Peramalan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia Periode 2012 -2025

7.3. Peramalan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia Periode 2012 -2025

Peramalan forecasting konsumsi dan penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia perlu dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kondisi masa depan sehingga bermanfaat dalam perencanaan dan pengembangan ekonomi energi Indonesia. Peramalan dilakukan mulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2025. Batas peramalan tahun 2025 mengacu pada Blue Print Pengembangan Energi Indonesia yang telah disusun sampai dengan tahun 2025. Sebelum melakukan peramalan forecasting terhadap peubah-peubah endogen maka terlebih dahulu dilakukan peramalan terhadap peubah-peubah eksogen. Untuk memperoleh nilai peramalan peubah eksogen dilakukan menggunakan model kecenderungan linier trend linier model. Setelah mendapatkan nilai peubah-peubah eksogen maka kemudian dilakukan peramalan terhadap perkembangan peubah-peubah endogen dengan menggunakan model konsumsi dan penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia yang telah dibangun sebelumnya. Program dan hasil peramalan peubah eksogen secara lengkap disajikan pada Lampiran 8 dan 9. Hasil peramalan peubah endogen disajikan pada Tabel 46 dan secara lengkap disajikan pada Lampiran 10 dan 11. Tabel 46. Hasil Peramalan Konsumsi dan Penyediaan Energi Tanpa Alternatif Kebijakan Periode 2012 – 2025 Nama Peubah Satuan 2012 2025 Pertum. Konsumsi BBM sektor industri Ribu SBM 108927.41 36542.84 -5.70 Konsumsi listrik sektor industri Ribu SBM 126786.45 737840.39 16.39 Konsumsi batubara sektor industri Ribu SBM 12795546.81 12380065.29 0.21 Konsumsi gas sektor industri Ribu SBM 1306199.80 3306711.05 9.57 Konsumsi biomas sektor industri Ribu SBM 44018.66 38077.04 -1.07 Total konsumsi energi sektor industri Ribu SBM 14352519.28 16011220.17 1.39 Konsumsi BBM sektor rumahtangga Ribu SBM 58605.05 72755.23 1.87 Konsumsi listrik sektor rumahtangga Ribu SBM 35510.29 53946.17 3.32 Konsumsi gas sektor rumahtangga Ribu SBM 405853.16 1194310.20 11.33 Kons. biomas sektor rumahtangga Ribu SBM 291290.12 680189.30 6.93 Lanjutan Tabel 46 Nama Peubah Satuan 2012 2025 Pertum. Tot kons. energi sektor rumahtangga Ribu SBM 895926.63 1029982.91 2.76 Konsumsi BBM sektor transp. darat Ribu SBM 930082.90 4746049.37 16.14 Konsumsi BBM transp. lainnya Ribu SBM 52248.84 329583.77 16.76 Konsumsi BBM sektor transportasi Ribu SBM 982331.74 5075633.14 16.17 Tot. konsumsi energi sek transportasi Ribu SBM 982519.22 5075891.50 16.17 Jumlah transp. darat non penumpang Unit 93837.44 1083592.00 20.53 Jumlah transportasi darat penumpang Unit 15042.80 173619.07 20.40 Jumlah transportasi darat Unit 108880.24 1257211.07 20.51 Konsumsi BBM sektor pertanian Ribu SBM 59463.46 215386.13 11.87 Tot. konsumsi energi sektor pertanian Ribu SBM 59463.46 215386.13 11.87 Konsumsi BBM sektor lainnya Ribu SBM 112169.94 362349.09 10.79 Konsumsi listrik sektor lainnya Ribu SBM 21656.62 24600.16 1.01 Konsumsi gas sektor lainnya Ribu SBM 2263.98 2745.24 1.20 Konsumsi biomas sektor lainnya Ribu SBM 1674.36 2122.40 1.94 Total konsumsi energi sektor lainnya Ribu SBM 137155.82 389405.77 9.28 Total konsumsi BBM Ribu SBM 1459587.51 5178902.84 12.25 Total konsumsi listrik Ribu SBM 234353.46 549603.98 7.56 Total konsumsi batubara Ribu SBM 12795546.81 12380065.29 0.21 Total konsumsi gas Ribu SBM 1714448.48 4503938.65 9.98 Total konsumsi biomas Ribu SBM 307414.21 229961.18 -1.85 Total konsumsi energi akhir Ribu SBM 16511350.47 22842471.94 3.14 Transformasi energi kilang minyak Ribu SBM 296037.78 325265.11 0.94 Transformasi energi pembangkit list Ribu SBM 2923984.10 26144558.35 22.13 Transformasi energi gas Ribu SBM 953278.17 7682946.52 21.50 Input listrik untuk pembangkit listrik Ribu SBM 2769233.01 29706908.09 25.98 Input gas untuk pembangkit listrik Ribu SBM 1047282.65 3804628.95 10.07 Input BBM untuk pembangkit listrik Ribu SBM 730173.21 2354256.44 13.54 Input batubara utk pembangkit listrik Ribu SBM 2349638.78 6320969.40 11.98 Total input untuk pembangkit listrik Ribu SBM 6927348.99 42223331.04 18.31 Pemanfaatan kilang minyak Ribu SBM 38.89 95.26 8.78 Input m mentah domestik utk kilang Ribu SBM 1446792.19 3780703.90 9.54 Produksi BBM domestik Ribu SBM 296037.78 325265.11 0.94 Produksi batubara domestik Ribu SBM 14288602.81 39367348.33 13.24 Produksi gas domestik Ribu SBM 953278.17 7682946.52 21.50 Impor minyak mentah Ribu SBM 374871.11 2091658.32 16.91 Impor BBM Ribu SBM 837745.25 4705190.66 16.18 Total impor minyak Ribu SBM 1212616.36 6796848.97 16.40 Penyediaan BBM Ribu SBM 1131972.58 5028781.72 13.38 Penyediaan gas Ribu SBM 2222699.81 10122287.89 13.57 Penyediaan batubara Ribu SBM 13534651.83 38180074.41 13.95 Harga BBM RpSBM 256719.27 635224.91 8.23 Harga listrik RpSBM 1784016.86 3296010.20 6.65 Harga batubara RpSBM 146206.61 343771.64 6.83 Harga gas RpSBM 12592565.29 33627349.97 10.21 Indeks harga biomas - 437.25 -939.40 20.99 PDB total Rp Triliun 27767.32 48075.55 5.60 PDB sektor industri Rp Triliun 26083.11 41607.63 5.02 PDB sektor transportasi Rp Triliun 370.03 3037.64 19.20 PDB sektor pertanian Rp Triliun 958.39 2294.11 7.26 PDB sektor lainnya Rp Triliun 355.79 1136.17 10.09 Total pengeluaran pemerintah Rp Miliar 1243396.51 2749933.28 6.63 Peng. pemerintah subsidi BBM Rp Miliar 458778.61 1494029.99 10.88 Penerimaan pemerintah Rp Miliar 1268620.82 1370168.92 0.33 Dari hasil peramalan konsumsi dan penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia seperti disajikan pada Tabel 46 dapat dilihat bahwa perkembangan total konsumsi energi sektor industri dari tahun 2012 hingga tahun 2025 cenderung meningkat. Pada tahun 2012 total konsumsi energi sektor industri mencapai 14 352 519.28 juta SBM dan pada tahun 2025 mencapai 16 011.22 juta SBM, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 1.39 persen. Jika dilihat menurut jenis energi yang dikonsumsi oleh sektor industri, konsumsi listrik, batubara dan gas cenderung meningkat berturut-turut sebesar 16.39 persen, 0.21 persen dan 9.57 persen. Sebaliknya, konsumsi BBM dan biomas cenderung menurun sebesar 5.70 persen dan 1.07 persen. Hal ini diduga karena harga BBM yang cenderung meningkat, dan ketersediaan energi biomas semakin terbatas. Lebih lanjut dari Tabel 46 dapat dilihat bahwa perkembangan total konsumsi energi rumahtangga dari tahun 2012 hingga tahun 2025 cenderung meningkat. Pada tahun 2012 total konsumsi energi sektor rumahtangga mencapai 895.93 juta SBM dan pada tahun 2025 mencapai 1 029.98 juta SBM, dengan rata- rata tingkat pertumbuhan sebesar 2.76 persen. Jika dilihat dari jenis energi yang dikonsumsi oleh sektor rumahtangga, BBM, listrik, gas dan biomas cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena peningkatan penduduk yang menyebabkan peningkatan jumlah rumahtangga. Peningkatan jumlah rumahtangga mendorong peningkatan konsumsi energi. Konsumsi gas merupakan konsumsi energi terbesar sektor rumahtangga dibandingkan dengan jenis energi yang lain. Hal ini disebabkan gas untuk rumahtangga masih disubsidi oleh pemerintah. Sementara itu, total konsumsi energi sektor transportasi mengalami peningkatan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 16.17 persen yang terdiri konsumsi BBM, listrik dan gas. Konsumsi BBM merupakan konsumsi energi terbesar yang dikonsumsi oleh sektor industri. Bila dibandingkan dengan sektor lain, sektor transportasi merupakan sektor yang mengkonsumsi energi paling besar. Kecenderungan peningkatan konsumsi energi sektor transportasi disebabkan meningkatnya konsumsi BBM sektor transportasi. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya jumlah transportasi darat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Khusus untuk jumlah transportasi darat sebagai sarana transportasi utama dalam mobilisasi penduduk, perkembangannya cukup pesat. Secara keseluruhan, jumlah transportasi darat cenderung meningkat, yakni sebesar 20.51 persen. Kecenderungan peningkatan ini terjadi baik karena peningkatan jumlah transportasi darat non penumpang maupun jumlah transportasi darat penumpang, berturut-turut sebesar 20.53 persen dan 20.40 persen. Konsumsi BBM sektor pertanian dan sektor lainnya juga cenderung mengalami peningkatan, berturut-turut sebesar 11.87 persen dan 10.79 persen. Tidak hanya konsumsi BBM sektor lainnya yang cenderung meningkat, konsumsi listrik, gas dan biomas sektor lainnya juga cenderung meningkat, berturut-turut sebesar 1.20 persen, 1.01 persen dan 1.94 persen, sehingga total konsumsi energi sektor lainnya meningkat, yakni sebesar 9.28 persen. Dengan meningkatnya konsumsi pada semua sektor maka total konsumsi energi akhir cenderung meningkat. Pada periode 2012-2015, rata-rata pertumbuhan total konsumsi energi akhir sebesar 3.14 persen. Pertumbuhan positif total konsumsi akhir energi ini sebagai akumulasi dari total konsumsi akhir seluruh jenis energi yang memiliki kecenderungan meningkat, kecuali total konsumsi biomas. Rata-rata pertumbuhan total konsumsi akhir BBM, listrik, batubara dan gas secara berturut-turut sebesar 12.25 persen, 7.56 persen, 0.21 persen dan 9.98 persen. Sebaliknya, total konsumsi biomas menurun sebesar 1.85 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam perekonomian Indonesia energi biomas belum berpengaruh besar dalam pasar energi nasional. Padahal energi biomas sangat diperlukan sebagai diversifikasi, efisiensi dan konservasi energi. Ini disebabkan oleh ketersediaan energi biomas masih terbatas. Seiring dengan konsumsi energi yang cenderung meningkat, transformasi energi juga cenderung meningkat. Transformasi energi untuk kilang, transformasi energi untuk pembangkit listrik, dan transformasi energi untuk gas cenderung meningkat, berturut-turut dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 0.94 persen, 22.13 persen, dan 21.50 persen. Dalam proses transformasi energi ini membutuhkan input, sehingga kebutuhan input juga mengalami peningkatan. Input minyak mentah untuk kilang minyak meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 9.54 persen lihat Lampiran 9. Untuk pembangkit listrik digunakan input listrik, input gas, input BBM, batubara dan input air, juga cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan berturut-turut sebesar 25.98 persen, 10.07 persen, 13.54 persen, 11.98 persen dan 1.28 persen, sehingga rata- rata total input untuk pembangkit listrik meningkat sebesar 18.31 persen. Untuk dapat melakukan transformasi energi diperlukan peningkatan kapasitas kilang minyak dan kapasitas pembangkit listrik. Berdasarkan hasil peramalan seperti disajikan pada Lampiran 9 dapat dilihat bahwa kapasitas kilang minyak dan pembangkit listrik cenderung mengalami peningkatan, begitu juga dengan jumlah pemanfaatan kilang minyak cenderung mengalami peningkatan. Dari Lampiran 9 dan Tabel 46, tahun 2012 kapasitas kilang minyak mencapai 36.20 juta SBM dan pada tahun 2025 menjadi 39.69 juta SBM, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0.65 persen. Jumlah pemanfaatan kilang minyak meningkat dari 39 unit pada tahun 2011 menjadi 95 unit pada tahun 2025, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8.78 persen. Kecenderungan meningkatnya transformasi energi yang didukung oleh peningkatan input-inputnya, menyebabkan penyediaan energi juga cenderung meningkat. Berdasarkan hasil peramalan yang disaji pada Tabel 46 menunjukkan penyediaan energi BBM, gas dan batubara mengalami peningkatan berturut-turut dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 13.38 persen, 13.57 persen dan 13.95 persen. Peningkatan penyediaan energi ini didukung oleh peningkatan produksi energi dan impor. Produksi BBM, batubara dan gas domestik juga cenderung meningkat dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 0.94 persen, 13.24 persen dan 21.50 persen. Namun produksi minyak mentah mengalami cenderung menurun. Penurunan ini terjadi karena kondisi sumur minyak yang sudah tua + 30 thn sehingga perlu dilakukan pencarian sumber-sumber minyak baru untuk mengatasi kekurangan energi tersebut. Menurunnya produksi minyak mentah domestik mendorong peningkatan impor minyak mentah sebagai input pada kilang minyak. Tabel 46 menunjukan impor minyak mentah cenderung meningkat dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 16.91 persen. Selain impor minyak mentah meningkat, impor BBM dan impor gas juga cenderung meningkat dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 16.18 persen dan 4.62 persen. Namun impor batubara cenderung menurun dg tingkat pertumbuhan sebesar 1.53 persen. Hal ini terjadi karena produksi batubara cenderung meningkat sehingga kebutuhan domestik dapat terpenuhi. Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukan sebelumnya dapat dinyatakan bahwa konsumsi energi di Indonesia didominasi oleh energi fosil yang merupakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui unrenewable resources. Semakin langkanya penyediaan energi fosil pada suatu sisi, sementara disisi lain konsumsi energi semakin meningkat mendorong harga-harga energi cenderung meningkat. Harga BBM, listrik, gatubara, gas dan indeks harga biomas cenderung meningkat berturut-turut dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 8.23 persen, 6.65 persen, 6.83 persen, 10.21 persen dan 20.99 persen. Seiring dengan peningkatan konsumsi energi akan mendorong peningkatan PDB sektoral dan PDB total. Dari Tabel 46 hasil peramalan menunjukkan bahwa PDB sektor industri, transportasi, pertanian dan sektor lainnya cenderung meningkat berturut-turut dengan pertumbuhan sebesar 5.02 persen, 19.20 persen, 7.26 persen dan 10.09 persen. Peningkatan PDB sektoral akan meningkatkan PBD total. PDB total cenderung meningkat dengan pertumbuhan sebesar 5.60 persen. Kecenderungan peningkatan jumlah konsumsi dan penyediaan energi serta perekonomian Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh sejumlah indikator sosial- ekonomi, meliputi nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, suku bunga, upah, pajak, jumlah penduduk dan jumlah rumahtangga. Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung melemah, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 2.63 persen. Melemahnya nilai tukar rupiah ini mendorong terjadinya peningkatan impor minyak mentah, BBM dan gas. Di sisi lain, suku bunga nominal perbankan cenderung menurun, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 4.04 persen. Penurunan suku bunga ini memberikan iklim investasi yang semakin membaik dalam pembangunan ekonomi, termasuk dalam upaya meningkatkan penyediaan energi di Indonesia. Indikator ekonomi lainnya seperti upah dan pajak dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari Lampiran 9 menunjukkan upah sektor pertambangan cenderung meningkat dengan tingkat pertumbuhan sebesar 3.86 persen. Sebaliknya, upah sektor pertanian dan sektor lainnya menurun dengan tingkat pertumbuhan berturut-turut sebesar 0.75 persen dan 21.39 persen. Sementara itu, pajak memiliki kecenderungan meningkat. Pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa pajak cenderung meningkat dengan tingkat pertumbuhan sebesar 3.58 persen. Dengan meningkatnya pajak akan meningkatkan penerimaan pemerintah. Dari Tabel 46 menunjukkan bahwa penerimaan pemerintah meningkat dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0.62 persen. Jumlah penduduk dan jumlah anggota rumahtangga cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1.07 persen dan 1.61 persen. Pajak dan upah sektor pertambangan cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3.58 persen dan 3.86 persen. Sebaliknya, upah sektor pertanian dan sektor lainnya cenderung menurun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0.75 persen dan 21.39 persen.

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu, juga dibahas strategi penghematan dan pemanfaatan energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi pada masa mendatang. Pembahasan dilakukan berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan pada bagian-bagian terdahulu dikombinasikan dengan hasil studi empiris yang dilakukan oleh peneliti lain maupun oleh lembagabadan yang berkompeten. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, indikator yang digunakan untuk menghitung efisiensi energi, yaitu indikator elastisitas pemakaian konsumsi energi. Elastisitas pemakaian energi didefenisikan sebagai perbandingan antara pertumbuhan konsumsi energi akhir dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB. Elastisitas pemakaian energi dikatakan efisien apabila nilai elastistas pemakaian energi sama dengan satu. Sedangkan nilai elastisitas pemakaian lebih besar dari satu dikatakan inefisien DESDM, 2006 dan Yusgiatoro, 2000. Pada bagian ini, pembahasan tentang efisiensi energi menggunakan indikator elastisitas pemakaian energi. Elastisitas pemakaian energi yang ditampilkan adalah elastisitas pemakaian energi periode lima tahunan menggunakan data historis tahun 1990-2008 dan data hasil peramalan tahun 2009- 2025 berdasarkan model yang dibangun. Berdasarkan perkembangan elastisitas pemakaian energi total periode 5 tahunan sebagaiman yang disajikan pada Gambar 30, elastisitas pemakaian energi total pada periode 1991-1996, 1996-2000, dan 2001-2005 2011-2015 kecil dari