BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan
pertanian kita sudah mengalami degradasi yang luar biasa dari sisi kesuburannya akibat dari pemakaian pupuk anorganik dan penurunan kuantitas yaitu konversi
lahan yang memiliki kultur pembagian lahan orangtua kepada anaknya sehingga terjadinya penciutan lahan pertanian. Masalah kedua adalah terbatasnya aspek
ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian yaitu pembangunan dan pengembangan waduk. Masalah ketiga adalah adanya kelemahan dalam sistem
alih teknologi. Ciri utama pertanian modern adalah produktifitas, efisiensi, mutu, dan kontiunitas pasokan yang meningkat dan terpelihara. Masalah keempat adalah
muncul dari terbatasnya akses layanan usaha terutama di permodalan. Masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian, sehingga
menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.
Sawah digunakan para petani untuk menanam padi. Beras merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Sawah di Indonesia terus mengalami
penurunan luas lahan yang berdampak pada penurunan produksi padi. Pengalih fungsian lahan sawah akan menimbulkan penurunan produksi sehingga
berkurangnya ketersediaan bahan pangan terutama beras Anonimus, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Asahan adalah salah satu kabupaten yang dalam kurun waktu lima tahun terakhir terus mengalami konversi lahan sawah. Pada tahun 2008 Kabupaten
Asahan memiliki luas lahan sawah sebesar 13.210 hektar dan memproduksi beras sebesar 49.960,86 ton. Produksi beras yang mengalami fluktuasi tidak mampu
menjamin ketersediaan beras secara optimal hingga lima tahun kedepan dikarenakan penurunan kemampuan lahan sawah yang dapat mengakibatkan
penurunan angka produksi sewaktu-waktu. Seiring meningkatnya laju konversi lahan maka daerah tersebut mengalami penurunan luas lahan sawah yang cukup
signifikan pada tahun 2011 dengan luas lahan sawah sebesar 12.010 hektar. Menurut data sensus penduduk, populasi penduduk Kabupaten Asahan tahun 2011
berjumlah 674.802 orang dimana kebutuhan akan beras daerah tesebut sebesar 93.548 ton sedangkan produksi beras daerah tersebut pada tahun 2011 sebesar
54.063 ton yang mengakibatkan Kabupaten Asahan mengimport beras sebesar 39.485 ton dari Kabupaten Batu Bara, Labuhan Batu Utara, dan Labuhan Batu.
Selama tahun 2008-2012 penurunan luas lahan sawah yang terjadi di daerah tersebut sebesar 2.183 hektar BPS Kabupaten Asahan, 2012.
Sejak tahun 2007-2008, laju konversi lahan pertanian di Sumatera Utara sekitar 4,2. Lahan pertanian tersebut dialihkan ke tanaman keras dan kawasan
pemukiman. Luas lahan sawah berpengairan yang beralih fungsi pada tahun 2006 mencapai 280.847 hektar dan tahun 2008 mencapai 278.560 hektar. Sementara,
lahan tadah hujan tak berpengairan yang sudah beralih fungsi tahun 2006 seluas 211.975 hektar dan sebanyak 193.454 hektar tahun 2007 Sitorus, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Konversi ini mengakibatkan luas lahan pertanian di Kabupaten Asahan cenderung mengalami penurunan. Lahan yang paling banyak terkonversi adalah jenis lahan
sawah, yang beralih fungsi menjadi tegal, ladang, perkebunan, hutan, tambak, kolamtebat, rawa, dan bangunan. Menurut data yang diperoleh pada tahun 2008
Kabupaten Asahan memiliki luas lahan bukan sawah sebesar 268.024 hektar dan lahan bukan pertanian sebesar 90.711 hektar. Sedangkan pada tahun 2012 lahan
bukan sawah mengalami peningkatan menjadi 270.635 hektar dan lahan bukan pertanian sebesar 90.283 hektar BPS Kabupaten Asahan, 2012.
Dengan demikian semakin berkurangnya luas lahan pertanian khususnya lahan sawah di kabupaten Asahan secara terus menerus, sudah tentu akan ikut
mempengaruhi produksi padi di daerah tersebut. Hal ini merupakan ancaman bagi produksi pangan baik secara regional maupun nasional yang berpengaruh terhadap
gizi buruk, kesehatan, sekaligus menurunkan kualitas sumber daya manusia. Ketahanan pangan harus stabil dan tetap terjaga secara berkelanjutan dengan cara
menjaga ketersediaan lahan pertanian dalam jumlah dan mutu yang memadai.
Pertumbuhan populasi penduduk yang terus meningkat menuntut peningkatan ketersediaan pangan. Penurunan kapasitas produksi beras telah menyebabkan
kemampuan Negara didalam penyediaan pangan menurun. Hal ini diakibatkan dari pengalihan fungsi lahan sawah yang berdampak buruk bagi tingkat konsumsi
di Indonesia yang semakin tinggi. Diramalkan Indonesia dapat mengalami krisis pangan yang berkepanjangan apabila pemerintah tidak mencegah dengan
membuat lahan sawah baru untuk mengganti lahan sawah yang telah beralih fungsi Maulana, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Faktor kunci keberhasilan pencapaian swasembada beras adalah meningkatnya produktivitas usahatani, perbaikan teknologi usahatani dan tersedianya anggaran
pemerintah yang cukup untuk membiayai berbagai proyek dan program pengembangan teknologi usahatani serta proses sosialisasinya di tingkat petani
serta pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi dan lembaga penyuluhan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat, maka
upaya peningkatan kapasitas produksi beras melalui pencetakan sawah baru dan peningkatan jaringan irigasi telah dilakukan. Namun upaya tersebut belum
memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan produksi pangan, karena terbentur pada berbagai kendala teknis dan anggaran. Aksesibilitas yang terbatas
akan mengakibatkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang bermutu dan bergizi sehingga akan menghambat kesinambungan ketahanan pangan.
Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta intensitas pembangunan yang berkembang dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut
meningkatnya permintaan akan lahan sedangkan lahan pertanian yang tersedia jumlahnya sangat terbatas. Konversi lahan merupakan konsekuensi dari akibat
meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk serta pembangunan yang lainnya. Konversi lahan pada hakekatnya merupakan hal yang wajar terjadi pada era
modern seperti sekarang ini, namun konversi lahan pada kenyataannya membawa banyak masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif.
Semakin meningkatnya jumlah penduduk akan diikuti dengan kebutuhan akan tempat tinggal, sarana, dan prasaran yang mendukung. Demikian halnya dengan
budaya yang dianut oleh daerah tersebut yang mengedepankan sistem pembagian warisan akan suatu lahan mengakibatkan berkurangnya luas lahan dan juga
Universitas Sumatera Utara
efektifitas akan lahan tersebut dengan cara pertukaran komoditi ke tanaman perkebunan. Hal ini diikuti minimnya kepastian pertukaran air dikarenakan
sistem irigasi yang tidak baik walaupun Kabupaten Asahan dikelilingi oleh sungai asahan. Upaya untuk mencapai swasembada pangan beras adalah pembangunan
sistem irigasi, menekan alih fungsi lahan, membuka lahan pertanian baru, penciptaan varietas unggul baru, meningkatkan penanaman padi, serta penetapan
harga pupuk dan obat-obatan walaupun lahan sawah yang sangat terbatas.
Adanya percepatan pembangunan, orientasi perkotaan, dan budaya dari daerah penelitaian mengakibatkan lahan pertanian yang dahulunya merupakan lahan
pertanian produktif sekarang disulap menjadi perumahan, mall, pabrik, dll. Penggunaan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian merupakan salah satu
akibat adanya pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat, sedangkan jumlah lahan yang tersedia untuk permukiman sudah semakin menyempit
sehingga menghadapi tantangan dalam rangka menuju kemandirian pangan memerlukan kearifan lokal, sentuhan teknologi, dan dukungan dari berbagai pihak
khususnya penyuluh dan pemangku kepentingan sehingga setiap kebijakan yang menyangkut tentang kemandirian pangan bisa diimplementasikan dengan baik.
Oleh karena itu penting dilakukan penelitian didaerah ini untuk menjawab permasalahan-permasalahan diatas. Dengan demikian, penulis tertarik untuk
meneliti seberapa besar dampak alih fungsi lahan sawah terhadap program swasembada beras di Kabupaten Asahan.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Identifikasi Masalah