Dampak Panen Raya Terhadap Nilai Tukar Petani

53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Dampak Panen Raya Terhadap Nilai Tukar Petani

Dengan menggunakan konsep perhitungan Nilai Tukar Petani NTP terhadap variabel-variabel sampel, berikut ini diuraikan hasil kalkulasi NTP di daerah penelitian. Tabel 12. Hasil kalkulasi Nilai Tukar Petani Non Panen Raya Sumber : Data Primer Diolah dari Lampiran 5 Sampel NTP Sampel NTP Sampel NTP Sampel NTP 1 56,63 27 96,52 53 127,17 79 196,19 2 65,76 28 82,96 54 80,45 80 172,27 3 33,52 29 20,92 55 14,80 81 49,00 4 29,66 30 47,56 56 6,99 82 42,46 5 41,75 31 55,23 57 26,73 83 91,21 6 47,84 32 70,49 58 29,78 84 74,45 7 115,05 33 72,91 59 14,40 85 111,86 8 39,74 34 75,74 60 15,14 86 137,31 9 35,75 35 80,52 61 66,52 87 154,73 10 25,55 36 127,99 62 16,07 88 173,79 11 49,79 37 91,68 63 27,65 89 141,67 12 58,92 38 32,99 64 44,72 90 87,31 13 80,09 39 8,16 65 64,15 91 94,76 14 26,13 40 97,06 66 29,37 92 133,92 15 16,83 41 15,84 67 37,54 93 79,10 16 51,65 42 23,44 68 82,67 94 97,77 17 26,27 43 58,41 69 85,30 95 173,12 18 70,20 44 48,62 70 48,83 96 56,46 19 28,10 45 35,48 71 102,91 97 73,85 20 19,50 46 23,53 72 110,08 98 53,13 21 49,04 47 35,51 73 105,10 22 32,01 48 58,12 74 152,09 23 38,61 49 30,35 75 37,27 24 64,86 50 73,94 76 39,04 25 51,64 51 100,27 77 31,16 26 49,01 52 109,50 78 47,55 Rata-Rata 65,46 Universitas Sumatera Utara Tabel 13. Hasil Kalkulasi Nilai Tukar Petani Pada Saat Panen Raya Sampel NTP Sampel NTP Sampel NTP Sampel NTP 1 49,08 27 82,04 53 112,03 79 145,18 2 43,84 28 62,22 54 56,31 80 147,10 3 26,07 29 18,59 55 13,84 81 38,11 4 19,78 30 38,56 56 5,24 82 30,72 5 29,69 31 51,09 57 22,27 83 82,09 6 41,86 32 46,99 58 20,10 84 62,87 7 86,87 33 60,41 59 10,80 85 85,01 8 30,63 34 63,12 60 12,62 86 98,08 9 33,07 35 76,69 61 48,51 87 123,78 10 21,01 36 115,19 62 13,77 88 107,23 11 40,94 37 76,40 63 18,83 89 105,50 12 48,45 38 26,54 64 39,56 90 54,57 13 53,39 39 7,14 65 52,37 91 87,18 14 18,58 40 87,82 66 26,97 92 104,16 15 16,16 41 11,79 67 30,03 93 63,99 16 39,00 42 21,72 68 76,31 94 82,13 17 21,60 43 45,43 69 75,45 95 153,88 18 42,98 44 43,27 70 43,41 96 53,63 19 21,86 45 31,58 71 92,62 97 56,93 20 15,52 46 17,77 72 81,98 98 47,82 21 30,65 47 29,98 73 85,39 22 24,89 48 53,76 74 145,62 23 29,34 49 22,60 75 33,50 24 55,59 50 65,80 76 24,03 25 34,86 51 90,13 77 28,62 26 44,35 52 93,50 78 45,65 Rata-Rata 53,12 Sumber : Data PrimerDiolah dari Lampiran 5 Kecamatan Hamparan Perak terdiri dari 20 Desa, dari enam desa sampel ada beberapa daerah yang panen diwaktu bersamaan, dalam artian bulan panen sama dan berdekatan. Dibulan April Desa Paya Bakung, Bulu Cina, dan beberapa lahan di Tandam Hilir II mengalami panen. Di akhir bulan Maret memasuki bulan April, desa Tandam Hilir II dan Paluh Kurau juga mengalami panen. Sedangkan dibulan Februari Desa Kota Datar, Paluh Manan, Paluh Kurau mengalami panen. Dibulan September Desa Paya Bakung, Desa bulu Cina, Desa Paluh Manan mengalami Universitas Sumatera Utara panen bersama. Sehingga dari bulan Maret hingga April padi melimpah melimpah, dan hal yang sama terjadi dibulan September. Jika terjadi panen bersama, atau jika petani memanen padi belakangan akan mendapatkan harga gabah yang rendah dan berbeda tiap petani. Hal ini menurunkan NTP seperti pada tabel diatas. Panen raya akan menurunkan NTP petani, karena panen raya menyebabkan penurunan harga gabah sehingga penerimaan petani menurun, hal ini sesuai literatur Tjetjep Nurasa dan Muchjidin Rachmat 2013 yang menyatakan bahwa NTP paling rendah terjadi pada saat masa panen melimpahdan harga padi terendah sehingga penting menjaga efektivitas kebijakan harga dasar gabah dalam rangka menjaga stabilitas harga jual padi petani. Berikut disajikan tabulasipenggolongan besarnya NTP di daerah penelitian: Tabel 14. Tabulasi Nilai Tukar Petani Non Panen Raya No NTP Jumlah RT Persentase 1 50 46 47 2 51NTP75,5 20 20,4 3 75,5NTP90 8 8,16 4 90NTP100 6 6,12 5 100 18 18,36 Jumlah 98 100 Sumber: Data Primer Diolah dari Lampiran 6 Tabel 15. Tabulasi Nilai Tukar Petani Saat panen raya No NTP Jumlah RT Persentase 1 50 56 57,2 2 51NTP75,5 16 16,3 3 75,5NTP90 12 12,2 4 90NTP100 4 4 5 100 10 10,2 Jumlah 98 100 Sumber: Data Primer Diolah dari Lampiran 7 Universitas Sumatera Utara Di daerah penelitian pada saat panen raya rata-rata NTP sebesar 53,12 sedangkan sebelum panen raya, rata-rata NTP sebesar 65,46 . Angka ini turun sebesar 12,34 dari NTP sebelum panen raya. Jika di persentasekan mengalami penurunan sebesar 18,8. Tentunya penurunan harga gabah ini menyebabkan penurunan NTP secara keseluruhan. Akibatnya 18 petani sebelumnya yang tergolong sejahtera jika dilihat dari NTP nya menjadi 10 petani pada saat panen raya. Berdasarkan tabel 13terdapat 18,36 petani yang memiliki NTP diatas 100 sebelum panen raya artinya, petani mengalami surplus dari hasil usahatani padinya. Indeks terima petani lebih besar dari indeks bayar petani. Dengan demikian petani yang memiliki NTP diatas 100 dapat dikatakan sejahtera. Jumlah petani yang berada pada NTP lebih besar 100 sebanyak 18 petani, sehingga ke 18 petani ini lebih sejahtera dibanding petani lainnya. Jumlah ini tergolong sangat sedikit jika dilihat dari jumlah petani keseluruhan, sehingga petani di kecamatan hamparan perak masih jauh dari kesejahteraan. Indeks terima petani dihitung dari penerimaan petani dari usahatani padi yang diusahakan rumahtangga tani tersebut. Sedangkan indeks bayar dihitung dari pengeluaran pangan atau bahan makanan kebutuhan makanan harian termasuk bahan makanan pokok, papan peralatan rumah tangga, listrik, LPG, sabun, sandang pakaian, sandal, sepatu, aneka barang dan jasa pendidikan, kesehatan, kosmetik, transportasi,komunikasi dan biaya produksi usahatani benih, tenaga kerja, pupuk,pestisida. Universitas Sumatera Utara Akan tetapi saat panen raya dapat dilihat hanya 10,2 petani yang memiliki NTP diatas 100 artinya, petani mengalami surplus dari hasil usahatani padinya. Indeks terima petani lebih besar dari indeks bayar petani. Dengan demikian petani yang memiliki NTP diatas 100 dapat dikatakan sejahtera. Jumlah petani yang berada pada NTP lebih besar 100 sebanyak 10 petani, sehingga ke 10 petani ini lebih sejahtera dibanding petani lainnya meski saat panen raya. Jumlah petani dengan NTP diatas 100 ini berkurang akibat panen raya, semula berjumlah 18 petani menjadi 10 petani. Sehingga dapat dikatakan panen raya menurunkan kesejahteraan petani dilihat dari NTP. Ada beberapa permasalahan yang dihadapi petani sehingga dapat mempengaruhi Nilai Tukat Petani itu sendiri. 1. Harga Gabah Yang Rendah Harga gabah mempengaruhi besar kecilnya penerimaan petani. Semakin tinggi garga gabah jika dibarengi dengan produksi yang tinggi akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar. Di daerah penelitian harga gabah berbeda beda, namun secara keseluruhan harga Gabah Kering Panen GKP berkisar antara Rp 3.000,-Kg sampai Rp 5.000,-Kg. Ada dua siklus panen yang dialami petani sehingga harga yang diterima petani berbeda. Jika petani melakukan panen lebih awal, artinya sebelum secara keseluruhan panen, atau masih beberapa di desa tersebut yang panen, petani menerima harga lebih mahal. Dapat mencapai Rp 4.800,-Kg hingga Rp 5.000,-Kg. Namun hal lain bisa terjadi, jika petani panen belakangan, artinya petani panen pada saat padi mulai melimpah di desa, petani menerima harga lebih murah Universitas Sumatera Utara berkisar Rp 3.000,-Kg hingga Rp 3.500,-Kg. Semakin terlambat petani panen atau semakin petani belakangan panen, harga yang ia terima akan lebih murah, karena agen sudah membeli banyak padi dari petani. Sehingga petani menjual lebih murah padinya kepada agen atau kilang padi setempat. Bahkan jika padi sudah sangat melimpah agen atau kilang padi tidak akan membeli dari masyarakat, dan jika dibelipun dengan harga yang sangat murah. Akibatnya mau tidak mau, petani harus menjual padinya dengan harga seadanya, guna memperoleh uang untuk membayar kembali biaya produksinya, pinjaman, ataupun hutangnya. Alasan lain hal itu dilakukan petani karena jika disimpan dalam waktu yang lama dalam keadaan lembab, padi akan berkecambah dan rusak. Petani hanya menjemur padi yang hendak dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu hingga ia panen kembali. Bahkan ada beberapa petani menjual lebih banyak padinya untuk menutupi pinjaman biaya usahataninya tersebut, akibatnya petani membeli beras dengan harga yang tinggi sebelum panen kembali. 2. Frekuensi Tanam Yang Hanya Sekali Kecamatan hamparan perak secara umum adalah sawah tadah hujan. Luas areal sawah tadah hujan di kecamatan ini 4.594 ha, sedangkan sawah irigasi seluas 2.451 ha. Pada sawah tadah hujan, petani hanya bisa menanam padi sekali dalam setahun. Hal ini dikarenakan petani hanya bisa mulai turun sawah pada saat bulan hujan, yaitu antara bulan Agustus hingga bulan Desember. Sehingga rata rata petani yang memiliki sawah dengan sistem sawah tadah hujan akan panen antara bulan Maret dan Februari. Produktivitas padi di lahan sawah tadah hujan lebih rendah dibanding lahan sawah irigasi. Dalam satu ha petani hanya mendapatkan Universitas Sumatera Utara 3.000 kg gabah, sehingga produktivitasnya hanya 3 tonha.jumlah yang sangat jauh berbeda dari produktivitas padi sawah irigasi yaitu sebesar 5 tonha. Hal ini menyebabkan penerimaan pertahun petani lebih sedikit di bandingkan sawah irigasi. Waktu yang dipakai petani mulai dari turun sawah hingga panen selesai memerlukan waktu kurang lebih 6 bulan. Sisanya petani tidak lagi mengelola sawah miliknya dan membiarkan lahan sawah vakum. Petani tidak menanam apapun dilahannya, karena tidak ada perkiraan yang pasti akan hari hujan. Jika ditanami kacang-kacangan, pada saat hari hujan lahan sawah akan banjir dan penuh yang menyebabkan kerugian besar bagi petani. Dan jika pun tidak hujan, lahan akan kekeringan, jika tidak turun hujan yang mengakibatkan tanaman sulit tumbuh bahkan mati. Tidak adanya irigasi dan drainase membuat petani tidak berani mengambil keputusan menanam lahannya selain padi, karena khawatir akan mengalami kerugian. Beberapa lahan di desa kecamatan hamparan perak berbentuk seperti kuali, sehingga tidak bisa jikapun dibuat drainase menurut beberapa warga desa. Selain itu ada beberapa lahan yang juga bermasalah selalu tergenag air, atau basah. Di beberapa bagian tertentu dari sawah tersebut sangat dalam, bahkan satu pinggang orang dewasa sehingga tidak bisa ditanami. 3. Resiko Banjir Dan Kekeringan Seperti diungakpkan sebelumnya, resiko petani kebanjiran atau kekeringan besar adanya. Beberapa warga mengaku pernah mengalami gagal panen akibat kebanjiran. Tidak hanya lahan sawah tadah hujan, persawahan di desa bluh cina Universitas Sumatera Utara juga rentan banjir. Adanya tembok pemisah antara sungai dengan persawahan warga menjadikan petani beresiko kebanjiran. Jika hujan lebat, sering sekali tembok tersebut jebol dan airnya meluap ke persawahan warga, akibatnya sawah terendam banjir. Jika padi sudah berbulir akan menyebabkan petani gagal panen, namun jika padi belum berbuah ada kemungkinan petani masih dapat memanen usahataninya. Tidak hanya ancaman banjir dan kekeringan, beberapa petani juga mngeluhkan serangan tikus, dan keringnya lahan pertanian akibat banyaknya perkebunan kelapa sawit masyarakat di sekitar sawah warga. Akhir akhir ini banyak warga yang menanam kelapa sawit, namun hal ini menyebabkan banyaknya tikus masuk sawah petani, dan lahan sawah kering sehingga beberapa mereka mengalami penurunan produksi yang drastis. 4. Tidak Ada Stabilisasi Gabah Dan Beras Di Daerah Penelitian Stabilisasi harga gabah di setiap daerah sangat perlu. Hal ini bertujuan menghindari harga gabah yang rendah pada saat panen raya, dan naiknya harga beras pada musim paceklik. Campur tangan pemerintah perlu dalam stabilisasi supply dan demand padi di setiap daerah. Perum BULOG biasanya bertanggungjawab dalam pembelian gabah berlebih dari masyarakat fungsi demand dan penjualan beras RASKIN fungsi supply dari masayarakt. Disetiap desa sampel yang dipilih, peran PERUM BULOG sampai saat ini hanya melakukan fungsi supply, yaitu menyalurkan beras dengan harga yang lebih murah atau dikenal dengan istilah RASKINBeras Miskin. Namun membeli Universitas Sumatera Utara gabah dari petani tidak pernah ada. Akibatnya petani sering sekali menerima harga gabah yang sangat rendah. 5. Tidak Ada Irigasi Tidak ada irigasi di beberapa persawahan warga membuat petani tidak bisa menanan komoditas lain selain padi. Akibatnya penerimaan petani dari jenis usahatani lain tidak ada, sehingga penerimaan petani lebih rendah dibanding petani sawah irigasi, sehingga NTP petani rendah. 6. Jalan Lintas Desa Rusak Parah Lokasi persawahan dan perumahan petani berada jauh dari kecamatan. Semua daerah yang memeiliki areal persawahan yang luas juga jauh dari kota. Jalan lintas setiap desa sampel semua rusak parah, kecuali desa Bluh Cina. Hamparan sawah terluas di kecamatan berada di daerah antara Kota datardan Paluh kurau, yang jalan menuju lokasi ini berbatu, dan berlubang serta sangat jauh. Hal ini menyebabkan sedikitnya agen yang datang membeli gabah dari petani. Adapun beberapa diantara mereka membebankan ongkos transport, serta biaya kerusakan kendaraan yang dimungkinkan kepada petani yang menyebabkan harga gabah yang rendah di tingkat petani. Hal ini diperparah jika terjadi panen bersama-sama oleh petani. Di setiap desa petani memang ada kilang padi, desa Paya bakung terdapat 5 kilang padi, desa Bluh Cina 4 kilang padi, desa Tandam Hilir 10 kilang padi, desa Kota Datar 9 kilang padi, desa Paluh Manan 3 kilang padi dan 4 kilang padi di desa Paluh kurau. Kilang padi biasanya membeli gabah dari petani, namun jika padi sudah melimpah, kilang padi hanya membeli dengan harga yang murah Universitas Sumatera Utara bahkan tidak membeli sama sekali. Di saat seperti inilah peran pemerintah sangat dibutuhkan petani. 7. Harga Barang Konsumsi Harga barang kebutuhan petani termasuk konsumsi bahan makanan, dan makanan menentukan besar kecilnya pengeluaran petani. Saat it petani rendah, untuk menyeimabangkan daya beli petani harus diseimbangi dengan ib petani yang menurun pula. Pada kenyataannya saat it petani rendah, ib petani tetap bahkan lebih besar, akibatnya NTP petani rendah. Jauhnya lokasi dari kecamatan membuat biaya pengeluaran untuk pendidikan lebih mahal. Seperti ongkos dan biaya transport anak sekolah yang dikeluarkan petani. Besarnya pengeluaran petani untuk bensin juga sangat besar, akibat jarak desa yang jauh dari kota, dan jarak rumah petani yang relatif jauh dari lokasi usahataninya. 8. Sistem Upah Dan Kepemilikan Lahan Yang Rendah Dalam melakukan usahataninya petani melakukan mengeluarkan biaya produksi seperti pengadaan bibit, tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan biaya sewa lahan. Kepemilikian lahan di daerah penelitian rendah seperti sudah dipaparkan sebelumnya. Pengeluaran petani akan semakin besar jika petani menyewa sawah yang dikelolanya. Biaya sewa dengan sistem tadah hujan dan sawah irigasi sama yaitu sebesar Rp 100.0000,-RanteTahun. Karena sawah tadah hujan hanya bisa ditanami sekali setahun membuat biaya yang petani keluarkan untuk sewa lebih mahal, hal ini menyebabkan NTP di daerah sawah tadah hujan lebih rendah juga. Banyak petani yang hampir seluruhnya menggunakan tenaga kerja luar keluarga dalam usahataninya. Petani mengeluarkan upah pengolahan lahan sebesar Rp Universitas Sumatera Utara 40.000,-rante atau disebut petani biaya jetor. Upah penanaman Rp 40.000,-rante, penyiangan Rp 60.000,-hari, serta sistem panen dengan perbandingan 10:2 atau 5:1. Artinya jika petani memperoleh 3000 kg, maka upah yang dikeluarkan untuk pemanen sekitar 500 kg gabah bersih. Sitem upah panen di kecamatan ini dikenal dengan istilah rebon, buruh berkelompok akan memanen padi hingga menjadi gabah bersih dan diantar kerumah petani. Jika jarak lokasi sawah lebih dari 4 km dari rumah petani, petani akan dikenakan biaya transport Rp 6.000,-Goni7kaleng70 kg. Sistem rebon ini berbeda-beda di tiap daerah. Bahkan bebrapa petani dalam satu desa menerima perbandingan rebon yang berbeda. Ragam perbandingan upah panen yang diterima petani 12:2, 10:2, 20:3, dan 10:1,5. Namun pada umumnya petani menerima perbandingan 12:2. Ini mempengaruhi biaya panen yang dikeluarkan petani sehingga pengeluaran untuk usahataninya semakin besar yang dapat menurunkan NTP. Petani di kecamatan Hamparan Perak memiliki banyak pekerjaan sampingan. Hal itulah yang menjadikan mereka tetap dapat memenuhi pengeluarannya meski penerimaan dari usahataninya rendah. Dibawah ini diuraikan hal-hal yang dilakukan petani untuk membiayai kebutuhan rumahtangganya meskipun NTP sangat rendah. 1. Petani Memiliki Pekerjaan Sampingan Bertanam padi merupakan pekerjaan utama keluargatani di daerah penelitian, namun luas lahan yang rendah,serta panen sekalitahun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Selain bertanam padi, beberapa petani menjadi buruh Universitas Sumatera Utara tani, pedagang, ternak kambing, ternak ayam, penjahit, buruh harian perkebunan tebu pada saat panen, guru mengaji, dan mengupas pinang. Pekerjaan seperti ini disebut petani dengan istilah “mocok-mocok”. Artinya pekerjaan halal apapun dapat dilakukan untuk menghasilkan uang. 2. Sistem Pinjam Biaya Produksi Untuk memenuhi sarana produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, petani dapat meminjam uang baik pada tetangga, agen, dan kilang padi. Sehingga saat petani panen, hasil panen akan segera dijual untuk membayar kembali pinjaman biaya produksi. Hal lain yang menyebabkan mahalnya biaya produksi ada tidaknya pupuk bersubsidi. Beberapa petani sering tidak mendapatkan pupuk sunsidi, namun beberapa diantaranya memperoleh pupuk subsidi. Hal ini dapat mempengaruhi NTP. 3. Sistem Hutang Kebutuhan Rumahtangga Beberapa petani melakukan pinjaman selama jangka waktu tertentu, mulai dari kebtuhan pokok, bahkan pinjaman uang untuk pendidikan di warung desa. Saat petani panen hutang akan dibayar dan begitu seterusnya. Petani menyebut hal ini dengan istilah “tutup lubang kali lubang”. 4. KreditPakaian, dan Alat Rumahtangga Karena desa petani jauh dari kota, banyak kreditur yangdatang ke desa. Kreditur pakaian hanya membebankan petani dengan angsuran Rp 5.000,-minggu. Hal ini memberikan petani kemudahan dalam memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Universitas Sumatera Utara 5.1.1 Hasil Uji Perbedaan NTP Non panen raya danPanen Raya Tabel 16. Hasil Output SPSS Uji Beda Rata-Rata Paired Sampel Nilai Tukar Petani Non Panen Raya dan Panen Raya Uraian Mean t Df Signifikansi NTP non panen raya dan Panen Raya 2,34194 11,091 97 0,000 Sumber: Hasil Output SPSS Diolah Dari hasil SPSS diperoleh bahwa nilai signifikansi sebesar 0,00, nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga nilai signifikan P – Value 0,05 ; maka H 1 diterima. Artinya ada perbedaan yang nyata antara NTP petani padi non panen raya dan panen raya. Hasil ini diperoleh dengan Confidence interval 95. Nilai t hitung diperoleh sebesar 11,09, nilai ini lebih besar dari t tabel pada df 97 adalah 1,66 sehingga Jika t hitung t tabel ; maka H 1 diterima, ada perbedaan yang nyata antara NTP petani padi non panen raya dan panen raya. Atau dapat disimpulkan bawa NTP pada saat panen raya lebih rendah dari pada non panen raya. Sesuai pembahasan sebelumnya perbedaan rata-rata NTP non panen raya dan panen raya sebesar 12,34. Penurunan ini akibat menurunnya harga gabah tetapi jumlah produksi padi petani tetap. Sesuai literatur Sunanto 2008, Rendahnya kenaikan nilai tukar tersebut antara lain disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah mengenai penetapan harga dasar floor price atau HPP gabahberas yang selalu rendah.

5.2 Pola Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Petani