luar Jawa. Selain itu peran DKI Jakarta sebagai ibukota Negara dan kemudian adanya Jabodetabek tidak dapat diabaikan, sebab pengusaha akan
memilih lokasi industri di DKI Jakarta dan sekitarnya karena pertimbangan perijinan, informasi, dan akses perbankan. Faktor lainnya adalah infrastruktur di
Jawa lebih memadai dibandingkan Luar Jawa Erfani 2000 dalam penelitiannya menyatakan bahwa bila suatu wilayah
pangsa sektor primer relatif tinggi maka wilayah tersebut belum berkembang. Namun, apabila sektor sekunder relatif tinggi, dikatakan wilayah tersebut relatif
maju. Selanjutnya bila suatu wilayah mempunyai pangsa sektor tersier tertinggi, biasanya dikatakan bahwa wilayah tersebut telah maju dibanding wilayah yang
disebut sebelumnya. Untuk Jawa, sektor primer mengalami penurunan terus menerus dari tahun 1993-1997, dari 18,97 persen pada tahun 1993 menjadi 12,64
persen pada tahun 1997. Ini menunjukkan bahwa peran sektor primer dalam PDRB di Jawa semakin mengecil. Di sisi lain, peran sektor sekunder mengalami
kenaikan cukup tajam, dari 35,15 persen pada tahun 1993 menjadi 38,42 persen pada tahun 1997. Walaupun relatif kecil, tetapi pansa sektor tersier di Jawa juga
mengalami kenaikan. Dinamika ini mengindikasikan bahwa proses industrialisasi di Jawa terjadi dengan mantap. Dalam halnya wilayah Luar Jawa, pola yang
terjadi hampir sama dengan Jawa. Pangsa sektor primer di Luar Jawa pada tahun 1993 masih 44,65 persen dan turun menjadi 39,60 persen pada tahun 1997.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pangsa sektor primer masih relatif tinggi dan penurunan yang terjadi tidak sebesar penurunan di Jawa. Sektor sekunder dan
tersier juga mengalami peningkatan tetapi peran kedua sektor ini relatif tidak sebesar bila dibandingkan di Jawa. Dari deskripsi tersebut, maka dapat dikatakan
Jawa lebih maju dibandingkan Luar Jawa. Akibat dari perekonomian di Jawa yang lebih baik yaitu terjadinya migrasi
dari Luar Jawa menuju Jawa yang notabene penduduknya sudah sangat padat. Padahal lapangan kerja yang tersedia di Jawa terbatas, sehingga migran yang tidak
mendapat pekerjaan ataupun yang tidak dapat hidup layak akan menempati kawasan kumuh slum area. Kondisi ini akan menambah pengangguran dan
kemiskinan di Jawa. Berdasarkan uraian diatas, maka pengembangan infrastruktur di masing-
masing wilayah sangatlah penting. Dampak dari endowment kondisi infrastruktur yang lebih baik akan dapat menarik kehadiran perusahaan baru pada suatu
wilayah dan akan menjadi sumber pemicu terjadinya persaingan dengan perusahaan-perusahaan yang terlebih dahulu sudah beroperasi di wilayah tersebut.
meningkatkan perekonomian suatu wilayah. Di sisi lain pertumbuhan yang didukung oleh keberadaan infrastruktur
yang memadai, idealnya berperan dalam menurunkan kemiskinan. Dengan kata lain mekanisme transmisi untuk menjelaskan peran infrastruktur terhadap
pengentasan kemiskinan dapat dijelaskan melalui channel pertumbuhan, yaitu
pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, lalu pengaruh pertumbuhan tersebut terhadap kemiskinan.
Gambar 9 Diagram alur kerangka pemikiran. Keterangan:
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak dimasukkan dalam penelitian Desentralisasi Fiskal
A P B D Sisi pengeluaran
Sisi penerimaan Kapital
Human Natural
Fisik
Langsung Proses
ProduksiDistribusi Tidak
Langsung
Listrik Air
Bersih Panjang
Jalan
Output Pertumbuhan
Pendapatan per kapita Pengentasan Kemiskinan
Puskes mas
Migrasi
2.4 Hipotesis Penelitian