Setelah mendapatkan inisiasi awal dengan metode RPW, maka langkah selanjutnya dalam metode Tabu Search yaitu membuat solusi pendekatan.
2. Membuat solusi pendekatan
Solusi pendekatan ditentukan berdasarkan jumlah work center, jumlah elemen kerja pada tiap work center, dan waktu standar masing-masing stasiun kerja.
Iterasi 0 dilakukan dengan mengikuti jumlah work center dari inisial awal yaitu sebanyak 6 work center, dan elemen kerja diurutkan berdasarkan keadaan aktual
pada perusahaan. Jumlah work center optimal dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut ini.
WC =
Tproduk Tmax
=
6985,25 1810
= 3,86 Maka pada iterasi dilakukan pengurangan jumlah work center sebanyak
satu persatu mendekati jumlah work center optimal. Pada iterasi 0, pembagian elemen kerja pada tiap work center dilakukan secara trial and error yang dapat
dilihat pada Tabel 5.18.
Tabel 5.19. Iterasi 0 Iterasi 0
Stasiun WC = 6
WS Jumlah Idle
Elemen Kegiatan
I 1
403 1089
877 2
686 II
3 872
872 1094
III 4
402 417
1549 5
15 IV
6 403
1089 877
7 686
V 8
872 1553
413
Tabel 5.19. Iterasi 0 Lanjutan Iterasi 0
Stasiun WC = 6
WS Jumlah Idle
Elemen Kegiatan
9 681
VI 10
1810
1966 11
37 12
25 13
13 14
5 15
8 16
5 17
10 18
53
Total 4810
Sumber: Pengolahan Data
Efesiensi lintasan dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini E
=
Tproduk Tmax x WC
=
6985,25 6 x 1966
= 59,22
Balance Delay dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini D
=
n. Sm- ∑ Si
nSm
× 100 =
6. 1966-
∑ 6985,25 6. 1966
× 100 = 40,78 Smoothing Index dapat dihitung dengan perhitungan dibawah ini.
SI = �
∑ �STi
max
-STi �
2 K
i=1
= �877²+1094²+1549²+877²+413²= 2303
Pada iterasi 0 diperoleh efesiensi lintasan yang lebih kecil dari metode RPW, dan smoothing index yang lebih besar. Oleh karena itu dilakukan kembali
iterasi. Perubahan pada iterasi selanjutnya adalah dengan mengurangi jumlah WC sebanyak 1, dengan perubahan dilakukan secara trial and error yaitu mengganti
elemen kerja pada WC I, WC II, WC III, dan WC IV yang terdapat pada iterasi 0. Hasil iterasi 1 dapat dilihat pada Tabel 5.20.
Tabel 5.20. Iterasi 1 Iterasi 1
Stasiun WC = 5
WS Jumlah Idle Elemen
Kegiatan
I 1
403 1961
5 2
686 3
872 II
4 402
417 1549
5 15
III 6
403 1089
877 7
686 IV
8 872
1553 413
9 681
V 10
1810
1966 11
37 12
25 13
13 14
5 15
8 16
5 17
10 18
53
Total 2844
Sumber: Pengolahan Data
Efesiensi lintasan dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini E
=
Tproduk Tmax x WC
=
6985,25 5 x 1966
= 71,06
Balance Delay dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini D
=
n. Sm- ∑ Si
nSm
× 100 =
5. 1966-
∑ 6985,25 5. 1966
× 100 = 28,94 Smoothing Index dapat dihitung dengan perhitungan dibawah ini.
SI = �
∑ �STi
max
-STi �
2 K
i=1
= �5²+1549²+877²+413²= 1827
Pada iterasi 1 efisiensi lintasan lebih tinggi dari iterasi 0 dan smoothing index yang juga lebih kecil, untuk itu dilakukan uji coba iterasi 2 untuk melihat apakah
Efesiensi dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, waktu idle yang dihasilkan pada iterasi 1 adalah 2844 detik, yaitu lebih kecil dari idle pada iterasi 0 2844 4810,
maka metode pada iterasi 1 dapat dilanjutkan ke iterasi 2. Pada iterasi 2, Elemen kerja yang diubah adalah pada WC I dengan cara trial and error. Hasil iterasi
dapat dilihat pada Tabel 5.21.
Tabel 5.21. Iterasi 2 Iterasi 2
Stasiun WC = 4
WS Jumlah
Idle Elemen
Kegiatan
I 1
403 2378
2 686
3 872
4 402
5 15
II 6
403 1089
1289 7
686 III
8 872
1553 825
9 681
IV 10
1810
1966 412
11 37
12 25
13 13
14 5
15 8
16 5
17 10
18 53
Total 2526
Sumber: Pengolahan Data
Efesiensi lintasan dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini E
=
Tproduk Tmax x WC
=
6985,25 4 x 2378
= 73,44
Balance Delay dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini D
=
n. Sm- ∑ Si
nSm
× 100 =
4. 2378-
∑ 6985,25 4. 2378
× 100 = 26,56 Smoothing Index dapat dihitung dengan perhitungan dibawah ini.
SI = �
∑ �STi
max
-STi �
2 K
i=1
= �1289²+825²+412²= 1585
Pada iterasi 2 efisiensi lintasan lebih tinggi dari iterasi 1, Jumlah work center optimal juga telah tercapai yaitu 4 work center. Waktu idle yang dihasilkan pada
iterasi 2 adalah 2526 detik, yaitu lebih kecil dari idle pada iterasi 1 2526 2844. Namun iterasi kembali dilakukan hingga dipenuhi aturan berhenti yaitu jumlah
waktu idle bertambah dan Efesiensi berkurang. Pada iterasi 3, Elemen kerja yang diubah adalah pada WC I, WC II, WC III, dan WC IV dengan cara trial and error
dengan pembagian elemen kerja dapat dilihat pada Tabel 5.22.
Tabel 5.22. Iterasi 3 Iterasi 3
Stasiun WC = 3
WS Jumlah
Idle Elemen
Kegiatan
I 1
403 2378
269 2
686 3
872 4
402 5
15 II
6 403
1961 686
7 686
8 872
III 9
681 2647
10 1810
Tabel 5.22. Iterasi 3 Lanjutan Iterasi 3
Stasiun WC = 3
WS Jumlah
Idle Elemen
Kegiatan
11 37
12 25
13 13
14 5
15 8
16 5
17 10
18 53
Total 955
Sumber: Pengolahan Data
Efesiensi lintasan dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini E
=
Tproduk Tmax x WC
=
6985,25 3 x 2647
= 87,96
Balance Delay dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini D
=
n. Sm- ∑ Si
nSm
× 100 =
3. 2647-
∑ 6985,25 3. 2
647
× 100 = 12,04 Smoothing Index dapat dihitung dengan perhitungan dibawah ini.
SI = �
∑ �STi
max
-STi �
2 K
i=1
= �269²+686²²= 737
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Theory of Constraint
Kendala yang terjadi pada perusahaan diidentifikasi menggunakan prinsip theory of constraint dengan menggunakan toolscurrent reality tree. Dari hasil
identifikasi terebut didapat bottleneck yang terjadi di beberapa elemen kegiatan produksi yaitu elemen kegiatan 12 penggerindaan, 13 pengeboran, dan 14
perakitan yang dapat dilihat pada Tabel 6.1. Penyebab kendala ini karena adanya ketidakseimbangan waktu proses tiap stasiun kerja dan perbedaan kapasitas
produksi tiap stasiun kerja. Selanjutnya ditentukan solusi sederhana dan praktis untuk mengatasi penyebab kendala yang sudah diidentifikasi pada langkah
selanjutnya. Solusi yang digunakan yaitu dengan melakukan penyeimbangan lintasan dengan algoritma Tabu Search.
Dari total waktu proses yang diperoleh, didapat elemen kegiatan yang bottleneck yang menandakan adanya ketidakseimbangan waktu proses pada lantai
produksi. Oleh karena itu dilakukan penyeimbangan lintasan menggunakan prinsip Theory of Constraints TOC dengan menggunakan Rank Positional
Weight RPW dan algoritma Tabu Search. Elemen kegiatan bottleneck dapat diidentifikasi berdasarkan selisih waktu yang yang tersedia dan waktu yang
dibutuhkan. Hasil perbandingan waktu yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Elemen Kegiatan Bottleneck
Elemen Kegiatan Waktu
yang Tersedia
menit Waktu yang
dibutuhkan menit
Selisih
proses pencacahan crumb rubber 24647,1
23797,2 849,9
proses pencampuran bahan 31316,6
30236,7 1079,9
proses pembuatan sheet 26007,0
25110,2 896,8
proses pencetakan tali sandal 13252,0
12368,5 883,5
proses pemilahan tali sandal 4648,5
4648,5 0,0
proses pencacahan crumb rubber 24705,1
23853,2 851,9
proses pencampuran bahan 31389,1
30306,7 1082,4
proses pembuatan sheet 25941,7
25047,2 894,5
proses pembuatan sponge 23849,8
23027,4 822,4
proses pendinginan 51367,9
49596,6 1771,3
proses pencetakanpemotongan 4414,5
4120,2 294,3
proses pemisahan 10876,9
10501,9 375,1
proses penggerindaan 4269,9
4598,3 -328,5
proses pelubanganbor 2926,6
3414,4 -487,8
proses perakitan 2512,4
3058,5 -546,2
proses pengemasan packing 3205,0
2991,3 213,7
Kemasan setengah lusin 3339,3
3116,6 222,6
kemasan 20 lusin 38937,5
36341,7 2595,8
Sumber: Pengolahan Data
Dari Tabel 6.1. terlihat bahwa total waktu yang dibutuhkan lebih besar dibandingkan total waktu yang tersedia sehingga menyebabkan adanya produk
work in process di lantai produksi yaitu pada elemen kegiatan penggerindaan, pengeboran, dan perakitan. Dari data tersebut maka dilakukan penyeimbangan
lintasan menggunakan Rank Positional Weight RPW untuk melihat apakah kendala sudah berhasil diatasi atau tidak berdasarkan nilai efisiensi lintasan. Hasil
penyeimbangan menghasilkan work centre sebanyak 6 buah yang dapat dilihat pada Gambar 6.1.
6 1
7 8
10 9
13 11
12 14
15 16
17 18
2 3
4 5
WC III
WC I WC VI
WC II WC IV
WC V
Sumber: Pengolahan Data
Gambar 6.1. Lintasan Menggunakan Metode Rank Posisitonal WeightRPW
6.2. Analisis Penyeimbangan Lintasan Produksi dengan Tabu Search
Berdasarkan prinsip theory of constraints, kendala yang ada berupa ketidakseimbangan lintasan dapat diatasi dengan beberapa tools. Tools yang
digunakan untuk hal ini yaitu algoritma Tabu Search. Algoritma Tabu Search menggunakan inisiasi awal yaitu menggunakan Rank Positional Weight.
Perbandingan dengan insial awal menunjukan bahwa metode Tabu Search adalah lebih baik, hal ini dapat dilihat dari pengurangan work center, peningkatan nilai
Efesiensi, dan penurunan nilai balance delay dan smoothing index. Berikut ini adalah susunan elemen kerja pada tiap workcenter hasil penyeimbangan lintasan
dengan metode Tabu Search, dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Hasil Tabu Search Stasiun
Elemen Kegiatan
WS Jumlah
Idle
I 1
403 2378
264 2
686 3
872 4
402 5
15 II
6 403
2642 7
686 8
872
Tabel 6.2. Hasil Tabu Search Lanjutan Stasiun
Elemen Kegiatan
WS Jumlah
Idle
9 681
III 10
1810
1966 676
11 37
12 25
13 13
14 5
15 8
16 5
17 10
18 53
Total 940
Sumber: Pengolahan Data
Berdasarkan hasil penyeimbangan lintasan menggunakan algoritma Tabu Search didapat jumlah work centre sebanyak 3 buah yang dapat dilihat pada
Gambar 6.2.. Berkurangnya jumlah work centre tentu akan menyebabkan penambahan beban kerja bagi tiap operator, hal tersebut dapat menyebabkan
operator mengalami peningkatan kelelahan.
6 1
7 8
10 9
13 11
12 14
15 16
17 18
2 3
4 5
WC I
WC II WC III
Sumber : Pengolahan Data
Gambar 6.2. Lintasan Menggunakan Algoritma Tabu Search
6.3. Analisis Parameter Perfomansi Penyeimbangan Lintasan
Parameter peroformansi digunakan untuk menentukan metode yang lebih baik untuk diterapkan pada perusahaan. Parameter performansi yang digunakan
adalah Efficiency Index EI. Perbandingan parameter hasil penyeimbangan lintasan inisial awal yaitu Rank Positional Weight RPW dan Tabu Search dapat
dilihat pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Perbandingan Parameter Metode
Jumlah WC
CT detik
Idle detik
Efesiensi SI
RPW 6
1810 3874
64,32 2028
Tabu Search 3
2642 940
88,13 726
Sumber: Pengolahan Data
Pada Tabel 6.3. dapat dilihat bahwa metode Tabu Search lebih baik dibandingkan dengan inisial awal metode RPW Rank Positional Weight dengan
peningkatan Efesiensi dapat dihitung dengan cara berikut ini. Index Efesiensi IE =
ETS ERPW
=
88,13 64,32
= 1,370 IE 1, maka dinyatakan metode Tabu Search terbukti lebih baik dibandingkan
metode RPW Rank Positional Weight sehingga perusahaan dapat mengimplementasikan rancangan usulan lintasan ini untuk meningkatkan efisiensi
lintasan dan prduksi yang optimum.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Perhitungan waktu proses menghasilkan elemen kegiatan yang mengalami bottleneck yaitu elemen kegiatan penggerindaan, pengeboran, dan perakitan.
2. Perhitungan waktu standar dengan stopwatch time studydan penyeimbangan
lintasan mengunakan metode Rank Positional Weight RPW menghasilkan work center sebanyak 6 work centre untuk keadaan awaldengan efesiensi
sebesar 64,32. 3.
Lintasan produksi dengan pendekatan heuruistik dengan menggunakan metode Tabu Search menghasilkan efesiensi lebih tinggi yaitu 88,13,
balance delay yang lebih baik yaitu 11,87, dan smoothing index sebesar 726 dengan jumlah work center sebanyak 3.
7.2. Saran
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Sebaiknya penelitian menghitung besarnya kelelahan dan biaya yang dikeluarkan apabila menambah operator atau peralatan.
2. Sebaiknya peneliti dan perusahaan bekerja sama untuk mengimplementasikan
usulan rancangan lintasan sehingga didapatkan produksi yang optimum.
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
PT. Garuda Mas Perkasa GMP adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pembuatan sandal karet yang dikenal dengan merk dagang Swallow,
terletak di Jalan Kolonel Yos Sudarso KM 6,5 Medan. PT. Garuda Mas Perkasa berdiri pada tahun 1984,awalnya perusahaan merupakan badan usaha yang
berbentuk UD dan memproduksi sepatu karet, hingga sekarang telah memiliki badan usaha dalam bentuk PT Perseroan Terbatas dan memproduksi lebih
banyak variasi sandal. PT. Garuda Mas Perkasa GMP mengolah bahan setengah jadi yaitu
Crumb Rubber menjadi produk jadi berupa sandal, Crumb Rubber diperoleh dari supplier tetap yaitu PTPN IV dan Bakrie. Hasil produksi sendiri dipasarkan untuk
daerah Medan, Semarang, Surabaya, dan Jakarta.
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
PT. Garuda Mas Perkasa memproduksi sandal yang terdiri dari bermacam-macam warna dan ukuran yaitu untuk ukuran 8,8½, 9, 9½, 10, dan
10½. Pada proses produksi PT. Garuda Mas Perkasa terbagi menjadi dua bagian yaitu proses produksi tali sandal dan tapak sandal. Gambar 2.1. merupakan salah
satu contoh produk sandal merek swallow yang banyak dijumpai di pasaran.
Gambar 2.1. Sandal Swallow
2.3. Lokasi Perusahaan
PT. Garuda Mas Perkasa berada di Jalan Kolonel Yos Sudarso KM 6,5 Kelurahan Pulo Brayan Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia.
2.4. Daerah Pemasaran
Proses pemasaran produk pada PT. Garuda Mas Perkasa dilakukan dengan menggunakan sistem distributor. Untuk wilayah pemasaran Sumatera
Bagian Utara berpusat di Medan dan untuk wilayah Jawa berpusat di Surabaya. Distributor akan memasarkan produk sandal ke berbagai daerah di Indonesia.
Beberapa distributor untuk wilayah pemasaran Jawa dan Bali yaitu: 1. Jakarta
Alamat distributor daerah Jakarta terletak di Jl. Kamal Raya No. 1 Tegal Alur, Cengkareng.
2. Semarang Alamat distributor daerah Semarang terletak di Jl. Sultan Abdul Rachman
Saleh No. 37. 3. Surabaya
Alamat distributor daerah Surabaya terletak di Pergudangan Kalianak Permai, Jl. Kalianak No. 75 Blok A15.
2.5. Proses Produksi
Proses produksi merupakan suatu cara dan metode untuk menciptakan atau memberikan nilai tambah terhadap suatu barang atau jasa dengan mengggunakan
sumber daya yang tersedia misalnya tenaga kerja, mesin, peralatan, bahan baku, dan lain-lain.
2.5.1. Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan untuk proses produksi sandal berupa bahan utama, bahan penolong dan bahan tambahan. Bahan-bahan tersebut secara rinci
dijelaskan sebagai berikut: 1.
Bahan Utama Bahan utama merupakan bahan yang terlibat secara langsung dalam proses
produksi dan mengalami perubahan sifat ataupun bentuk. Bahan baku yang digunakan pada PT Garuda Mas Perkasaadalah Crumb Rubber SIR 10 dan
SIR 3.