kemudian berpindah ke Muara Takus. Selanjutnya Soekmono melalui penelitian geomorfologi berkesimpulan bahwa Jambi sebagai pusat lokasi
r wijaya. Sedangkan Boechari berpendapat bahwa sebelum tahun 682 M ibukota
r wijaya ada di daerah Batang Kuantan, setelah tahun 682 M berpindah ke Mukha Upang di daerah Palembang Soekatno, 20104.
Dari peningggalan prasasti dan berita Cina dapat diketahui kebijakan penguasa r wijaya. Kerajaan r wijaya adalah sebuah kerajaan maritim yang
besar dan terlibat dalam perdagangan internasional. r wijaya lebih
mengembangkan suatu tradisi diplomasi dan kekuatan militer untuk melakukan gerakan ekspedisioner. Disamping prasati-prasasti yang berisi pujian kepada
dewa-dewa dan pelaksanaan suatu keputusan raja, sejumlah prasasti menunjukkan pada birokrasi dan berbagai aturan untuk menjamin ketenangan
dalam negeri. Hubungan antara r wijaya dengan negeri di luar Indonesia bukan hanya dengan Cina tapi juga dengan India. Sebuah prasasti raja Dewapaladew
dari Benggala India pada abad IX M menyebutkan tentang pendirian bangunan biara di Nalanda oleh raja Balaputradew , raja r wijaya yang menganut agama
Buddha. Hal ini didukung berita dari I-tsing yang mengatakan bahwa r wijaya adalah pusat kegiatan agama Buddha.
c. Mataram Hindu
Kerajaan Mataram dikenal dari prasasti Canggal yang berasal dari halaman percandian di Gunung Wukir Magelang. Prasasti ini berhuruf pallawa dan
berbahasa sansekerta, serta berangka tahun 654 S 732 M. Isinya adalah memperingati didirikannya sebuah lingga lambang Siw oleh raja Sanjaya
diatas bukit Kunjar kunj di pulau Yawadwip yang kaya akan hasil bumi. Yawadwipa mula-mula diperintah oleh raja Sanna yang bijaksana.
Pengganti Sanna yaitu raja Sanjaya, anak Sannaha, saudara perempuan raja Sanna. Ia adalah seorang raja gagah berani yang telah menaklukkan raja-raja di
sekelilingnya dan raja yang ahli dalam kitab-kitab suci.
4 Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa secara geomorfologis pada awal masehi semenanjung malaya masih menyatu dengan pulau Bangka dan Belitung, serta Sumatra
masih belum sebesar sekarang sehingga penempatan Palembang sebagai ibukota dapat beralasan karena berada di mulut botol selat malaka sehingga sebagai bandar
dagang sangat strategis Daldjoeni, 1984. Manguin secara arkeologis kemudian dapat memperlihat bahwa ibukota ini telah berpindah dari Palembang ke Jambi Munoz, 2009
Mendirikan lingga adalah lambang mendirikan atau membangun kembali suatu kerajaan. Sanjaya memang dianggap Wamçakarta kerajaan Mataram. Hal
ini juga terlihat dari prasasti para raja yang menggantikannya, misal prasasti dari Balitung yang memuat silsilah yang berpangkal dari Rakai Mataram Sang Ratu
Sanjaya. Bahkan ada pula prasasti yang menggunakan tarikh Sanjaya. Kecuali prasasti Canggal tidak ada prasasti lain dari Sanjaya, yang ada
ialah prasasti-prasasti dari keluarga raja lain yaitu Syailendrawangsa. Istilah Syailendrawangsa dijumpai pertama kali di dalam prasasti Kalasan tahun 700 S
778 M. Prasasti ini ditulis dengan huruf pra-nagari dan berbahasa sansekerta. Isinya adalah pendirian bangunan suci bagi Dewi Tar dan sebua biara bagi para
pendeta oleh Maharaja Tejahpurna Pana karan. Bangunan tersebut adalah Candi Kalasan di Yogyakarta. Rupa-rupanya keluarga Sanjaya ini terdesak oleh
para Syailendra, tetapi masih mempunyai kekuasaan di sebagian Jawa Tengah. Meskipun demikian masih ada kerjasama antara keluarga Sanjaya dan
Syailendra Soekatno, 2010. Tejahpurna Pana karan adalah Rakai Pana karan, pengganti Sanjaya,
seperti nyata dari prasasti Mantiyasih yang dikeluarkan raja Balitung tahun 907 M. Prasasti ini bahkan memuat silsilah raja-raja yang mendahului Balitung yang
bunyinya sebagai berikut: Rahyangta rumuhun ri Mdang ri Poh Pitu,
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, Çri Maharaja Rakai Panangkaran,
Çri Maharaja Rakai Panunggalan, Çri Maharaja Rakai Warak,
Çri Maharaja Rakai Garung, Çri Maharaja Rakai Pikatan,
Çri Maharaja Rakai Kayuwangi, Çri Maharaja Rakai Watuhumalang,
Çri Maharaja Rakai Watukuro Dyah Balitung Dharmodaya Mahaçambu. Jelaslah bahwa pemerintaha Sanjayawangsa berlangsung terus di
samping pemerintahan Syailendrawangsa. Keluarga Sanjaya beragama Hindu memuja Siwa dan keluarga Syailendra beragama Buddha Mahayana yang sudah
cenderung kepada Tantrayana. Demikian juga ada kecenderungan candi-candi dari abad VIII dan IX yang ada di Jawa Tengah bagian utara bersifat Hindu