26
kelas masyarakat yang berdasarkan hal yang mulia dan tidak mulia. Dari zaman kuno hingga ke periode Chusei 1192-1603 sistem kemuliaan adalah hal yang
dominan Kan,1995:13. Sejak periode Chusei ke awal Tokugawa 1603-1867 pandangan mulia dan tidak mulia bercampur dengan pandangan suci dan tidak
suci. Hingga Budha mampu menggeser pandangan mulia dan tidak mulia tersebut menjadi pandangan suci dan tidak suci ketika masuk ke masa Tokugawa Noma
dan Nakaura, 1983: 210. Dibawah sistem Tokugawa orang yang najis atau tidak suci dihapuskan dalam anggota kelas sosial dan terisolasi dan dianggap di luar
sistem Kuroda, 1996.
2.4 Perkembangan Pembebasan Burakumin
Zaman Meiji adalah salah satu gerbang awal bagi burakumin untuk keluar dari diskriminasi. Pembebasan ini tidak terwujud dalam waktu yang singkat dan
menyeluruh. Perubahan pandangan terhadap burakumin harus diikuti oleh semua unsur masyarakat baik pemerintah, pelaku diskriminasi dan korban diskriminasi.
Seperti yang dikatakan Douglas 1966: 110 jika seseorang tidak memiliki tempat di sistem sosial maka mereka adalah makhluk marjinal. Semua tindakan
pencegahan terhadap bahaya dan pembebasan harus datang dari orang lain. Dia tidak bisa membantu dirinya sendiri dari pandangan bahwa mereka adalah hal
yang tidak normal. Meskipun usaha pembebasan tidak sepenuhnya berhasil, usaha-usaha tersebut dilakukan sejak restorasi Meiji.
2.4.1 Proklamasi Emansipasi Pada Restorasi Meiji 1871 Jatuhnya masa kejayaan keshogunan 1868 yang mengembalikan masa
kejayaan kaisar turut mengawali perjalanan burakumin menuju manusia bebas.
Universitas Sumatera Utara
27
Gebrakan untuk meninggalkan sistem feodal menuju era yang lebih modern melahirkan sebuah istilah yang disebut dengan Kaihorei atau proklamasi
emansipasi. Dalam bukunya, Uesegi mengatakan bahwa sebenarnya istilah Kaiho atau kebebasan tidak pernah muncul sekalipun dalam catatan dokumen sejarah
Jepang. Istilah yang digunakan untuk memaknai keadaan saat restorasi Meiji adalah Senmin Haishirei yaitu menghilangkan sistem manusia tercela atau
bermakna menghapus sistem dan kelas masyarakat yang tidak didasari pada konsep hak asasi manusia dan keadilan.
Dikatakan juga bahwa diskriminasi yang terjadi pada zaman Edo merupakan kehendak penguasa di jaman tersebut dan telah dihapuskan pada masa Kekaisaran
Meiji. Pada masa ini kelas sosial burakumin diangkat menjadi sejajar dengan heimin, namun mereka diberi julukan Shin-heimin atau rakyat jelata baru.
Meskipun pemerintah menetapkan kesamarataan hak dan status masyarakat, pandangan masyarakat lainnya terhadap burakumin tidak ikut berubah. Berbagai
penolakan kerap terjadi terutama pada golongan petani yang tidak mau berstatus sosial sejajar dengan rakyat jelata baru.
Dalam sepuluh tahun pertama di restorasi Meiji, telah terjadi banyak kerusuhan dalam masyarakat. Atas kerusuhuan tersebut burakumin dijadikan
kambing hitam. Banyak penduduk yang mengalami kesulitan keuangan yang parah, terutama para petani. Para petani khawatir bahwa pembebasan Eta akan
berarti persaingan untuk tanah dan dalam proses itu mereka akan berakhir dengan nasib yang sama seperti kaum buraku Totten, George, dan Wagatsuma, 1972: 34-
36. Penderitaan kaum buraku tidak bisa berubah dalam waktu singkat, mereka
Universitas Sumatera Utara
28
masih menerima serangan bahkan menganggap penderitaan semakin parah dengan adanya banyak ancaman dari kelas masyarakat yang lain.
Restorasi Meiji digunakan oleh beberapa burakumin untuk melarikan diri dari kemiskinan dan diskriminasi dengan menjadi imigran dan bekerja di luar negeri.
Dari akhir 1800 hingga 1930-an ribuan imigran Jepang menetap di di negara- negara seperti Amerika, Brasil dan Peru.
2.4.2 Penghapusan Kelas Sosial Dalam Sistem Koseki Koseki
戸籍 adalah sebuah catatan registrasi keluarga Jepang. Hukum di
Jepang mengharuskan semua rumah tangga Jepang Ie melaporkan kelahiran, pengakuan dari ayah, adopsi, kematian, perceraian, perpindahan, hingga kelas
sosial. Koseki pertama kali dibuat pada tahun 670, penggunaannya hanya dalam skala lokal. Sementara untuk pencatatan keluarga yang digunakan dalam skala
nasional baru ada pada tahun 1871 yang dikenal dengan Jinsin Koseki. Saat itu yang menggunakan registrasi keluarga hanya terbatas pada kaum bangsawan,
keluarga samurai, dan orang-orang umum yang terdaftar. Pada tahun 1872 pemerintah membuat undang-undang yang melarang mengubah nama keluarga
dan pada tahun 1875 semua orang harus memiliki nama keluarga. Masami Degawa dalam tesisnya menjelaskan tujuan utama dari koseki bukan
untuk mengidentifikasi orang dan melegalkan hubungan keluarga. Tapi untuk mengaktifkan fungsi pemerintah dalam mengontrol keluarga Jepang. Koseki
mencatat data tentang tempat tinggal dan kelas yang asli seperti bangsawan, atau kelas samurai. Meskipun Eta dan Hinin telah masuk dalam kelas masyarakat jelata
di 1851, sistem Koseki tetap mencatat asal usul mereka.
Universitas Sumatera Utara
29
Sulitnya mengubah pandangan masyarakat terhadap burakumin menjadikan kelompok masyarakat ini menyembunyikan identitas atau melindungi identitas
mereka agar terhindar dari diskriminasi. Upaya melindungi diri dari diskriminasi dan agar dapat diterima di masyarakat luas Pada tahun 1923, salah satu organisasi
terbesar bagi orang-orang buraku, Zenkoku-Suiheisha meminta pemerintah untuk menghapus keterangan asal kelas sosial dalam koseki kaum eta dan hinin. Sebagai
respon terhadap itu pada tahun 1924, pemerintah memutuskan untuk melarang penggunaan Eta dan Hinin. Namun, penghapusan asal kelas hanya berlaku
pada kaum buraku sehingga asal usul yang berusaha untuk disembunyikan tetap terlihat dengan adanya kekosongan dalam kolom kelas sosial. Masyarakat umum
berasumsi bahwa jika kolom asal kelas sosial di koseki nya kosong berarti berasal dari kelas eta dan hinin. Barulah pada tahun 1938 pemerintah benar-benar
menghapus kolom asal kelas sosial pada seluruh koseki. Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, General Headquarters
GHQ meminta pemerintah Jepang untuk menghapuskan sistem Koseki dan membuat
sistem register baru yang hanya mengisi tentang perseorang tanpa merunut asal usul keluarga. Pemerintah menjawab permintaan tersebut dengan mengatakan
bahwa akan membutuhkan banyak biaya dan sulit untuk mengubah koseki. Namun, pemerintah akan tetap mencoba mengubahnya saat keadaan
perekonomian negara kembali pulih Ninomiya 1995: 41. Tidak sampai 1966 Koseki pun mengalami perubahan. Bukan perubahan yang
sesuai permintaan koseki individu. Melainkan dari pencatatan keluarga secara luas menjadi pencatatan keluarga inti saja. Pada sistem ini, setiap warga Jepang
baik keluarga maupun pribadi yang melakukan perpindahan tempat tinggal tetap
Universitas Sumatera Utara
30
harus meregistrasikan kosekinya, sehingga dalam koseki bukan hanya terlihat tempat tinggal terbaru namun juga tempat tinggal sebelum-sebelumnya. Dengan
biaya yang murah, semua orang bisa melihat koseki orang lain. Saat ini fungsi koseki adalah untuk membuktikan status pribadi secara resmi.
Ada beberapa aturan untuk koseki. Pertama. hanya orang yang memiliki nama keluarga sama yang dapat mendaftar di satu koseki. Kedua, hanya dua generasi
seperti orang tua dan anak yang bisa mendaftar di satu koseki yang sama. Oleh karena itu, ketika orang-orang menikah, mereka harus menghapus nama mereka
dari koseki keluarga lama dan mendaftar yang baru. Ketiga, alamat yang diberikan di koseki dapat berubah kapan saja dan sejak tahun 1887. Namun, koseki juga
memiliki lampiran yang menunjukkan rincian riwayat hidup sebelumnya.
2.4.3 Pembangunan Distrik Dowa Dalam rangka mensejahterakan kehidupan masyarakat buraku, pemerintah
dibantu oleh organisasi buraku menciptakan sebuah proyek pemulihan wilayah Dowa. Pada tahun 1958, pasca-perang pemerintah menerima tanggung jawab
mereka untuk membantu meningkatkan kesejahteraan hidup buraku. Dowa sendiri adalah kata yang diciptakan oleh pemerintah yang wilayah ditinggali oleh
komunitas buraku. Sejak tahun 1969, pemerintah telah menghabiskan lebih dari 100 miliar yen
untuk memperbaiki lingkungan masyarakat mulai dari perumahan pendidikan. peluang kerja, pertanian, dan usaha kecil.
Pada tahun 1965, organisasi buraku dalam sebuah laporan yang disebut dengan Laporan Dewan Kebijakan Dowa berusaha memaparkan masalah yang
Universitas Sumatera Utara
31
dihadapi oleh orang-orang dalam kawasan ini selama puluhan tahun kepada pemerintah.
Dalam laporan tersebut mengatakan bahwa masalah Dowa adalah masalah sosial yang sangat serius dan menjadi kuburan bagi beberapa kelompok warga
Jepang yang ditempatkan pada kelas sosial terendah baik secara ekonomi, sosial, dan budaya dalam struktur status sosial yang dimiliki Jepang. Dalam
perkembangan masyarakatnya hal ini menciptakan diskriminasi di masyarakat Jepang. Hal ini berarti adanya pelanggaran hak asasi manusia dalam masyarakat
kotemporer. Mereka untuk memiliki hak-hak sipil yang mana hak dan kebebasan tersebut harusnya dilindungi dan dijamin bagi semua masyarakat dalam sebuah
negara modern, Amos 2011: 160.
2.4.4 Lahirnya Organisasi Buraku Masa pembebasan telah lahir, budaya barat masuk ke Jepang dan orang
Jepang pergi menuntut ilmu ke berbagai belahan dunia. Paham-paham mulai masuk dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Jepang dan mempengaruhi cara
berpikirnya. Totten dan Wagatsuma, 1972: 43 menyebutkan bahwa intelektual muda
buraku terinspirasi oleh ide-ide Marx dan teori sosialis. Mereka menerima bantuan dari pemimpin komunis yang aktif dalam penelitian, pertanian dan
pergerakan politik untuk menambah wawasan mereka. Selain itu mereka juga terpngaruh oleh artikel Sano Manabu yang terbit pada tahun 1921 tentang
Emansipasi Takushu Buraku. Sano Manabu menyatakan bahwa satu-satunya cara
Universitas Sumatera Utara
32
Burakumin untuk mendapatkan kebebasan sejati adalah dengan bekerjasama dengan buruh, yang juga menderita oleh sistem kapitalis.
Artikel ini sangat berpengaruh pada aktivis buraku sehingga terbentuklah sebuah gerakan independen. Tanggal 3 Maret 1922, mereka memulai konferensi
tingkat nasional pertama yang disebut dengan Zenkoku Suiheisha. Konferensi ini diikuti sekitar 2.000 perwakilan buraku dari seluruh Jepang, Totten dan
Wagatsuma 1972:43 Dalam konferensi ini ada tiga deklarasi yang dibahas dan disetujui di dalam
forum yaitu: 1. Bahwa Tokushu Burakumin akan memperoleh kebebasan dengan cara
mereka sendiri. 2. Tokushu Burakumin menuntut kebebasan dalam meningkatkan
perekonomian dan pekerjaan seperti mayoritas masyarakat lainnya. 3. Tokushu Burakumin akan peduli terhadap martabat manusia dan mereka
akan merealisasikan nilai-nilai kemanusiaan Totten dan Wagatsuma, 1972: 43.
Deklarasi Suisheisha tersebut didedikasikan untuk semua kaum buraku yang sudah merindukan sebuah kebebasan. Tujuan utama dari Suiheisha adalah untuk
mengecam siapa pun yang menghina burakumin dengan kata-kata dan perbuatan ofensif. Ini berarti bahwa jika ada orang yang mendiskriminasikan burakumin,
para anggota Suiheisha akan menuntutnya untuk meminta maaf secara terbuka dalam bentuk pernyataan yang diterbitkan di koran atau dalam sebuah pernyataan
yang dicetak lalu akan didistribusikan oleh Suiheisha. Menurut George O. Totten dan Hiroshi Wagatsuma dalam 69 kasus yang
Universitas Sumatera Utara
33
Dilaporkan 1972: 45 ” terdapat pelaku diskriminasi yang menolak untuk
meminta maaf. Salah satu contoh adalah ketika cabang Suiheisha di Nara mencoba untuk
menghapuskan diskriminasi di sebuah sekolah dasar, di mana anak-anak buraku tidak diperbolehkan untuk duduk di samping anak-anak non-buraku dan tidak
diperbolehkan untuk menggunakan toilet yang sama. Selain itu tugas untuk membersihkan sekolah diberikan oleh anak-anak buraku sementara yang non-
buraku dibebaskan dari tugas membersihkan sekolah sepulang jam belajar. Pembersihan. Bahkan beberapa anak buraku tidak diperbolehkan untuk naik ke
sekolah tingkat atas, meskipun nilai mereka sangat baik. Namun, upaya penghapusan diskriminasi yang telah mendapatkan dukungan
dari seratus anggota buraku ini ditolak oleh kepala sekolah SD tersebut. Hal ini mengakibatkan perkelahian fisik antara burakumin dan petugas kecamatan. Dalam
bentrokan tersebut mengakibatkan luka-luka pada petugas kecamatan dan pakaian kepala sekolah yang berusaha untuk melerai telah robek.
Pada akhirnya, sejumlah burakumin mendapat panggilan ke kantor polisi sementara guru yang mendiskriminasikan anak-anak buraku ditugaskan ke
sekolah lain. Meskipun perjuangan dengan diskriminator seperti contoh di atas umumnya
hanya mendapatkan kemenangna yang kecil, hal tersebut menjadi sebuah motivasi untuk melakukan gerakan baru.
Dengan tetap menjaga tindakan radikalnya, maka non-burakumin dan organisasi lainnya mengubah bahkan menghilangkan pandangan lama mereka
terhadap kaum buraku.
Universitas Sumatera Utara
34
Organisasi-organisasi yang lebih dekat dengan pemerintah seperti gerakan Yuwa bahkan mengulurkan tangan untuk membantu Suiheisha dengan memaksa
pemerintah agar memberi dana lebih untuk proyek-proyek yang akan meningkatkan fasilitas umum di daerah buraku.
Pemerintah juga dipaksa membuka peluang ekonomi yang selama ini hanya terlihat sebagai mimpi oleh kaum buraku paling terdidik sekalipun. Serta
meningkatkan cakupan keamanan ekonomi untuk burakumin, Totten dan Wagatsuma 1972: 62.
Pada tahun 1940 karena kekhawatiran akan Perang Dunia II, Suiheisha dibubarkan. Namun, para pemimpinnya tidak pernah berhenti berjuang untuk
rencana mereka di masa depan dan pada saat negara-negara sekutu memenangkan perang.
Hingga pada tahun 1946, bebuah konstitusi baru dikeluarkan di Jepang yang menyatakan bahwa semua warga negara adalah sama di bawah hukum dalam
hubungan politik, ekonomi, dan sosial, dan bahwa mereka tidak akan didiskriminasi karena alasan ras, keyakinan, jenis kelamin, status sosial, atau latar
belakang keluarga, Totten dan Wagatsuma 1972: 69. Yang berarti bahwa dengan hukum yang baru ini, orang buangan sosial seperti burakumin akan bebas dari
prasangka-prasangka buruk. Di tahun yang sama, para pemimpin tua dari Suiheisha mereformasi ulang organisasi mereka. Tapi kali ini mereka mengubah
nama menjadi National Commite for Buraku Liberation Buraku Kaiho Zenkoku Iinkai atau disingkat NCBL.
Dalam naungan nama baru, NCBL fokus pada aksi untuk melepaskan diskriminasi ekonomi dengan meminta bantuan pemerintah untuk memperbaiki
Universitas Sumatera Utara
35
keadaan finansial serta memperbaiki kemiskinan yang dihadapi kaum buraku. serta mengubah lingkungan kumuh yang ditempati oleh buraku agar menjadi
layak paling tidak seperti perumahan murah yang ada di kota-kota pada umumnya. NCBL juga meminta agar limbah dan pasokan air harus dibersihkan
secara menyeluruh dan berharap untuk pembangunan yang lebih luas dalam hal pembibitan, klinik, pusat-pusat kerja dan program kesejahteraan lainnya. Terakhir
mereka mendesak pemerintah untuk memperbaikan fasilitas pendidikan dan kemungkinan kerja bagi anak muda buraku serta memberikan pinjaman kepada
industri kecil miliki masyarakat buraku, Totten dan Wagatsuma 1972:74. Melalui publikasi tentang anti diskriminasi, NCBL semakin kuat dan berjuang
untuk menuntut pemeritah lokal agar memperbaiki kualitas hidup mereka. Untuk memperluas organisasinya NCBL mengubah nama menjadi Buraku Kaiho Domei
atau Buraku Liberation League BLL di tahun 1955 Asada. 1969: 269. Namun cara BLL untuk menuntut pernyataan maaf secara terbuka pada pelaku
diskriminasi menimbulkan beberapa kritik, diantaranya Karel Van Wolferen, seorang jurnalis Belanda yang telah lama tinggal di Jepang. Dia mengatakan, BLL
tidak menempuh jalur hukum untuk penyelesaian diskriminasi 1989: 74. Ancaman untuk tidak menyudutkan kaum burakumin ini cukup kuat termasuk
saat menghadapi penerbit, penulis, wartawan, editor dan guru. Semua yang menyinggung burakumin yang bertentang dengan ideologi BLL akan menerima
resiko dipaksa untuk meminta maaf, mereka akan ditahan terlebih dahulu sampai permintaan maaf itu keluar.
Pada titik ini. BLL menegaskan bahwa permintaan maaf secara terbuka ini dibenarkan karena ada hukum khusus untuk mengendalikan tindakan diskriminatif
Universitas Sumatera Utara
36
terhadap orang-orang buraku. namun beberapa oknum menggunakan kekerasan saat menuntut permintaan maaf pada elaku diskriminasi. Hal inilah yang membuat
pemerintah memperingati buraku jika tetap menjalankan tuntutan permintaan maaf terbuka maka kebebasan brbicara organisasi ini akan dicabut, Karel Van
Wolferen 1989: 342. Takagi 1991:284 berpendapat bahwa permintaan maaf terbuka ini justru
menjadikan burakumin sebagai pembahasan yang tabu dan takut untuk dibicarakan sehingga penyelesaian diskriminasinya berjalan lama. Karena siapa
pun yang berani mengkritik cara BLL ini menjadi target untuk pengaduan. Berdasarkan hal tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa media mencoba untuk
menekan isu kontroversial ini. Hal ini juga yang dikomentari oleh Ian Neary yang tidak menerima bahwa
masalah buraku hanya sisa-sisa feodalisme yang akan hilang dengan perkembangan kapitalisme. Ia menolak pandangan bahwa solusi terbaik adalah
mengabaikan masalah buraku dengan tidak membahasnya atau melakukan tindakan khusus, Neary 2009: 71.
Pada tahun 1980 pemerintah menegaskan bahwa permintaan maaf secara terbuka legal untuk dilakukan, namun tidak untuk tindakan kekerasan yang kerap
dilakukan oleh preman yang berpura-pura menjadi buraku. diikuti dengan adanya tindakan pemerintah untuk memperbaiki perekonomian buraku pada tahun 1986.
Pemerintah berjanji akan bekerjasama dengan kementerian dan pengacara untuk menyelesaikan perkara kaum buraku dan wilayah Dowa. Ada juga biaya
tunjangan yang diberikan bagi masyarakat buraku. masyarakat Manajemen dan Badan Koordinasi. 1997: 303.
Universitas Sumatera Utara
37
BLL memainkan peran yang sangat penting dalam memperbaiki kehidupan buraku. Mereka mempercepat dan mempromosikan proyek pemulihan
wilayan Dowa. Dibawah tekanan BLL yang cukup besar pemerintah terpaksa berpikir serius tentang diskriminasi masyarakat buraku.
Di samping itu. tindakan radikal mereka mungkin telah berkontribusi terhadap kelanjutan dari masalah buraku sehingga terjadi penghidaran terhadap
pembahasan topik burakumin di dalam masyarakat Jepang yang berlanjut hingga sekarang.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah