K = stok pengetahuanteknologi technical knowledge agregat, dengan asumsi bahwa K mempunyai efek menyebar yang positif terhadap produksi setiap
perusahaan. Pemikiran kedua teori learning dikemukakan oleh Lucas 1988 melalui
model akumulasi human capital. Teori learning memasukkan unsur ekstemalitas yang terkandung dalam peningkatan kapital pada proses produksi. Peningkatan
kapital akan meningkatkan stok public knowledge, sehingga secara keseluruhan proses produksi dalam skala yang bersifat increasing return to scale.
Akumulasi modal manusia dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun bukan jalur pendidikan formal on the job traning. Lucas berpendapat
bahwa eksternalitas yang dihasilkan oleh investasi dalam pendidikan umum termasuk kegiatan produksi serta investasi dalam beberapa kegiatan tertentu
inilah yang menyebabkan proses bersifat learning by doing. Model yang dikembangkan oleh Lucas menggunakan dua jenis modal,
yaitu modal fisik dan modal manusia. Rumusan yang digunakan Lukas adalah sebagai berikut:
keterangan: Y
= output produksi A
= konstanta K
= stok modal L
= tenaga kerja U
= waktu yang digunakan untuk pekerja untuk berproduksi H = kualitas dari human capital yang merupakan rata-rata banyaknya
pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja. H
t
yang meningkat sejalan dengan u
t
maka fungsi produksi akan bersifat increasing return to scale dimana H
t
bersifat eksternal yang bergantung pada tingkat ketrampilan rata-rata tenaga kerja dalam perusahaan tersebut.
2.1.2 Kemiskinan
Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki
keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai ketidakberdayaan
sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi
kemiskinan struktural. Dalam arti sempit, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti
luas, kemiskinan merupakan suatu fenomena multidimensional. Sen 1995 menyatakan bahwa kemiskinan jangan dianggap hanya sebagai
pendapatan rendah low income, tetapi harus dianggap sebagai ketidakmampuan kapabilitas capability handicap. Definisi yang lebih luas lagi dan menyangkut
banyak aspek dikemukakan United Nations Centre for Human Settlements 1996: “Poverty is more than low or adequate income. It refers to lack of physical
necessities, assets and income. A loss of assets is often what precipitates poverty. Assets include tangible assets savings, stores, resources and intangible assets
for instance claims that can be made for help or resources when in need.”
Berdasarkan definisi yang diberikan United Nations Centre tersebut, kemiskinan tidak hanya diukur dari kekurangan atau ketidakcukupan income yang
diperoleh tetapi juga termasuk kehilangan aset. Orang yang tidak memperoleh pelayanan kesehatan apabila sakit atau kena musibah termasuk miskin. Bahkan
ketidakmampuan untuk melakukan saving menurut definisi tersebut sudah termasuk dalam kategori miskin.
Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional
Bappenas, 1993
menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan
kekuatan yang ada padanya. Pendapat lain dikemukakan oleh Ala 1996 yang menyatakan kemiskinan adalah adanya gap atau jurang antara nilai-nilai utama
yang diakumulasikan dengan pemenuhan kebutuhan akan nilai-nilai tersebut secara layak.
Chambers 1995, mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept
yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1 kemiskinan poverty, 2
ketidakberdayaan powerless, 3 kerentanan menghadapi situasi darurat state of emergency
, 4 ketergantungan dependence, dan 5 keterasingan isolation baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya
hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam
hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya
sendiri. Kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk Chambers, 1995, yaitu:
1. Kemiskinan absolut yaitu bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau
tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
2. kemiskinan relatif yaitu kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
3. Kemiskinan kultural yang mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada
bantuan dari pihak luar. 4.
Kemiskinan struktural yaitu situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan
sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi kerap menyebabkan suburnya kemiskinan.
Beberapa kriteria kemiskinan yang ditetapkan oleh instansi lainnya, antara lain: BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, World Bank dan
UNDP berdasarkan kriteria keluarga pra sejahtera pra KS dan keluarga sejahtera I KS I. Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan itu adalah keadaan tidak
tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 1.00 per hari, di negara kategori pendapatan rendah. Sementara itu di negara maju batas miskin
USD 14.00 per hari, dan negara pendapatan sedang USD 2.00 per hari. United Nations Development Programme UNDP, 2000 meninjau
kemiskinan dari dua sisi, yaitu dari sisi pendapatan dan dari kualitas manusia.
Dilihat dari sisi pendapatan, kemiskinan ekstrim extreme poverty atau kemiskinan absolut adalah kekurangan pendapatan untuk keperluan pemenuhan
kebutuhan dasar atau kebutuhan minimal kalori yang diperlukan. Dari sisi kualitas manusia, kemiskinan secara umum overall poverty atau sering disebut
kemiskinan relatif adalah kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan non pangan, seperti pakaian, energi, dan rumah. Dibandingkan dengan kriteria
kemiskinan Bank Dunia, maka pendekatan UNDP relatif lebih komprehensif. Pendekatan UNDP tidak hanya mencakup aspek ekonomi pendapatan, tetapi
juga pendidikan angka melek huruf dan kesehatan angka harapan hidup. Menurut Salim 1980, ciri-ciri penduduk miskin yaitu: 1 rata-rata tidak
mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan, 2 mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, 3 kebanyakan
bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil sektor informal, setengah menganggur atau menganggur tidak bekerja, 4 kebanyakan berada di
perdesaan atau daerah tertentu perkotaan slum area, dan 5 kurangnya kesempatan untuk memperoleh dalam jumlah yang cukup: bahan kebutuhan
pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan,
fasilitas komunikasi, dan kesejahteraan sosial lainnya.
Menurut Badan Pusat Statistik BPS penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Nilai garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kilo kalori per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang
merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumahtangga dan individu
yang mendasar lainnya. Besarnya nilai pengeluaran dalam rupiah untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan tersebut disebut
garis kemiskinan BPS, 2007. Penghitungan garis kemiskinan dibedakan antara perkotaan dan perdesaan. Besarnya garis kemiskinan pada tahun 2009 untuk
daerah perkotaan adalah Rp 222.123 dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp 179.835. Penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum
yang berada di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Masyarakat Indonesia banyak yang tergolong rentan, dalam artian ketika ada shock, seperti
naiknya harga BBM yang akan membuat harga barang-barang juga akan meningkat, maka banyak masyarakat miskin yang tadinya tidak miskin namun
penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan bergeser posisinya menjadi miskin.
Adapun penyebab kemiskinan menurut Kuncoro 2003 adalah sebagai berikut :
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan
kualitasnya rendah. 2.
Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, dan upahnya pun rendah.
3. Kemiskinan muncul karena perbedaan akses dan modal
Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan. Program pengentasan kemiskinan mulai dilaksanakan
pemerintah sejak Pelita III. Berbagai program sektoral yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan mewarnai program pembangunan di Indonesia. Program
khusus pengurangan kemiskinan mulai dilaksanakan pemerintah sejak 1988 dengan adanya program Pengembangan Kawasan Terpadu PKT. Dalam program
ini pemerintah memberikan bibit pertanian dan peternakan kepada rakyat miskin di perdesaan. Pada tahun 1993, PKT berkembang dari sekedar pemenuhan
kebutuhan akan bibit menjadi pemenuhan kebutuhan akan prasarana dan sarana dasar, seperti jalan, jembatan, saluran irigasi dan sebagainya, terutama bagi daerah
tertinggal. Di era otonomi daerah, pemerintah mempunyai komitmen untuk
mempercepat pemecahan masalah kemiskinan dengan membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan pada tahun 2001. Pada tahun 2005, pemerintah
membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang beranggotakan
lintas departemen dan diketuai oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. TKPK dibentuk dengan tujuan untuk mengintegrasikan dan sinkronisasi berbagai
program kemiskinan di setiap departemen agar program pengentasan kemiskinan dapat berjalan lebih terarah, bersinergi satu sama lain dan tidak tumpang tindih.
Salah satu program dari TKPK adalah program berbasis pemberdayaan masyarakat melalui PNPM program nasional pemberdayaan masyarakat
mandiri. PNPM ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sumber pendanaan urusan bersama tersebut berasal dari
APBN dan APBD. Dana yang berasal dari APBN untuk urusan bersama tersebut dinamakan Dana Urusan Bersama, sedangkan dana yang berasal dari APBD
disebut Dana Daerah Urusan Bersama. Pengalokasian dana bersama dilakukan secara proporsional, yang didasarkan pada indeks fiskal dan kemiskinan. Selain
itu indikator teknis juga menentukan besaran alokasi Dana Urusan Bersama.
2.1.3 Infrastruktur