Saran Sejarah Burakumin Diskriminasi Terhadap Masyarakat Burakumin Di Jepang Dewasa Ini

54

4.2 Saran

Pemahaman bahwa manusia memilki hak dan kedudukan yang sama adalah hal dasar yang harus sudah mendasar dalam pikiran masyarakat jika ingin menghilangkan segala bentuk diskriminasi yang terjadi pada kaum burakumin. Peran pemerintah tidak bisa berhenti karena diskriminasi terhadap burakumin bukan lagi dalam hal fisik namun menjadi doktrin. NGO juga harus tetap aktif dalam hal mengubah doktrin yang telah lama tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya kepercayaan yang ada di Jepang. Saat ini burakumin menjadi kaum yang keberadaannya tidak terlihat. Ada dalam sejarah namun tak bisa dilihat dalam masyarakat secara jelas. Hal ini dikarenakan usaha komunitas yang takut tidak diakui, serta masyarakat luas yang tak berani membahasnya karen khawatir akan dipermaslahkan oleh BLL. Seharusnya isu ini bukanlah hal yang tidak boleh diangkat dan didiskusikan bersama-sama. Burakumin harusnya tidak dihilangkan, melainkan diluruskan sejarahnya. Skripsi ini mempunyai banyak kekurangan, baik dari segi isi, pemahaman konsep, penulisan dan analisis data. Bagi rekan-rekan yang ingin melanjutkan pembahasan tentang burakumin dapat melanjutkan pembahasan dengan melihat perubahan pola pikir masyarakat dalam memandang burakumin untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik. Universitas Sumatera Utara 13 BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI MASYARAKAT BURAKUMIN

2.1 Sejarah Burakumin

Kata sejarah menunjukkan perkembangan sesuatu dalam proses waktu. Oleh karena itu sejarah adalah sebuah metode Situmorang Hamzon 2011:5. Sejarah burakumin artinya adalah burakumin dalam proses waktu perkembangannya. Masyarakat Buraku sendiri merupakan perkembangan dari kaum terbuang Eta orang-orang kotor dan Hinin bukan manusia. Yang mana kaum Eta merupakan orang-orang yang memiliki pekerjaan yang dianggap kotor seperti menguliti hewan, penjagal hewan serta pengurus jenazah. Sementara Hinin adalah orang-orang yang berstatus rendah karena merupakan gelandangan atau mantan narapidana. Orang-orang tersebut terkucilkan oleh masyarakat luas. Istilah Eta sendiri muncul pertama kali pada Zaman Kamakura 1185- 1382. Pada masa itu kaum Eta adalah orang-orang yang bekerja pada pekerjaan yang dianggap kotor oleh masyarakat Jepang pada umumnya. Mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Jenis pekerjaan yang dilakukan adalah pembantaian binatang dan pembuangan bangkai, Kitaguchi dan Mclauchlan 1990:80. Onhuki dan Tierney 1986: 86 mengatakan, dalam jaman pertengahan istilah Hinin juga digunakan untuk mereka yang dengan sengaja memisahkan diri dari kehidupan sosial masyarakat. Yaitu para kriminalitas yang dikeluarkan dari kehidupan sosial, pengemis yang mengemis untuk kebutuhan ekonomi bukannya untuk agama, serta para biksu yang benar-benar meninggalakan kehidupan duniawi dan menolak kewajiban sosial seperti membayar pajak. Universitas Sumatera Utara 14 Adanya istilah burakumin tentu memiliki sejarah yang cukup panjang. Munculnya istilah ini didasari oleh kepercayaan Shinto dan Buddha yang berkembang di masyarakat Jepang. Jika merunut kembali sejarah munculnya kaum Buraku, maka kita akan kembali ke masa Prasejarah di Jepang. Setelah melewati Zaman Jomon, Jepang memasuki sebuah era dimana diduga adanya lompatan budaya, yaitu Zaman Yayoi. Hal ini dikarenakan mulai masuknya berbagai teknologi dari daratan China pada abad ke 3 masehi Situmorang Hamzon 2011:8. Tak hanya berbagai jenis kebutuhan pertanian, aliran kepercayaan di Jepang pun mulai masuk di zaman ini. Di bawah Pemerintahan Yamato, pada abad ke 6 Jepang sudah membuka hubungan dengan pemerintahan Korea dan China. Pada masa itu masuklah agama Buddha dan Konfuchu serta ilmu pengetahuan lainnya yang menjadi dasar imu pengetahuan bagi Jepang Situmurang Hamzon 2011:11. Agama Buddha yang masuk bercampur dengan kepercayaan asli bangsa Jepang, yaitu Shinto. Baik Buddha maupun Shinto percaya bahwa menghilangkan nyawa makhluk hidup, memakan daging, dan melakukan kontak langsung dengan darah dan kematian adalah kegiatan yang tidak suci atau kotor. Menurut Donoghue 1977:9-10 ketika agama Buddha masuk ke Jepang, masyarakat didominasi oleh kehidupan pertanian. Yang mana pekerjaan seperti penghibur dan pengrajin berada di kelas sosial terendah. Lalu dengan adanya ajaran Buddha, orang yang berhubungan dengan penyamakan hewan mulai dianggap tabu dan dipandang rendah. Pada tahun 701 terjadilah reformasi Taika yang mana pemerintahan mengikuti sistem dari China yang berpusat pada kerajaan. Pada masa ini Universitas Sumatera Utara 15 masyarakat Jepang terbagi dalam dua kelas. Yaitu Ryomin orang-orang baik dan bebas dan Senmin orang-orang miskin dan kelas rendah. Orang-orang Senmin inilah yang pada umumnya menjadi leluhur masyarakat buraku. Senmin terbagi lagi dalam lima golongan masyarakat berdasarkan pekerjaan, yaitu Ryoto penjaga makam , Kanko petani kerajaan, Kunuhi pelayan kerajaan, Shinuhi pelayan pribadi, dan Gunin pelayan kuil dan pribadi Shimahara 1971:15. Selain itu ada juga kelompok masyarakat Zakko yang merupakan semi- Senmin. Yaitu sekelompok masyarakat yang memiliki status sosial yang lebih tinggi. Zakko memiliki keahlian dalam bidang membuat pakaian dari kulit, membuat sepatu kulit, memproduksi senjata dan lain-lain. Selain Zakko, adapula kelompok masyarakat yang disebut dengan Etori. Kelompok masyarakat ini mengumpulkan elang dan anjing untuk keluarga kerajaan yang akan digunakan untuk berburu di Departemen of Falconry atau disebut dengan Takatsukasa yaitu olahraga berburu burung menggunakan elang. Inoue 1964:17 mengatakan jejak etimologi kaum Eta berasal dari kaum Etori. Dari Etori menjadi Eto lalu menjadi Eta. Pada tahun 860 Takatsuka dihapuskan yang juga di pengaruhi kepercayaan Buddha. Kaum Eta tidak lagi bekerja untuk megumpulkan elang dan anjing melainkan berganti menjadi penjual daging yang mana kegiatan utamanya adalah menjagal hewan. Ketika menjagal hewan menjadi hal yang ilegal para penjual daging ini menjadi dibenci dan dipandang rendah. Beberapa kaum Etori kehilangan pekerjaan dan pindah ke pemukiman yang sepi dan daerah pinggiran sungai. Dan beberapa yang ekstrim memilih untuk menjadi pengembara, pemburu, nelayan dan gelandangan. Selain melakukan tindak kriminal ada juga yang menjalani pekerjaan sebagai penghibur Universitas Sumatera Utara 16 dengan bernyanyi, menari dan melawak dari rumah ke rumah. Mereka semua tinggal di sekitaran sungai, desa yang kosong di sekitar kota. Masyarakat berkasta tinggi melarang kaum Eta untuk masuk ke daerah mareka. Pada Zaman Chusei 1192-1603 kelompok masyarakat senmin menjadi penting karena senmin menjadi pemasok peralatan perang bagi para Shogun yang merupakan penguasa pada masa ini. Orang-orang Senmin diperbolehkan masuk ke daerah keshogunan dan dibebaskan dari pajak sampai hampir setengah dari Zaman Chusei. Setelah perang kekuasaan yang menjadi tanda akhirnya jaman ini, banyak samurai yang kalah perang mengganti pekerjaan menjadi Senmin. Hal ini menyebabkan peningkatan yang tinggi pada jumlah Senmin. Ketika dalam masa perang, mereka ikut bertarung untuk pemerintahan feodal, ketika perang telah usai mereka menjadi pekerja rendah yang berhubungan dengan pengrajin tembikar, penyamak, membuat pakaian dari kulit, menggali lubang, dan bekerja di peternakan hewan. Maka bisa dikatakan bahwa buraku merupakan keturunan dari sebagian besar Senmin pada masa ini.

2.2 Burakumin Pada Masa Tokugawa dan Restorasi Meiji