12
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN HAK TANGGUNGAN
A. Pengertian Perjanjian Kredit, asas-asas perkreditan, serta fungsi kredit
1. Pengertian Perjanjian Kredit
Perihal ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III dengan judul “Tentang Perikatan.
Kata perikatan ini mempunyai arti yang lebih lugasbdaripada perikatanperjanjian, sebab kata perikatan tidak hanya mengandung pengertian hubungan hukum yang
timbul dari perjanjian saja, tetapi juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari
undang-undang, tidak memerlukan adanya suatu persetujuan. Untuk adanya suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu
perjanjian tertulis dan perjanjian lisan. Untuk kedua bentuk tersebut sama kekuatannya dalam arti sama kedudukannya untuk dapat dilaksanakan oleh para
pihak. Hanya saja bila perjanjian dibuat dengan tertulis dapat dengan mudah dipakai sebagai alat bukti bila sampai terjadi persengketaan, maka sebagai alat
pembuktian akan lebih sulit, disamping harus dapat menunjukkan saksi-saksi juga itikad baik pihak-pihak diharapkan dlam perjanjian.
Menurut pasal 1313 KUHPerdata, “Suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana yang satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
Universitas Sumatera Utara
13
atau lebih’. Jika diperhatiakan dengan seksama rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 KUHPerdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian
mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang pihak
lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjianakan selalu ada dua pihak, di
mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi debitur dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditur. Masing-masing pihak
tersebut dapat terdiri dari satu orang atau lebig orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih
badan hukum.
9
9
Kartini Muljadi, et.al., Seri Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, hal.92.
Dalam pembuatan perjanjian sekuramg-kurangnya harus memperhatikan: keabsahan dan persyaratan secara hukum, juga harus memuat secara jelas
mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kredit serta persyaratan lainnya yang harus diperhatikan dalam perjanjian kredit.
Perjanjian Kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga
KUHPerdata yaitu pada Pasal1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata. Perjanjian kredit seperti diuraikan tersebut di atas, yang menunjukkan
unsur pinjam meminjam didalamnya yaitu pinjam meminjam antara bank dengan pihak debitur. Menurut Pasal 1754 KUHPerdata menyatakan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
14
“Pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang
habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula’.
Pada pasal 1754 KUHPerdata intinya menyebutkan, bahwa perjanjian simpan-meminjam merupakan perjanjian yang isinya pihak pertama menyerahkan
suatu barang yang dapat diganti, sedangkan pihak kedua berkewajiban mengembalikan barang dalam jumlah dan kualitas yang sama. Subekti
menyatakan: dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah sesuatu perjanjian simpan-
meminjam sebagaimana diatur dalam KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.
10
Dari pengertian kredit pada Pasal 1 angka 11 UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dapat dipahami bahwa setiap bank memberikan kredit kepada
Di dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia perjanjian kredit belum diatur secara tegas. Umdang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang
Undang-Undang Pokok Perbankan yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 dalam Pasal 1 angka 11 tidak dijumpai penegertian perjanjian kredit, hanya ditemukan “…berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain…”, demikian pula dalam penjelasan undang-undang tersebut tidak dijumpai penegertian lebih lanjut tentang perjanjian kredit.
10
Subekti, jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1986, hal 13.
Universitas Sumatera Utara
15
nasabah debitur dituangkan dalam suatu perjanjian kredit berdasarkan persetujuan atau kesepakatan kedua belah pihak yakni pihak bank dan pihak peminjam
debitur. Pembuatan perjanjian kredit tersebut diartikan diperlukan dalam rangka
memberikan kepastian hukum bagi para pihak , sehingga apabila terjadi permasalahan di kemudian hari maka para yang berkepentingan dalam perjanjian
kredit yang telah dibuat sebagai dasar hukum untuk menuntut pihak yang telah dirugikan.
Pada awalnya bila diteliti, dasar keharusan bank harus membuat perjanjian kredit berarti setiap pemberian kredit dalam bentuk apapun harus senantiasa
disertai dengan surat perjanjian tertulis yang jelas dan lengkap dalm SK Direksi Bank Indonesia No 27162KEPDIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No
177UPPB masing-masing tanggal 31 Maret 1995 pada lampiran Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Pemberian Kredit PPKPK angka 450 tentang
perjanjian kredit yang dinyatakan setiap kredit yang telah disetujui dan disepakti pemohon kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit akad kredit secara
tertulis. Baik dibawah tangan maupum dihadapan Notaris. Ini diperlukan sebagai upaya mengikat barang jaminan. Dalam perjanjian
kredit tersebut tidak dapat ditentukan apa yang harus dimasukkan, karena ada perubahan-perubahan dalam kebutuhan pelayanan yang spesifik. Syarat-syarat
tersebut diperjanjikan berdasarkan kebutuhan yang spesifik dari debitur sehingga tidak mungkin dibuatkan formulir perjanjian yang sama untuk semua debitur.
Universitas Sumatera Utara
16
Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktek perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan perjanjian krdit,
akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda tetap secara
yuridis isi perjanjian pada hakikatnya sama yaitu memberikan pinjaman uang. Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank
sendiri belum terdapat kesepakatan. Namunmengenai isi perjanjian kredit seperti dikemukakan dalam oleh Hasanuddin, pada pokoknya selalu memuat hal-hal
berikut:
11
a. Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya.
b. Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya.
c. Jangka waktu pembayaran kredit.
d. Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan, yaitujangka waktu
angsuran biasanya secara bulanan dan jangka waktu kredit. e.
Cara pembayaran kredit. f.
Klausula jatuh tempo. g.
Barang jaminan kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak, dan asuransi atas barang jaminan.
h. Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk
melakukan pengawasan dan pembinaan kredit. i.
Biaya akta dan biaya penagihan hutang yang juga harus dibayar debitur.
11
Hassanudin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal.60.
Universitas Sumatera Utara
17
2. Fungsi dan Jenis-Jenis Kredit