tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan fasilitas CTPS dengan kebiasaan CTPS.
Di ketahui dari hasil penelitian berdasarkan tabel 4.9 terdapat 38 orang 41,8 responden yang berhasil menerapkan CTPS dengan kesadaran sendiri
walaupun tidak ada program CTPS di desa Lolowua. Akan tetapi dalam Pedoman Pelaksanaan STBM tahun 2011, Indikator Pencapaian Cuci Tangan Pakai Sabun
yaitu setiap anggota keluarga cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu kritis dengan indikator keberhasilan 100 Kemenkes, 2011, sehingga pelaksanaan
Pilar kedua STBM di desa Lolowua tidak berhasil.
5.3.3 Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga PAMMRT
Pilar 3 STBM yaitu Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga belum dilaksanakan di desa Lolowua diketahui dari hasil wawancara responden
yang menyatakan bahwa program Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga tidak dilaksanakan di Desa Lolowua. Seperti yang telah di tuliskan
sebelumnya, bahwa Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan, Makanan dan Minuman Dinas Kesehatan Kabupaten Nias menyatakan bahwa hanya pilar
pertama yang di laksanakan di desa Lolowua. Penelitian tetap di lakukan untuk dapat mengetahui gambaran pelaksanaan
Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga di desa Lolowua. Mayoritas responden melaksanakan pengolahan air minum dan makanan dengan
baik, hal tersebut dapat dilihat ketika bahan baku air minum terlihat keruh maka masyarakat akan melakukan pengendapan secara alami atau dengan menyaring air
dengan kain yang bertujuan agar air terlihat jernih dan tidak kotor. Sejalan dengan Fardiaz 1992, yang menyatakan air bersih dikatakan memenuhi syarat fisik jika
Universitas Sumatera Utara
tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa. Warna air dapat terjadi karena adanya bahan-bahan terlarut. Air berbau bisa disebabkan adanya bahan-bahan kimia,
plankton, bahan organik dan mikroorganisme anaerobik yang ada didalam air. Air minum yang digunakan masyarakat Lolowua juga selalu diolah dengan
cara merebus air hingga mendidih untuk menghilangkan bibit penyakit. Hal ini sejalan dengan pedoman STBM pilar ketiga dimana Pengolahan air minum di
rumah tangga dilakukan untuk mendapatkan air dengan kualitas air minum. Air yang sudah diolah menjadi air minum disimpan dalam wadah tertutup
dan wadah air minum yang digunakan dibersihkan secara rutin minimal seminggu sekali. Hal ini sesuai dengan pedoman STBM pilar ketiga yang
menyatakan setelah pengolahan air, tahapan selanjutnya menyimpan air minum dengan aman untuk keperluan sehari-hari.
Makanan yang sudah disajikan selalu tertutup dan wadah makanan yang akan digunakan selalu bersih. Menurut Depkes RI 2003 bahwa Penyimpanan
makanan jadi harus memperhatikan suhu dan kelembaban sesuai dengan persyaratan jenis makanan dan cara penyimpanannya yang tertutup
.
Menurut Jeni yang dikutip oleh Purnawijayanti 2001, untuk menciptakan kondisi sanitasi yang
baik pada pengolahan makanan, perlu dilakukan pencucian peralatan yang digunakan. Hal ini harus dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa makanan dan
kemungkinan adanya mikroba yang melekat pada peralatan. Berdasarkan tabel 4.11 di ketahui bahwa 79 orang 86,8 responden
dengan kesadaran sendiri telah berhasil menerapkan pengelolaan air minum dan makanan dengan aman walaupun tidak ada program PAMMRT di desa Lolowua.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi Menurut Pedoman Pelaksanaan STBM tahun 2011, Indikator Pencapaian Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga yaitu:
a. Jumlah dan persentase rumah tangga melakukan pengelolaan air minum
dengan aman dengan indikator keberhasilan 100 b.
Jumlah dan persentase rumah tangga melakukan pengelolaan makanan yang aman dengan indikator keberhasilan 100 Kemenkes, 2011.
Meskipun mayoritas responden dapat melaksanakan pengelolaan air minum dan makanan dengan aman tetapi tidak seperti yang di harapkan dalam Pedoman
Pelaksanaan STBM tahun 2011, sehingga pelaksanaan pilar ketiga tidak berhasil.
5.3.4 Pengamanan Sampah Rumah Tangga PSRT