1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga diharapkan terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009. Pelaksanaan pembangunan kesehatan harus dilakukan secara berkesinambungan agar dapat meningkatkan
status kesehatan masyarakat. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya yang tersirat dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, pada awalnya hanya di titik beratkan pada upaya kuratif kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk
seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat
terpadu dan berkesinambungan. Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapat
perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa kondisi sanitasi di Indonesia masih relatif buruk dan jauh
tertinggal dari sektor-sektor pembangunan lainnya. Buruknya kondisi sanitasi ini berdampak negatif di aspek-aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas
lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya penyakit pada balita,
turunnya daya saing maupun citra kota hingga menurunnya perekonomian ditingkat daerah.
Universitas Sumatera Utara
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector
Development Program ISSDP tahun 2006, menunjukkan 47 masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.
Berdasarkan studi Basic Human Services BHS di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah i setelah buang air besar 12, ii
setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9, iii sebelum makan 14, iv sebelum memberi makan bayi 7, dan v sebelum menyiapkan makanan 6.
Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukkan 99,2 merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi
47,5 dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia. Kondisi
seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu
kejadian diare menurun 32 dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45 dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39
perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun
sebesar 94. Depkes RI, 2008. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM atau dikenal juga dengan nama
Community Lead Total Sanitation CLTS merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air
Universitas Sumatera Utara
minum dan sanitasi dasar berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals MDGs tahun 2015. Upaya sanitasi berdasarkan Peraturan
Mentri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2014 yang disebut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM yaitu meliputi Stop Buang Air Besar Sembarangan SBS,
Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga, Pengamanan Sampah Rumah Tangga, dan Pengamanan Limbah Cair Rumah
Tangga Kemenkes RI, 2014. STBM adalah pendekatan dengan proses fasilitasi yang sederhana yang
dapat merubah sikap lama, dimana kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat, dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman dan sehat
adalah kebutuhan alami manusia. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM diharapkan menimbulkan kesadaran bahwa sanitasi merupakan masalah bersama
karna dapat berdampak kepada semua masyarakat, sehingga pemecahan masalah harus dilakukan secara bersama.. Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat merupakan acuan dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, serta evaluasi yang terkait dengan sanitasi total berbasis masyarakat.
Sanitasi kesehatan tidak terlepas dari pada kebudayaan masyarakat. Dalam upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan
sosial budaya masyarakat. Untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan akan membawa hasil yang baik
bila prosesnya melalui pendekatan edukatif yaitu berusaha menimbulkan kesadaran pada masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dengan
memperhitungkan sosial budaya setempat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut penelitian Arianti, 2013 pengetahuan yang baik mengenai program STBM akan meningkatkan perilaku sanitasi masyarakat yang akan berdampak
pada menurunnya kejadian diare. Sejalan dengan penelitian Gunawan 2006 yang menyatakan pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan sanitasi
berbasis masyarakat memiliki hubungan terhadap kejadian diare. Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi
dengan menetapkan Open Defecation Free dan peningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional RPJMN Tahun 2004 –2009. Hal ini sejalan dengan
komitmen pemerintah dalam mencapai target Millennium Development Goals MDGs tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar
secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses. Menyadari hal tersebut, pemerintah telah melaksanakan
beberapa kegiatan, antara lain melakukan uji coba implementasi Community Led Total Sanitation CLTS di 6 Kabupaten pada tahun 2005, dilanjutkan dengan
pencanangan gerakan sanitasi total oleh Mentri Kesehatan pada tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan kampanye cuci tangan secara nasional oleh
Menko Kesra bersama Mendiknas dan Meneg Pemberdayaan Perempuan tahun 2007.
Sebagai tindak lanjut dilakukan replikasi CLTS di berbagai lokasi oleh berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang menghasilkan
perubahan perilaku buang air besar disembarang tempat, sehingga pada tahun 2006 sebanyak 160 desa telah ODF dan tahun 2007 mencapai 500 desa Depkes
RI, 2007. Data terbaru SHAW menunjukkan bahwa hingga akhir 2013 sebanyak
Universitas Sumatera Utara
446 desa binaan program SHAW telah melakukan deklarasi STBM 5 pilar. Seperti diketahui dalam menjalankan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
STBM SHAW bekerja sama dengan lima mitra yaitu CD Bethesda, Plan Indonesia, Yayasan Rumsram, Yayasan Dian Desa, dan Yayasan Masyarakat
Peduli. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mencapai target ialah dengan melakukan pendampingan intensif kepada desa-desa yang sudah mendapat
pemicuan diawal Artikel STBM, 2014. Salah satu desa yang telah mendeklarasikan diri sebagai desa yang telah berhasil melaksanakan lima pilar
STBM adalah desa Renduwawo Kabupaten Nagekeo Propinsi Nusa Tenggara Timur Pos Kupang, 2014.
Pendekatan STBM telah di laksanakan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias yaitu di Kecamatan Hiliserangkai di desa Lolowua sebagai desa
contoh STBM sejak tahun 2013. Mayoritas masyarakat di kecamatan tersebut bekerja sebagai petani dan masih berpenghasilan dibawah rata-rata, tingkat
kesejahteraan masyarakat disana masih belum masuk kategori sejahtera. Indikasi tersebut disebabkan karena total pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran untuk
konsumsi dan biaya produksi yang dikeluarkan oleh setiap rumah tangga lebih besar dari pendapatan. Hal ini juga dapat memicu lemahnya kesanggupan
masyarakat untuk memenuhi kondisi sanitasi. Kondisi sanitasi dasar masyarakat di Kecamatan Hiliserangkai masih
memprihatinkan. Masih ada masyarakat yang buang air besar secara terbuka seperti di kebun, selokan, sungai, dan disembarang tempat lainnya. Hal ini tentu
merupakan sumber penularan penyakit bagi masyarakat dan sangat mengganggu dari segi estetika akibat bau yang ditimbulkan, selain itu masih ditemukan rumah
Universitas Sumatera Utara
dan lingkungan sekitarnya yang tidak memenuhi syarat kesehatan, tidak ada saluran pembuangan air limbah dan perilaku kebiasaan membuang sampah
sembarangan. Pemicuan STBM yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan di desa Lolowua
masih diutamakan pada pilar pertama yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan SBS, tetapi pada penelitian skripsi ini peneliti juga membahas empat pilar
lainnya yaitu Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga, Pengamanan Sampah Rumah Tangga serta Pengamanan Limbah
Cair Rumah Tangga. Pemantauan lima pilar ini diharapkan dapat mengetahui pencapaian keberhasilan Program STBM di masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah