Editing Suara Unsur Sinematik

54 masing warna ketika memberikan respon secara psikologis; 1 Merah bermakna kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta, agresifitas dan bahaya. 2 Biru bermakna kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan dan perintah. Universitas Sumatera Utara 3 Hijau bermakna alami, kesehatan, pandangan yang enak, kecemburuan dan pembaruan. 4 Kuning bermakna optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran kecurangan, pengecut dan penghianatan. 5 Ungu bermakna spiritual, misteri, keagungan, perubahan bentuk, galak dan arogan. 6 Orange bermakna energi, keseimbangan dan kehangatan. 7 Coklat bermakna bumi, dapat dipercaya, nyaman dan bertahan. 8 Abu- abu bermakna intelek, futuristik, modis, kesenduan dan merusak. 9 Putih bermakna kemurnian suci, bersih, kecermatan, innocent tanpa dosa, steril dan kematian. 10 Hitam bermakna kekuatan, seksualitas, kemewahan, kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan dan keanggunan

c. Editing

Secara sederhana editing adalah transisi gambar shot ke gambar shot lainnya. Definisi editing pada tahap produksi adalah proses pemilihan serta penyambungan gambar-gambar yan telah diambil. Sementara definisi editing setelah filmnya jadi adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menghubungkan tiap shotnya Pratista, 2008;123. Sineas dapat memilih bentuk transisi sesuai tuntutan naratif dan estetik yang ia inginkan. Transisi shot dalam film umumnya dilakukan dalam empat bentuk. Pertama dilakukan dengan bentuk cut. Cut merupakan transisi shot ke shot secara langsung. Kedua adalah wipe. Wipe merupakan tranmsisi shot dimana frame sebuah shot bergeser ke arah kiri, kanan, atas, bawah atau lainnnya hingga berganti menjadi sebuah shot baru Pratista, 2008;125. Teknik ini biasanya digunakan untuk perpindahan shot yang terputus waktu .Bentuk transisi selanjutnya biasanya dilakukan dengan bentuk tidak berselisih jauh selang beberapa menit. Dissolves merupakan transisi shot dimana gambar pada shot perpustakaan.uns.ac.id commit to user 55 sebelumnya selama sesaat bertumpuk dengan shot setelahnya. Dissolves umumnya digunakan untuk perpindahan shot yang terputus waktu secara signifikan. Bentuk transisi yang terakhir adalah fade. Fade merupakan transisi shot secara bertahap dimana gambar secara perlahan intensitasnya bertambah gelap hingga seluruh frame berwarna hitam dan ketika gambar muncul kembali, shot telah berganti. Seperti halnya dissolves, fade digunakan untuk perpindahan shot yang terputus waktu secara signifikan seperti hari, bulan bahkan tahun.

d. Suara

Suara adalah segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran. Suara dalam film secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis Pratista, 2008;149 yakni dialog, musik dan efek suara. Dialog adalah bahasa komunikasi verbal yang digunakan semua karakter di dalam maupun di luar cerita. Sementara musik adalah seluruh iringan musik serta lagu dan efek suara adalah semua suara yang dihasilkan oleh semua obyek yang ada di dalam maupun di luar cerita. Ada beberapa aspek dasar yang membentuk kualitas suara yakni loudness, pitch dan timbre. Loudness menunjukkan kuat-lemahnya suara. Sineas dapat mengontrol volume suara sesuai dengan kebutuhan serta tuntutan cerita. Pitch ditentukan oleh frekuensi suara. Semakin rendah frekuensi mampu menghasilkan getaran yang semakin kuat seperti saat sebuah tank mendekat, atau suara lengkingan biola yang memiliki frekuensi sangat tinggi. Timbre dapat pula disebut sebagai warna suara. Dalam volume serta frekuensi yang sama setiap sumber suara memiliki warna suara yang berbeda. Dalam seni musik, timbre digunakan untuk menentukan perbedaan kualitas suara antara tiap jenis instrumen musik. 3 . Semiotika Komunikasi Visual Semiotika visual visual semiotics pada dasarnya merupakan salah sebuah bidang studi semiotika yang secara khusus menaruh minat commit to user 56 pada penyelidikan terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui sarana indera lihatan visual senses. Dalam semiotika komunikasi visual khususnya pada karya film dan iklan, teks memang tidak hanya berupa gambar visual, namun juga terbangun atas hadirnya teks yang berupa bahasa verbal maupun nonverbal yang terangkai dalam kata-kata lisan maupun tulis. Terlebih film dan iklan televisi yang merupakan karya audio visual yang kaya akan tanda. Sebagai bahasa, pesan-pesan visual yang disampaikan dalam komunikasi visual adalah ungkapan ide, dan pesan dari komunikator kepada komunikan yang dituju melalui simbol berwujud gambar, warna, tulisan, dan lainnya. Apabila konsisten mengikuti pengertian ini, maka semiotika visual tidak lagi terbatas pada pengkajian seni rupa seni lukis, patung, dst, melainkan juga segala macam tanda visual yang kerap kali atau biasanya dianggap bukan karya seni. Adapun isu-isu pokok di dalam seniotika visual, berdasarkan atas pembedaan tiga cabang penyelidikan semiotika menurut Charles Morris dalam Budiman 2004:13 dapat diklasifikasikan setidak-tidaknya ke dalam tiga dimensi, yakni dimensi sintaktik, semantik dan pragmatik. a. Dimensi Sintaktik Persoalan di dalam dimensi sintaktik berkisar pada homologi di antara bahasa dan gambar lukisan Noth dalam Budiman, 2004;14. Sebagian pakar semiotika berpendapat bahwa struktur sebuah representasi visual dapat dipilah ke dalam satuan satuan pembentuknya yang sedikit-banyak analog dengan sistem kebahasaan, kendati hal ini tidak sekaligus menunjukkan adanya artikulasi ganda doublé articulation yaitu satuan terkecil yang bermakna dan satuan terkecil yang membedakan makna. b. Dimensi Semantik dan Pragmatik Masalah-masalah yang menyangkut dimensi semantik juga merupakan salah satu isu sentral dalam pendekatan semiotika visual. Hal- hal yang menjadi pokok perdebatan, antara lain adalah pertanyaan apakah tanda-tanda visual dicirikan oleh ikonisitas atau justru commit to user 57 indeksikalitas dan simbolisitas? Para pakar semiotika mengajukan klaim bahwa relasi tanda visual dan objeknya bukan bersifat ikonik semata- mata, melainkan juga simbolik atau bersifat konvensional. Hal ini dipahami seperti pernyataan Pierce bahwa tanda-tanda yang sempurna adalah justru tanda-tanda yang mengandung keseimbangan sifat ikonik, indeksikal, dan simbolik sekaligus. Pada dasarnya studi desain komunikasi visual mencakup pencarian pesan dan makna dalam materinya, karena sesungguhnya semiotika komunikasi visual, seperti halnya studi komunikasi, adalah proses komunikasi, dan intinya adalah makna. Dengan kata lain, mempelajari semiotika komunikasi visual adalah mempelajari makna, darimana asalnya, seperti apa, seberapa besar tujuannya, bagaimanakah ia memasuki materi media, dan bagaimana ia berkaitan dengan pemikiran kita sendiri Sobur 2004;110. Maka dari itu, metode penelitian semiotika visual semestinya mampu mengungkapkan makna yang terkandung dalam cabang keilmuan yang memiliki materi pesan komunikasi. Dari sudut pandang Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam pelbagai cabang keilmuan ini memungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang pelbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa dijadikan model dalam pelbagai wacana sosial. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Tinarbuko, 2008;11 Desain komunikasi visual sangat akrab dengan kehidupan manusia. Ia merupakan representasi sosial budaya masyarakat dan salah satu manifestasi kebudayaan yang berwujud produk dari nilai-nilai yang berlaku pada waktu tertentu. Ia merupakan kebudayaan yang benar-benar dihayati, bukan kebudayaan dalam arti sekumpulan sisa bentuk, warna, dan gerak masa lalu yang kini dikagumi sebagai benda asing terlepas dari diri manusia yang mengamatinya. Menurut Widagdo 1993;31 desain komunikasi visual dalam pengertian modern adalah desain yang dihasilkan dari rasionalitas. commit to user 58 Dilandasi pengetahuan, bersifat rasional, dan pragmatis. Jagad desain komunikasi visual senantiasa dinamis, penuh gerak, dan perubahan. Hal itu Karena peradaban dan ilmu pengetahuan modern memungkinkan lahirnya industrialisasi. Sebagai produk kebudayaan yang terkait dengan sistem sosial dan ekonomi, desain komunikasi visual juga berhadapan pada konsekuensi sebagai produk missal dan konsumsi massa. Terkait dengan itu, Sutanto 2005;15-16 menyatakan desain komunikasi visual senantiasa berhubungan dengan penampilan rupa yang dapat dicerap orang banyak dengan pikiran maupun perasaannya. Rupa yang mengandung pikiran atau makna, karakter serta suasana yang mampu diciptakan diraba dan dirasakan oleh khalayak umum atau terbatas. Dari sudut pandang Sanyoto 2006;8 desain komunikasi visual memiliki pengertian secara menyeluruh, yaitu rancangan sarana komunikasi yang bersifat kasat mata.

4. Unsur Semiotika Komunikasi Visual