Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

LN PDRB it = α + α 1 LN_ JLN it + α 2 LN_LISTRIK it + α 3 LN_AB it + α 4 LN_PUSKESMAS it + α 5 LN_TK it + α 6 DD it + α 7 LN_AB it DW it + ε it…………………………………………….. 5.1 LN_MISKIN it = + 1 LN_ PDRB it + 2 LN_PENGANGGURAN it + 3 LN_RATA2 SKLH it + 4 LN_PDRB it DW it + 5 LN_PENGANGGURAN it DW it + 6 LN_RATA2 SKLH it DW it +μ it ………………………………….…5.β

5.1 Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, hasil estimasi pada persamaan 3.4 menunjukkan bahwa terdapat lima variabel bebas yang signifikan secara statistik pada taraf nyata α 5 persen dan hanya satu variabel bebas yang tidak signifikan untuk Pulau Jawa. Sedangkan hasil estimasi untuk Luar Jawa menunjukkan terdapat tiga variabel bebas yang signifikan secara statistik dan tiga variabel bebas yang tidak signifikan. Tabel 2 Hasil Estimasi Persamaan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan, Periode 1993-2009. Variabel Bebas Model 1 p-value Uji Beda Koefisien Variabel tidak bebas: LN_PDRB ADHK 1993 Jawa Luar Jawa Gabungan C 7.236 7.800 3.536 0.000 0.000 0.000 1.000 LN_LISTRIK 0.553 0.337 0.058 0.000 0.000 0.036 0.805 LN_AIR 0.135 0.042 0.186 0.001 0.125 0.000 0.063 LN_PUSKESMAS 0.005 0.006 0.008 0.000 0.003 0.000 0.628 LN_JALAN 0.021 0.004 -0.094 0.545 0.850 0.000 0.968 LN_TK 0.881 0.750 0.815 0.000 0.000 0.000 0.772 DD -0.121 -0.005 0.005 DW_AB 0.023 0.858 0.905 -0.018 0.085 0.867 R-squared 0.997 0.992 0.726 ProbF-statistic 0.000 0.000 0.000 Catatan: angka dalam kurung menunjukkan nilai probabilita Nilai R-squared koefisien determinan di Jawa, Luar Jawa dan model gabungan masing-masing sebesar 0,997; 0,992; dan 0,726. Nilai R-squared koefisien determinan menunjukkan seberapa besar variabel bebas di dalam model mampu menjelaskan variasi variabel endogen secara baik. Setelah dilakukan uji beda koefisien ternyata hanya infrastruktur air yang secara statistik berbeda, sehingga peneliti mencoba untuk menambahkan variabel dummy Jawa dan Luar Jawa yang diinteraksikan dengan infrastruktur air bersih dalam model gabungan. Untuk model gabungan, terdapat enam variabel bebas yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, kecuali variabel dummy desentralisasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas t-hitung masing- masing variabel bebas yang kurang dari 0,1.

5.1.1 Infrastruktur Listrik

Variabel listrik berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada ketiga model yang dikonstruksi dalam penelitian ini . Hasil estimasi menunjukkan bahwa di Jawa, elastisitas pertumbuhan terhadap listrik sebesar 0,553, artinya jika penjualan energi listrik per rumah tangga 1 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,553 persen pada kondisi ceteris paribus . Hal yang sama juga terjadi di Luar Jawa dan Indonesia, dimana listrik juga berpengaruh signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan elastisitas masing-masing sebesar 0,337 dan 0,058. Listrik merupakan infrastruktur yang memiliki elastisitas tertinggi baik di Jawa maupun di Luar Jawa. Signifikannya pengaruh variabel listrik dikarenakan listrik merupakan sumber energi yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik untuk kegiatan industri, kegiatan komersial maupun dalam kehidupan sehari-hari rumah tangga. Variabel listrik mempunyai korelasi yang kuat dengan kegiatan ekonomi terutama untuk sektor industri yang harus menggunakan teknologi dan mesin yang memerlukan listrik untuk menjalankan produksinya. Sementara itu, manfaat listrik untuk rumahtangga adalah untuk penerangan dan dapat menghemat waktu yang digunakan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Terkait dengan kemajuan teknologi, maka para anggota rumahtangga dapat mengaplikasikan teknologi karena alat-alat teknologi tinggi biasanya menggunakan listrik. Berdasarkan data BPS mengenai Statistik PLN, diketahui bahwa di Pulau Jawa terdapat pelanggan industri sebesar 0,1 persen dari total pelanggan di Pulau Jawa yang ternyata mengkonsumsi energi listrik sebesar 40,47 persen dari total energi listrik yang terjual di Pulau Jawa. Sementara itu, di Luar Jawa terdapat pelanggan industri sebesar 0,07 persen yang mengkonsumsi listrik sebesar 15,64 persen. Demikian juga kelompok bisnis, dengan jumlah pelanggan 0,04 persen dan 0,05 persen untuk Pulau Jawa dan Luar Jawa yang mengkonsumsi energi listrik masing-masing sebesar 16,75 persen dan 23,61 persen. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa energi listrik lebih banyak digunakan untuk kegiatan produksi daripada konsumsi.

5.1.2 Infrastruktur Air Bersih

Infrastruktur ekonomi yang juga signifikan secara statistik dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah air bersih. Untuk model Jawa dan Indonesia, infrastruktur air bersih nyata berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan elastisitas masing-masing sebesar 0,135 dan 0,186. Akses terhadap air bersih merupakan salah satu pondasi inti dari masyarakat yang sehat. Sistem air bersih yang baik akan menghasilkan manfaat ekonomi, melindungi lingkungan hidup, dan vital bagi kesehatan manusia. Dalam perekonomian modern, air juga merupakan hal utama untuk budi daya pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik, dan transportasi. Dalam penelitian ini, pengaruh air bersih terhadap pertumbuhan ekonomi yang signifikan hanya terjadi di Pulau Jawa. Penggunaan air bersih yang diselenggarakan oleh PDAM Perusahaan Daerah Air Minum memang masih belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan Statistik Air Bersih tahun 2010, kapasitas produksi efektif perusahaan air bersih di Pulau Jawa pada tahun 2009 sebesar 89.717 liter per detik. Sementara itu di Luar Jawa hanya sebesar 31.769 liter per detik. Ini menunjukkan bahwa pengembangan infrastruktur air bersih lebih banyak dilakukan di Jawa.

5.1.3 Infrastruktur Kesehatan

Selain infrastruktur ekonomi, penelitian ini juga menggunakan variabel infrastruktur sosial yang diwakili oleh jumlah puskesmas. Sarana kesehatan yang tersedia dan terjangkau akan menentukan keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Dalam penelitian ini variabel puskesmas di Jawa, Luar Jawa dan Indonesia signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, dengan elastisitas masing-masing sebesar 0,005; 0,006; dan 0,008 persen ceteris paribus. Pemerintah sangat peduli pada pembangunan kesehatan karena meningkatkan modal manusia human capital. Pada periode 2010-2014, Kementerian Kesehatan melaksanakan terobosan dalam bentuk Reformasi Pembangunan Kesehatan Masyarakat. Tujuannya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Reformasi Pembangunan Kesehatan Masyarakat, salah satunya dilakukan melalui pemenuhan Bantuan Operasional Kesehatan BOK. BOK ini merupakan bantuan pemerintah pusat pada pemerintah daerah kabupatenkota dalam bentuk block grant, guna mendukung peningkatan fungsi Puskesmas dan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Berdasarkan data BPS mengenai Statistik Kesejateraan Rakyat, dapat diketahui jumlah penduduk yang berobat di puskesmas pada tahun 2009. Ada sekitar 30 persen penduduk Pulau Jawa yang berobat ke puskesmas. Tidak berbeda jauh dengan penduduk Pulau Jawa, persentase penduduk yang memanfaatkan fasilitas puskesmas di Luar Jawa juga berada pada kisaran 30 persen. Dengan demikian dapat dipahami mengapa elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap infrastruktur air bersih di Jawa maupun Luar jawa secara statistik tidak berbeda.

5.1.4 Tenaga Kerja

Variabel bebas selain infrastruktur yang juga mempengaruhi pertumbuhan adalah tenaga kerja. Variabel tenaga kerja signifikan memengaruhi pertumbuhan eonomi. Di Pulau Jawa, elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap tenaga kerja sebesar 0,881. Angka yang cukup besar, karena dengan peningkatan tenaga kerja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,881 persen. Demikian pula yang terjadi di Luar Jawa dan Indonesia dengan elastisitas masing-masing sebesar 0,750 dan 0,815. Variabel tenaga kerja merupakan variabel yang memiliki elastisitas tertinggi dari semua variabel yang ada pada model Jawa, Luar Jawa, dan model gabungan Indonesia. Temuan ini mendukung hipotesis dan pandangan aliran neo-klasik, bahwa pertumbuhan tenaga kerja dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan, maka mengindikasikan produksi yang dihasilkan oleh suatu negara juga meningkat. Ketika produksi suatu negara meningkat maka pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat, karena pertumbuhan ekonomi merupakan jumlah output barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara. Hasil penelitian Nurridzki 2002, bahwa peranan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat besar. Bahkan setelah tahun 1990-an dia menemukan bahwa yang memberi dampak pertumbuhan ekonomi di kawasan Sumatera adalah faktor tenaga kerja. Di Pulau Jawa faktor tenaga kerja telah memberikan dampak terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi sejak dari tahun 1985. Perbedaan elastisitas antara Jawa dan luar Jawa, dimana elastisitas di Jawa lebih besar disebabkan oleh lebih besarnya kesempatan kerja di Jawa. Bagaimanapun Jawa jauh lebih menarik bagi investor baik dari ketersediaan infrastruktur, pekerja, dan pasar yang besar.

5.1.5 Dummy Desentralisasi

Tujuan dari penggunaan dummy desentralisasi yaitu untuk menganalisis dampak desentralisasi, yang dimulai pada tahun 2001 terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dari sisi ekonometri penggunaan dummy desentralisasi ditujukan untuk menangkap efek waktu. Variabel dummy desentralisasi bernilai 0 untuk periode sebelum desentralisasi tahun 1993 sampai 2000 dan bernilai 1 untuk masa setelah desentralisasi tahun 2001 sampai 2009. Berdasarkan hasil yang diperoleh, koefisien dari dummy desentralisasi di Pulau Jawa sebesar -0,121 yang berarti terdapat perbedaan pertumbuhan ekonomi antara sebelum desentralisasi dan setelah desentralisasi. Tanda negatif berarti tingkat pertumbuhan pada masa setelah desentralisasi lebih kecil jika dibandingkan dengan sebelum desentralisasi. Sebagian ekonom mensinyalir bahwa kondisi ini dikarenakan banyak daerah yang kurang siap baik SDM dan kapabilitas pemerintahnya dalam pengelolaan keuangan dan pembangunan. Faisal 2002 meneliti tentang pengaruh desntralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada tingkat provinsi yang diaplikasikan di Indonesia dan menyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Faisal efek negatif yang ditimbulkan ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti penggunaan dana oleh pemerintah lokal yang tidak bertanggung jawab, rendahnya skill aparat pemerintahan dan juga akuntabilitas politik yang labil. Brodjonegoro 2003 menyatakan bahwa waktu persiapan yang terlalu pendek dalam pelaksanaan desentralisasi di Indonesia untuk ukuran negara yang begitu besar dengan kondisi geografis yang cukup menyulitkan. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada model gabungan, dimana desentralisasi fiskal berpengaruh positif , namun tidak nyata.

5.1.6 Panjang Jalan

Hasil estimasi menunjukkan bahwa panjang jalan di Jawa tidak signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Diduga bahwa panjang jalan di Pulau Jawa sudah dalam kondisi “jenuh”. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang selalu naik per tahun jauh melampaui pertambahan ruas jalan membuat kapasitas jalan di Jawa semakin jenuh, sehingga penambahan panjang jalan tidak mampu secara signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal serupa juga terjadi di Luar Jawa, yaitu ketika panjang jalan bertambah, pertumbuhan ekonomi tidak terakselerasi secara signifikan. Kondisi ini dapat dipahami dengan alasan bahwa jumlah penduduk dan jumlah kendaraan bermotor di Luar Jawa sedikit, sehingga akan sedikit juga orang yang mengakses jalan. Mengamati hasil estimasi pada model gabungan, ternyata berbeda dengan hasil estimasi untuk model di Jawa dan Luar Jawa. Listrik yang merupakan variabel yang berpengaruh positif tehadap pertumbuhan dengan elastisitas tertinggi dari seluruh infrastruktur baik di Jawa maupun Luar Jawa, ternyata hanya menduduki posisi kedua tertinggi 0,058 setelah infrastruktur air 0,186 yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan. Selain itu, infrastruktur jalan dalam model gabungan memiliki pengaruh nyata dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kualitas infrastruktur transportasi dapat menyebabkan dua kondisi yang berbeda, yaitu akan mendorong peningkatan ekspor atau sebaliknya akan meningkatkan permintaan atas produk impor. Bila kemudian yang terjadi adalah peningkatan ekspor maka pengaruhnya terhadap pertumbuhan cenderung menjadi positif, namun jika terjadi hal yang sebaliknya maka dampaknya terhadap pertumbuhan menjadi negatif. Berikut ini dapat diamati bahwa impor Indonesia selama kurun waktu 1993-2009 cenderung meningkat. Sumber: BPS diolah, Tahun 1993-2009 Gambar 20 Perkembangan Nilai Impor Indonesia, 1993-2009 Juta US Variabel terakhir yang yaitu interaksi antara dummy wilayah dan infrastruktur air adalah nyata dan negatif dengan elatisitas sebesar -0,018 dan p- value sebesar 0,085. Ini berarti bahwa pengaruh infrastruktur air bersih terhadap pertumbuhan ekonomi di Luar Jawa lebih rendah dibandingkan pengaruh infrastruktur yang sama terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa. Temuan ini sejalan dengan hasil estimasi untuk model di Jawa dan Luar Jawa, dimana elastisitas pertumbuhan infrastruktur air di Jawa lebih besar dibandingkan Luar Jawa.

5.2 Pengaruh Pertumbuhan terhadap Pengentasan Kemiskinan