Faktor Internal URAIAN MATERI
tinggal. Kebesaran ini tentu secara psikologis membawa pikiran dan angan-angan bangsa Indonesia untuk senantiasa dapat menikmati
kebesaran itu. Namun demikian tidak berarti kita kembali pada masa lalu, tetapi kebesaran Majapahit dan Sriwijaya dapat menggugah perasaan
nasionalisme golongan terpelajar pada awal abad XX. Tidaklah berlebihan jika kebesaran pada masa lampau itu mendorong semangat
para tokoh pergerakan dalam upaya melepaskan diri dari penjajahan Belanda.
1.1.2 Penderitaan rakyat akibat kolonialisme Bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan yang panjang dan
menyakitkan sejak kedatangan Portugis, Belanda, Inggris, dan Perancis. Rasa benci rakyat Indonesia muncul karena adanya jurang pemisah
antara bangsa Barat dengan rakyat Bumiputra. Hal ini karena penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial dalam berbagai aspek
kehidupan. Dalam bidang politik terjadi keterbatasan memperoleh kesempatan dalam bidang politik dan pemerintahan, dalam bidang
ekonomi adanya sistem monopoli, dalam bidang sosial adanya kesombongan rasial yang ditonjolkan, dalam bidang pendidikan
kurangnya sekolah dan diskriminasi dalam memperoleh kesempatan belajar. Penderitaan yang terjadi di berbagai sektor kehidupan ini
menjadikan rakyat Indonesia muncul kesadaran nasionalnya dan mulai memahami perlunya menggalang persatuan. Atas prakarsa para
intelektual maka angan-angan ini dapat menjadi kenyataan dalam bentuk perjuangan modern.
1.1.3 Peranan golongan terpelajar Setelah pemilik-pemilik modal Belanda berhasil menerapkan Politik
Pintu Terbuka Politik Drainage maka diterapkanlah politik etis atau dikenal juga dengan Trilogi van Deventer. Politik etis ini mencakup
Edukasi, Emigrasi dan Irigrasi. Salahsatu trilogi dari Politik Etis adalah edukasi, tujuan awalnya adalah untuk mendapatkan tenaga kerja atau
pegawai rendah dan mandor-mandor atau pelayan-pelayan yang dapat membaca dengan gaji yang murah. Untuk kepentingan tersebut, Belanda
mendirikan sekolah-sekolah rakyat pribumi.
Pendidikan kolonial bukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, namun dirancang untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga
murah bagi Hindia Belanda. Salah satu kebijakan pemerintah Hindia Belanda, kemudian banyak lembaga pendidikan berdiri. Namun demikian
ternyata perbedaan warna kulit menjadi salah satu hambatan masuk sekolah. Sistem pendidikan juga dikembangkan disesuaikan dengan
status sosial masyarakat Eropa, Timur Asing dan Bumiputra. Untuk kelompok bumiputra masih diwarnai oleh status keturunan yang terdiri
atas kelompok bangsawankaum priyayi dan rakyat jelata. Macam-macam pendidikan pada masa itu antara lain:
1 Pendidikan setingkat Sekolah Dasar, di antaranya:
a
ELS Europese Lagere School, sekolah Belanda, lama pendidikan 7 tahun.
b
HCS Hollands Chinese School, Sekolah Cina, lama pendidikan 7 tahun.
c
HIS Hollands Inlandse School, Sekolah Hindia–Belanda, lama pendidikan 7 tahun.
2 Pendidikan setingkat Sekolah Menengah PertamaAtas di antaranya:
a
HBS Hogere Burger School, Sekolah Menengah, lama pendidikan 5 tahun.
b
MULO Meer Uitgebreid Lager Ondewijs, Pendidikan Rendah Lebih Intensif, lama pendidikan 3 – 4 tahun.
c
AMS Algemene Middelbare School, Sekolah Menengah Umum, merupakan sekolah lanjutan dari MULO, lama pendidikan 5 tahun.
d
KS Kweek School, Sekolah Guru, lama pendidikan 6 tahun. 3 Pendidikan Tinggi di antaranya:
a
Technische Hooge School: Pendidikan Tinggi Teknik.
b
Rechts Hooge School: Sekolah Hakim Tinggi.
c
GHS Geneeskundige Hogeschool.
d
OSVIA Opleiding School voor Inlandse Ambtenaren, Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi.
e
STOVIA School Tot Opleiding Voor Inlandsche Artsen, Sekolah Kedokteran Jawa.
Para pelopor pergerakan nasional terdiri atas para pelajar STOVIA. Kelompok intelektual khususnya lulusan dokter Jawa termasuk kelompok
yang peka terhadap keadaan pada saat itu, mengingat tugas yang diembannya berupa pengabdian terhadap kondisi masyarakat Indonesia
yang sangat memprihatinkan. Di mana-mana terlihat lingkungan yang kurang bersih sehingga menimbulkan penyakit menular khususnya
penyakit kulit, kolera, disentri, dan penyakit endemi lainnya. Selain itu kemampuan berkomunikasi dan intelektualitas mereka juga menjadi
modal berharga yang membuka cakrawala berfikir sehingga pada gilirannya pada diri mereka timbul gagasan-gagasan segar, tercermin dari
gagasannya dalam mengembangkan taktik perjuangan dari gerakan yang bersifat fisik perjuangan menggunakan senjatafisik ke dalam organisasi
modern perjuangan diplomasinon fisik.