produksi regional adalah identik yang memiliki sifat constant return to scale, penawaran kerja tetap, dan tidak ada kemajuan teknologi.
Asumsi fungsi produksi identik di semua daerah, mengakibatkan tenaga kerja akan bergerak dari daerah dengan upah rendah ke daerah dengan upah tinggi
dan modal bergerak dengan arah berlawanan. Pergerakkan ini akan terus berlangsung sampai faktor return adalah sama di setiap daerah. Asumsi-asumsi
seperti tingkat partisipasi tenaga kerja yang sama dan pendapatan didistribusikan di antara daerah proporsional terhadap penduduk menyebabkan proses
pertumbuhan regional akan berasosiasi dengan konvergensi dalam pendapatan per kapita regional.
Kunci bagi model pertumbuhan neo-klasik adalah agregat fungsi produksi Dornbusch et al., 2004.. Berdasarkan variabel dalam fungsi produksi ini ada dua
model pertumbuhan yaitu model pertumbuhan tanpa perkembangan teknologi dan model pertumbuhan dengan perkembangan teknologi.
A. Model Neo-Klasik tanpa Perkembangan Produktivitas
Model ini mengisyaratkan bahwa faktor penduduktenaga kerja serta pertumbuhannya bersifat konstan dan tidak berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas dalam kegiatan produksi. Tambahan kapital hanya dapat digunakan untuk membekali tambahan tenaga kerja dan menutup penyusutan mesin-mesin
lama. Perubahan kapital sepanjang waktu yang berasal dari investasi yang terhimpun, bersumber dari tingkat tabungan domestik yang besarnya proporsional
terhadap produksi atau pendapatan nasional. Kondisi keseimbangan jangka panjang long run equilibrium ditemukan dalam kondisi yang stabil steady state
condition dengan persamaan sebagai berikut :
k = s.fk- +nk .............................................................................2.4
keterangan: k
= perubahan tingkat modal atau kapital s
= koefisien kecenderungan tingkat tabungan dimestik fk
= fungsi dari produksi atau pendapatan nasional
= penyusutan modal n
= tingkat pertumbuhan penduduktenaga kerja k
= modal perkapita.
n+ k
fk s.fk
Sumber: Mankiw et al, 1992
Gambar 6 Kondisi Steady State Model Pertumbuhan Neo Klasik tanpa Perkembangan Produktivitas.
Dari persamaan 2.1 dan gambar 6, dapat dilihat bahwa bila tingkat kecenderungan menabung s meningkat, maka fungsi tabungan s.fk akan bergeser
ke atas mendekati fungsi produksi fk, yang berarti kondisi stedy state tingkat kapital perkapita k dan pendapatan per kapita akan lebih tinggi. Sebaliknya jika
pertumbuhan penduduktenaga kerja n meningkat, akan menggeser garis n+ k
ke atas, sehingga kondisi steady state tingkat kapital per kapita k dan pendapatan per kapita menjadi menurun.
B. Model Neo-Klasik dengan Perkembangan Produktivitas
Model ini pada dasarnya sama dengan model neo-klasik tanpa perkembangan produktivitas. Perbedaannya terletak pada penambahan variabel
produktivitas akibat kemajuan teknologi yang bisa melekat pada faktor tenaga kerja, modal atau netral tanpa diketahui melekat pada faktor yang mana. Adapun
model neo-klasik dengan perkembangan produktivitas adalah: k=s.fk
– +n+gk ...................................................................................... 2.5 dimana g merupakan produktivitas tenaga kerja dengan pertumbuhan konstan, dan
variabel-vaiabel lain sama dengan keterangan sebelumnya. Dampak adanya variabel produktivitas ditunjukkan oleh fungsi produksi agregat yang lebih tinggi
dibanding sebelumnya. Secara diagramatis model pertumbuhan neo klasik dengan pertumbuhan produktivitas dapat dilihat pada gambar dibawah berikut ini.
s
k
n+ +gk
fk s.fk
k
1
k k
2
Sumber: Mankiw et al, 1992
Gambar 7 Kondisi Steady State Model Pertumbuhan Neo-Klasik dengan Perkembangan Produktivitas.
Pada gambar 7, jika tingkat kapital per kapita berada pada k
1
lebih kecil dari k, maka tingkat investasi akan terus meningkat hingga tingkat kapital per
kapita k. Sebaliknya jika tingkat kapital per kapita berada pada k
2
lebih besar dari k, maka tingkat investasi akan terus menurun hingga tingkat kapital per
kapita k. Fungsi produksi fk akan naik tetapi dalam jangka panjang tetap sama selama tidak ada perubahan dalam produktivitas. Hal ini mengisyaratkan bahwa
tingkat tabungan tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang selama produktivitas tidak berubah.
Asumsi deminishing marginal return dimana f‟k semakin kecil untuk k
yang semakin besar, maka pertumbuhan pendapatan per kapita akan semakin kecil untuk negara yang semakin kaya atau maju. Dengan kata lain dalam jangka
panjang akan terjadi konvergensi. Konsep inilah yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi pangkal perdebatan dari berbagai ahli ekonomi untuk
mengkaji ulang teori pertumbuhan ekonomi model neo-klasik. Model pertumbuhan ekonomi yang muncul setelah era neo-klasik ini biasa disebut
dengan model pertumbuhan endogen.
2.1.1.2 Teori Pertumbuhan Endogen
Model pertumbuhan neo-klasik berargumen bahwa pertumbuhan output perkapita didorong oleh tingkat perkembangan teknologi. Tanpa perkembangan
k s
teknologi, tidak akan ada pertumbuhan jangka panjang. Penyebab perkembangan teknologi tidak diidentifikasi dalam model Solow, sehingga hal yang mendasari
pertumbuhan tidak terjelaskan. Teori pertumbuhan endogen berusaha memperbaiki kegagalan model
Solow ini dengan memberi penjelasan tentang penyebab-penyebab perkembangan teknologi Mankiw et al., 1992. Dinamakan teori pertumbuhan endogen karena
adanya argumen bahwa tingkat perkembangan teknologi ditentukan oleh proses pertumbuhan itu sendiri. Perkembangan teknologi dapat menyebar lintas wilayah
sehingga perekonomian kecil dapat mengambil manfaat dari perkembangan teknologi tanpa harus bergantung pada penciptaan teknologi di perekonomian
mereka sendiri. Difusi teknologi cenderung terjadi secara cepat di tingkat lintas negara yang didorong oleh perkembangan perusahaan multinasional dan sistem
komunikasi. Model pengejaran catch-up dari teori pertumbuhan endogen
mengargumenkan bahwa perkembangan teknologi di daerah akan tergantung pada seberapa jauh tingkat teknologi daerah itu tertinggal dari daerah yang paling maju.
Fungsi transfer teknologi dari model ini menyatakan bahwa semakin jauh tingkat teknologi suatu daerah tertinggal dari daerah yang paling maju, maka akan
semakin cepat perkembangan teknologinya. Alasan ekonomi dari argumen ini adalah sederhana. Daerah yang memiliki
ketertinggalan teknologi jauh, dapat melakukan transfer teknologi secara murah sehingga akan memilki tingkat perkembangan teknologi yang cepat. Bahkan
beberapa transfer teknologi jauh lebih murah dari jenis transfer lainnya seperti imitasi teknologi misalnya. Daerah yang memiliki tingkat teknologi tinggi, hanya
dapat memperbaiki pengetahuan teknologinya dengan melakukan investasi pada penciptaan ide-ide baru; sesuatu yang jauh lebih mahal dari sekedar transfer atau
imitasi teknologi Capello, 2007. Model pengejaran dari teori pertumbuhan endogen sampai pada hipotesis konvergensi; daerah dengan tingkat teknologi
rendah akan mengambil manfaat terbesar dalam transfer teknologi sehingga akan mengalami pertumbuhan output perkapita paling cepat.
Teori pertumbuhan endogen pada awalnya berkembang dalam dua cabang pemikiran yang bertumpu pada pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci
utama dalam perekonomian, yaitu: 1.
Pemikiran yang percaya bahwa knowledge stock adalah sumber utama bagi peningkatan produktivitas ekonomi.
2. Pemikiran yang menekankan pada pentingnya learning by doing dan human
capital dengan introduksi hal-hal baru yang bersifat eksternal dalam
perekonomian merupakan faktor pendorong bagi peningkatan produktivitas perekonomian.
Pemikiran yang pertama diangkat dan dikembangkan oleh Romer 1986. Dalam mengembangkan teorinya, Romer menempatkan stok pengetahuan sebagai
salah satu faktor produksi yang semakin meningkat, sehingga tingkat pertumbuhan dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuan masing-masing
negara untuk meningkatkan dan menciptakan stok pengetahuan. Negara maju dengan kemampuan menciptakan pengetahuan yang lebih cepat dibandingkan
dengan negara miskin akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibanding dengan negara miskin. Hal ini sekaligus menolak teori konvergensi dari
neo-klasik. Dalam model Romer, pertumbuhan jangka panjang sangat ditentukan oleh
akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi. Tiga elemen utama dalam model Romer yaitu :
1. Adanya unsur eksternalitas, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan.
2. Adanya peningkatan skala hasil yang semakin meningkat, yang menyebabkan
peningkatan spesialisasi dan pembagian kerja. 3.
Semakin pendeknya waktu pemanfaatan ilmu pengetahuan, karena pesatnya perkembangan di sektor riset.
Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan: Y
i
= output produksi perusahaan i
K
i
= stok modal L
i
= tenaga kerja
K = stok pengetahuanteknologi technical knowledge agregat, dengan asumsi bahwa K mempunyai efek menyebar yang positif terhadap produksi setiap
perusahaan. Pemikiran kedua teori learning dikemukakan oleh Lucas 1988 melalui
model akumulasi human capital. Teori learning memasukkan unsur ekstemalitas yang terkandung dalam peningkatan kapital pada proses produksi. Peningkatan
kapital akan meningkatkan stok public knowledge, sehingga secara keseluruhan proses produksi dalam skala yang bersifat increasing return to scale.
Akumulasi modal manusia dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun bukan jalur pendidikan formal on the job traning. Lucas berpendapat
bahwa eksternalitas yang dihasilkan oleh investasi dalam pendidikan umum termasuk kegiatan produksi serta investasi dalam beberapa kegiatan tertentu
inilah yang menyebabkan proses bersifat learning by doing. Model yang dikembangkan oleh Lucas menggunakan dua jenis modal,
yaitu modal fisik dan modal manusia. Rumusan yang digunakan Lukas adalah sebagai berikut:
keterangan: Y
= output produksi A
= konstanta K
= stok modal L
= tenaga kerja U
= waktu yang digunakan untuk pekerja untuk berproduksi H = kualitas dari human capital yang merupakan rata-rata banyaknya
pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja. H
t
yang meningkat sejalan dengan u
t
maka fungsi produksi akan bersifat increasing return to scale dimana H
t
bersifat eksternal yang bergantung pada tingkat ketrampilan rata-rata tenaga kerja dalam perusahaan tersebut.
2.1.2 Kemiskinan
Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki
keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai ketidakberdayaan
sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi
kemiskinan struktural. Dalam arti sempit, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti
luas, kemiskinan merupakan suatu fenomena multidimensional. Sen 1995 menyatakan bahwa kemiskinan jangan dianggap hanya sebagai
pendapatan rendah low income, tetapi harus dianggap sebagai ketidakmampuan kapabilitas capability handicap. Definisi yang lebih luas lagi dan menyangkut
banyak aspek dikemukakan United Nations Centre for Human Settlements 1996: “Poverty is more than low or adequate income. It refers to lack of physical
necessities, assets and income. A loss of assets is often what precipitates poverty. Assets include tangible assets savings, stores, resources and intangible assets
for instance claims that can be made for help or resources when in need.”
Berdasarkan definisi yang diberikan United Nations Centre tersebut, kemiskinan tidak hanya diukur dari kekurangan atau ketidakcukupan income yang
diperoleh tetapi juga termasuk kehilangan aset. Orang yang tidak memperoleh pelayanan kesehatan apabila sakit atau kena musibah termasuk miskin. Bahkan
ketidakmampuan untuk melakukan saving menurut definisi tersebut sudah termasuk dalam kategori miskin.
Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional
Bappenas, 1993
menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan
kekuatan yang ada padanya. Pendapat lain dikemukakan oleh Ala 1996 yang menyatakan kemiskinan adalah adanya gap atau jurang antara nilai-nilai utama
yang diakumulasikan dengan pemenuhan kebutuhan akan nilai-nilai tersebut secara layak.
Chambers 1995, mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept
yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1 kemiskinan poverty, 2
ketidakberdayaan powerless, 3 kerentanan menghadapi situasi darurat state of emergency
, 4 ketergantungan dependence, dan 5 keterasingan isolation baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya
hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam
hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya
sendiri. Kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk Chambers, 1995, yaitu:
1. Kemiskinan absolut yaitu bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau
tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
2. kemiskinan relatif yaitu kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
3. Kemiskinan kultural yang mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada
bantuan dari pihak luar. 4.
Kemiskinan struktural yaitu situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan
sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi kerap menyebabkan suburnya kemiskinan.
Beberapa kriteria kemiskinan yang ditetapkan oleh instansi lainnya, antara lain: BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, World Bank dan
UNDP berdasarkan kriteria keluarga pra sejahtera pra KS dan keluarga sejahtera I KS I. Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan itu adalah keadaan tidak
tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 1.00 per hari, di negara kategori pendapatan rendah. Sementara itu di negara maju batas miskin
USD 14.00 per hari, dan negara pendapatan sedang USD 2.00 per hari. United Nations Development Programme UNDP, 2000 meninjau
kemiskinan dari dua sisi, yaitu dari sisi pendapatan dan dari kualitas manusia.
Dilihat dari sisi pendapatan, kemiskinan ekstrim extreme poverty atau kemiskinan absolut adalah kekurangan pendapatan untuk keperluan pemenuhan
kebutuhan dasar atau kebutuhan minimal kalori yang diperlukan. Dari sisi kualitas manusia, kemiskinan secara umum overall poverty atau sering disebut
kemiskinan relatif adalah kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan non pangan, seperti pakaian, energi, dan rumah. Dibandingkan dengan kriteria
kemiskinan Bank Dunia, maka pendekatan UNDP relatif lebih komprehensif. Pendekatan UNDP tidak hanya mencakup aspek ekonomi pendapatan, tetapi
juga pendidikan angka melek huruf dan kesehatan angka harapan hidup. Menurut Salim 1980, ciri-ciri penduduk miskin yaitu: 1 rata-rata tidak
mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan, 2 mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, 3 kebanyakan
bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil sektor informal, setengah menganggur atau menganggur tidak bekerja, 4 kebanyakan berada di
perdesaan atau daerah tertentu perkotaan slum area, dan 5 kurangnya kesempatan untuk memperoleh dalam jumlah yang cukup: bahan kebutuhan
pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan,
fasilitas komunikasi, dan kesejahteraan sosial lainnya.
Menurut Badan Pusat Statistik BPS penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Nilai garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kilo kalori per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan yang
merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan dasar untuk papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumahtangga dan individu
yang mendasar lainnya. Besarnya nilai pengeluaran dalam rupiah untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan tersebut disebut
garis kemiskinan BPS, 2007. Penghitungan garis kemiskinan dibedakan antara perkotaan dan perdesaan. Besarnya garis kemiskinan pada tahun 2009 untuk
daerah perkotaan adalah Rp 222.123 dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp 179.835. Penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum
yang berada di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Masyarakat Indonesia banyak yang tergolong rentan, dalam artian ketika ada shock, seperti
naiknya harga BBM yang akan membuat harga barang-barang juga akan meningkat, maka banyak masyarakat miskin yang tadinya tidak miskin namun
penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan bergeser posisinya menjadi miskin.
Adapun penyebab kemiskinan menurut Kuncoro 2003 adalah sebagai berikut :
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan
kualitasnya rendah. 2.
Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, dan upahnya pun rendah.
3. Kemiskinan muncul karena perbedaan akses dan modal
Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan. Program pengentasan kemiskinan mulai dilaksanakan
pemerintah sejak Pelita III. Berbagai program sektoral yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan mewarnai program pembangunan di Indonesia. Program
khusus pengurangan kemiskinan mulai dilaksanakan pemerintah sejak 1988 dengan adanya program Pengembangan Kawasan Terpadu PKT. Dalam program
ini pemerintah memberikan bibit pertanian dan peternakan kepada rakyat miskin di perdesaan. Pada tahun 1993, PKT berkembang dari sekedar pemenuhan
kebutuhan akan bibit menjadi pemenuhan kebutuhan akan prasarana dan sarana dasar, seperti jalan, jembatan, saluran irigasi dan sebagainya, terutama bagi daerah
tertinggal. Di era otonomi daerah, pemerintah mempunyai komitmen untuk
mempercepat pemecahan masalah kemiskinan dengan membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan pada tahun 2001. Pada tahun 2005, pemerintah
membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang beranggotakan
lintas departemen dan diketuai oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. TKPK dibentuk dengan tujuan untuk mengintegrasikan dan sinkronisasi berbagai
program kemiskinan di setiap departemen agar program pengentasan kemiskinan dapat berjalan lebih terarah, bersinergi satu sama lain dan tidak tumpang tindih.
Salah satu program dari TKPK adalah program berbasis pemberdayaan masyarakat melalui PNPM program nasional pemberdayaan masyarakat
mandiri. PNPM ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sumber pendanaan urusan bersama tersebut berasal dari
APBN dan APBD. Dana yang berasal dari APBN untuk urusan bersama tersebut dinamakan Dana Urusan Bersama, sedangkan dana yang berasal dari APBD
disebut Dana Daerah Urusan Bersama. Pengalokasian dana bersama dilakukan secara proporsional, yang didasarkan pada indeks fiskal dan kemiskinan. Selain
itu indikator teknis juga menentukan besaran alokasi Dana Urusan Bersama.
2.1.3 Infrastruktur
Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur- struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang
dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat Grigg, 2000. Ada enam kategori besar infrastruktur menurut Grigg, yaitu :
1 Kelompok jalan jalan, jalan raya, jembatan; 2 Kelompok pelayanan transportasi transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara;
3 Kelompok air air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air; 4 Kelompok manajemen limbah sistem manajemen limbah padat;
5 Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar; 6 Kelompok produksi dan distribusi energi listrik dan gas
Secara umum infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas fisik dalam mengembangkan atau membangun kegunaan publik melalui penyediaan barang
dan jasa untuk umum. Infrastruktur fasilitas dan jasa biasanya disediakan secara gratis atau dengan harga yang terjangkau dan terkontrol Akatsuka dan Yoshida,
1999. World Bank 1994 membagi infrastruktur menjadi tiga, yaitu:
1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk
menunjang aktivitas
ekonomi, meliputi
public utilities
listrik, telekomunikasi, air, sanitasi, gas, public work jalan, bendungan, kanal,
irigasi dan drainase dan sektor transportasi jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya.
2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi.
3. Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi
dan koordinasi. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau
struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi
masyarakat Kodoatie, 2002. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan
beberapa jenis infrastruktur yang penyediaannya diatur pemerintah, yaitu: infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur
air minum dan sanitasi, infrastruktur telematika, infrastruktur ketenagalistrikan, dan infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan infrastruktur
tersebut dapat dikategorikan sebagai infrastruktur dasar, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga penyediaannya perlu diatur oleh
pemerintah.
A. Infrastruktur Jalan
Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi mempunyai peranan penting dalam usaha pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Seluruh pusat
kegiatan, baik kegiatan ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik maupun pertahanan keamanan dihubungkan oleh jaringan jalan. Dalam kerangka tersebut
jalan mempunyai peranan untuk mewujudkan sasaran pembangunan saperti pemerataan hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan perwujudan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, jalan juga berperan dalam pengembangan industri, pendistribusian faktor produksi, barang dan jasa,
yang pada akhirnya akan memengaruhi pendapatan.
Berdasarkan statusnya jalan dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.
Berdasarkan kewenangannya, jalan nasional termasuk jalan tol yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sementara jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan
kota, dan jalan desa merupakan kewenangan pemerintah daerah Tabel 1. Tabel 1 Pembagian Jalan Berdasarkan Kewenangan
Kategori Wilayah atau Daerah yang dihubungkan
Jalan Nasional Antar ibukota provinsi
Antar jalan strategis nasional Antar jalan tol
Ibukota provinsi dengan jalan strategis nasional Antar jalan strategis nasional dengan jalan tol
Jalan Provinsi Jalan Kabupaten
Jalan Kota Jalan Desa
Antar ibukota provinsi dengan ibukota kabupatenkota Antar ibukota kabupatenkota
Dan jalan strategis provinsi Antar ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan
Antar ibukota kecamatan Antar ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal
Antar pusat kegiatan lokal Pusat pelayanan dalam kota
Pusat pelayanan dengan persil Antar persil
Antar pusat pemukiman dalam kota Antar kawasan, danatau
Antar pemukiman di dalam desa Undang-undang No.38 tahun 2004 tentang Jalan
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum
B. Infrastruktur Listrik