Sarekat Islam SI URAIAN MATERI
beragama Islam sehingga organisasi tersebut bernama Sarekat Dagang Islam.
Sarekat Dagang Islam mengalami kemajuan pesat karena dapat meng-akomodasi kepentingan rakyat biasa. Oleh sebab itu, organisasi ini
menjadi lambang persatuan bagi masyarakat yang tidak suka dengan orang-orang Cina, pejabat-pejabat priyayi dan orang-orang Belanda. Di
Solo, gerakan yang bercorak nasionalistis, demokratis, religius, dan ekonomis ini berdampak pada permusuhan antara rakyat biasa dengan
kaum pedagang Cina, sehingga sering terjadi bentrok di antara mereka. Pemerintah Hindia Belanda semakin khawatir dengan gerakan yang
bersifat radikal ini karena berpotensi menjadi gerakan melawan pemerintah. Hal ini menyebabkan Sarekat Dagang Islam pada tanggal 12
Agustus 1912 diskors oleh residen Surakarta dengan larangan untuk menerima anggota baru dan larangan mengadakan rapat. Karena tidak
ada bukti untuk melakukan gerakan anti pemerintah maka tanggal 26 Agustus 1912 skors tersebut dicabut.
Atas usul dari H.O.S Cokroaminoto pada tanggal 10 September 1912 Sarekat Dagang Islam berubah menjadi Sarekat Islam. K.H Samanhudi
diangkat sebagai ketua Pengurus Besar SI yang pertama dan H.O.S Cokroaminoto sebagai komisaris. Setelah menjadi SI sifat gerakan
menjadi lebih luas karena tidak dibatasi keanggotaannya pada kaum pedagang saja. Dalam Anggaran Dasar tertanggal 10 September 1912,
tujuan perkumpulan ini diperluas: a. Memajukan perdagangan;
b. Memberi pertolongan kepada anggota yang mengalami kesukaran semacam usaha koperasi;
c. Memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama; dan
d. Memajukan agama Islam serta menghilangkan faham- faham yang keliru tentang agama Islam.
Program yang baru tersebut masih mempertahankan tujuan lama yaitu dalam bidang perdagangan namun tampak terlihat perluasan ruang
gerak yang tidak membatasi pada keanggotaan para pedagang tetapi
terbuka bagi semua masyarakat. Tujuan politik tidak tercantumkan karena pemerintah masih melarang adanya partai politik. Perluasan keanggotaan
tersebut menyebabkan dalam waktu relatif singkat keanggotaan SI meningkat drastis. Gubernur Jenderal Idenburg dengan hati-hati
mendukung SI dan pada tahun 1913 Idenburg memberi pengakuan resmi kepada SI meski banyak pejabat Hindia Belanda menentang
kebijakannya. SI mengadakan kongres I di Solo pada tanggal 26 Januari 1913.
Konggres yang dipimpin oleh H.O.S Cokroaminoto antara lain mejelaskan bahwa SI bukan sebagai partai politik dan tidak beraksi untuk melakukan
pergerakan secara radikal melawan pemerintah Hindia Belanda. Meskipun demikian, asas Islam yang dijadikan prinsip organisasi menjadikan SI sebagai
simbol persatuan rakyat yang mayoritas memeluk Islam serta adanya kemauan untuk mempertinggi martabat atau derajat rakyat. Cabang-cabang
SI telah tersebar di seluruh pulau Jawa dengan jumlah anggota yang sangat banyak.
Kongres SI II diadakan di Solo tahun 1914, yang memutuskan antara
lain bahwa keanggotaan SI terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia dan membatasi keanggotaan dari golongan pagawai Pangreh Praja. Tindakan ini
sebagai cara untuk memperkuat identitas dan citra bahwa SI sebagai organisasi rakyat. Pemerintah Hindia Belanda tidak suka melihat kekuatan SI
yang begitu besar dan bersikap berani. Untuk membatasi kekuatan SI, pemerintah menetapkan peraturan pada tanggal 30 Juni 1913 bahwa cabang-
cabang SI harus bersikap otonom atau mandiri untuk daerahnya masing- masing. Setelah terbentuk SI daerah berjumlah lebih dari 50 cabang, pada
tahun 1915 SI mendirikan CSI Central Sarekat Islam di Surabaya. Tujuan didirikannya CSI adalah dalam rangka memajukan dan membantu SI di
daerah serta mengadakan hubungan antara cabang-cabang SI. Kongres III SI diadakan di kota Bandung pada tanggal 17-24 Juni
1916. Konggres yang dipimpin H.O.S Cokroaminoto tersebut bernama Kongres Nasional Sarekat Islam pertama, yang dihadiri hampir 80 SI daerah.
Dicantum-kannya kata “nasional” dalam kongres tersebut dimaksudkan, bahwa SI menuju ke arah persatuan yang teguh dan semua golongan atau
tingkatan masyarakat merasa sebagai satu bangsa.
Kongres Nasional SI kedua dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 20 – 27 Oktober 1917. Dalam kongres tersebut menyetujui bahwa CSI tetap dalam
garis parlementer-evolusioner meskipun lebih berani bersikap kritis terhadap pemerintah. Pada tahun 1918, SI mengirimkan wakilnya ke Volksraad yaitu
Abdul Muis dipilih dan H.O.S Cokroaminoto diangkat. Dalam sidang Volksraad, H.O.S Cokroaminoto mengusulkan agar lembaga tersebut menuju
pada status dan fungsi parlemen yang sesungguhnya.