Memudarnya Sitem Kerja Bearian Pada Petani Padi Etnis Banjar(Di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

(1)

MEMUDARNYA SISTEM KERJA BEARIAN PADA PETANI

PADI ETNIS BANJAR

(Di Desa Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli

Serdang Sumatera Utara)

SKRIPSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Oleh :

ROHANA

100901008

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

ABSTRACT

Mutual cooperation in Indonesia is a strong tradition of local wisdom relation to rural communities. Rural communities characterized by a high sense of solidarity and kinship ties are strong, which is called the mechanical society. In a village there is also a tradition of local knowledge, such as rice farmers working system bearian ethnic Banjar. Its rate of growth of globalization in various fields, especially in agriculture are very influential and have a major impact on farming in the processing of land. Where traditional farmers with a strong tradition of local wisdom, as the times to be fading. As waning system bearian work on ethnic rice farmers in the village of Banjar Kota Datar. This working system has been carried out by early farmers until now, which is in the process or processes of land with a working system based bearian mutual cooperation, namely in doing bearian there are groups who are not in its specified number of farmers in the group. System bearian work done by means of alternating in doing work in paddy fields such as clearing land and ditches for drainage, planting rice seeds, grass or weed and harvest rice. However, currently only done in working bearian rice seed planting and harvesting. However, the current system has many bearian work on the left by rice farmers ethnic Banjar. The purpose of this study was to determine why the system waning

bearian work on the Banjar ethnic rice farmers. This type of research used in this study

was a descriptive study using a qualitative approach. Where this study aims to explain the phenomenon in a society in more depth could be found in the field. Data was collected by observation, interview, and literature study. The results showed that the dissipation system bearian working on rice farmers in the village of Banjar ethnic Kota Datar still done by some of the poor and middle peasants, farmers reasoned apart because it was used long ago, also can save capital to farm and can reinforce a sense of brotherhood or braid rope relationship between ethnic Banjar fellow farmers. Besides tradition bearian

not only faded, but this tradition is almost extinct, because ethnic rice farmers are leaving the Banjar has a lot of this tradition with a wide variety of reasons, especially because of the growing paddy fields, modernization of technology adoption, commercialization of the wage system and to accelerate the workings of doing work in the paddy field rice farmers. This happens not only in the upper middle class farmers, but also the medium farmers. Patani - these farmers leave bearian tradition because of the way his work is slow and tired in a way that turns the system work. This is a phenomenon changes the mechanical society into an organic community, because of changes in the behavior of a solid into individualist.


(3)

ABSTRAK

Gotong royong di Indonesia merupakan suatu Sistem Kerja kearifan lokal yang erat kaitannya pada masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan memiliki ciri khas dengan rasa solidaritas tinggi dan ikatan tali persaudaraan yang kuat yang sebut dengan masyarakat mekanik. Dalam suatu Desa juga terdapat Sistem Kerja kearifan lokal, seperti Sistem Kerja bearian petani padi etnis Banjar. Laju nya perkembangan arus globalisasi dalam berbagai bidang, terutama pada bidang agrikultur sangat berpengruh dan berdampak besar pada pola pertanian dalam mengolah lahan. Dimana petani Sistem Kerjaonal yang kental dengan Sistem Kerja kearifan lokalnya, seiring perkembangan zaman semakin memudar. Seperti memudarnya Sistem Kerja bearian pada petani padi etnis Banjar yang ada di Desa Kota Datar. Sistem Kerja ini sudah dilakukan oleh petani terdahulu hingga sekarang, yang dalam pengerjaannya atau mengolah lahan dengan Sistem Kerja bearian yang berbasis gotong royong, yaitu dalam mengerjakan bearian terdapat kelompok yang tidak di tentukan jumlah petani nya dalam suatu kelompok tersebut. Sitem kerja bearian di lakukan dengan cara bergantian dalam mengerjakan pekerjaan di lahan sawah seperti membersihkan lahan dan parit untuk saluran air, menanam benih padi, membersihkan rumput atau gulma dan memanen padi. Akan tetapi saat ini bearian hanya dilakukan dalam mengerjakan menanam benih padi dan memanen. Namun saat ini Sistem Kerja bearian telah banyak di tinggalkan oleh petani padi etnis banjar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa memudarnya Sistem Kerja bearian pada petani padi etnis Banjar tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Dimana penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena dalam suatu masyarakat secara lebih mendalam yang di temukan dilapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa memudarnya Sistem Kerja bearian pada petani padi etnis Banjar di Desa Kota Datar masih di lakukan oleh beberapa petani miskin dan menengah, petani ini beralasan selain karena sudah terbiasa sejak dahulu, juga dapat mengirit modal bertani serta dapat menguatkan rasa persaudaraan atau menjalin tali silaturahmi antar sesama petani etnis Banjar. Selain itu Sistem Kerja bearian bukan hanya semakin memudar, akan tetapi Sistem Kerja ini sudah hampir punah, karena petani padi etnis Banjar sudah banyak yang meniggalkan Sistem Kerja ini dengan berbagai alasan terutama karena luas lahan sawah yang semakin bertambah, modernisasi adopsi teknologi, komersialisasi dengan sistem upah dan untuk mempercepat cara kerja dalam mengerjakan pekerjaan petani padi di lahan sawah. Hal ini terjadi bukan hanya pada petani kelas menengah ke atas saja, tetapi juga pada petani menengah kebawah. Patani – petani ini meninggalkan Sistem Kerja bearian karena cara kerja nya lambat dan lelah dengan cara Sistem Kerja yang bergantian. Hal ini merupakan suatu fenomena perubahan masyarakat mekanik menjadi masyarakat organik, karena perubahan perilaku yang solid menjadi individualis.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, atas segala limpahan rahmad dan hidayahn-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “ Memudarnya Sitem Kerja Bearian Pada Petani Padi Etnis Banjar” (Di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang). disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Segenap rasa bersyukur di panjatkan ke hadirat Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, doa, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Dengan segenap rasa hormat kepada kedua orang tua tercinta, dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orangtua tersayang Ayahanda Alm. Misran dan Ibunda Maymunah yang selalu memberikan banyak perhatian yang besar, mendidik dan selalu membimbing penulis dengan serius semenjak kecil hingga saat ini dengan penuh rasa kasih sayang dan selalu memanjat kan doa-doa yang tiada hentinya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terkhusus kepada Alm. Ayahanda tercinta semoga tenang berada disisi NYA dan Kiranya Ibu selalu dalam kesehatan serta lindungan dari Allah SWT.


(5)

Dalam penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku ketua departemen Sosiologi sekaligus dosen pembimbing dan dosen penasehat akademik saya yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan kritik serta saran yang sangat membangun selama penelitian hingga akhir penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si selaku Sekretaris Departemen Sosiologi. 4. Seluruh dosen di Departemen Sosiologi yang telah memberikan ilmu,

bimbingan, maupun arahan selama di dalam maupun di luar perkuliahan. 5. Seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera

Utara. Kak Fenni Khairifa dan Kak Betty yang telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.

6. Ayahanda Alm. Misran dan Ibu Maymunah yang saya sayangi, cintai dan sangat saya hormati, yang telah mencurahkan kasih sayangnya tiada terhingga dan tiada batasnya kepada saya, selalu memberikan doa dan nasehat, dan mendidik saya serta dukungan moril maupun materil kepada saya selama perkuliahan.

7. Kakak dan Abang saya, Kak Siti Zubaidah, Siti Khuzaimah, Raabiatun Adawiyah dan Abang M. Salman Al Farisi yang saya sayangi yang selalu


(6)

memberikan doa dan nasehat, dukungan moril maupun materil serta keponakan – keponakan saya yang sangat saya sayangi.

8. Keluarga besar saya yang saya sayangi yang selalu memberikan doa dan semangat.

9. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat baik penulis yang senantiasa bekerja sama selama perkuliahan, Mira (Sos 10), Julia (Sos 10), Uty (Sos 10) dan Yoga (Sos 10) yang selalu memberi dukungan dan doanya.

10. Teman-teman “Begumit” (Marlina (Sos 10), Evi (Sos 10), Melisa (Sos 10), Nurma (Sos 10), Seha Dinggit (Sos 10), Adian (Sos 10), Debora (Sos 10), Heppy (Sos 10), Yohana (Sos 10), Agusta (Sos 10), dan Angel (Sos 10) yang telah memberi warna baru kepada saya selama perkuliahan dengan semua canda dan tawa yang ada.

11. Teman-teman Sosiologi 2010, terkhusus Linda (Sos 10), Terangta (Sos 10), Ismi (Sos 10), Syarifah (Sos 10), Alaudin (Sos 10), Elisabet (Sos 10) dan teman-teman Sosiologi 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaannya selama perkuliahan.

12. Kepada abang, kakak senior 2007, 2008, 2009 serta adik-adik junior 2011, yang memberikan semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

13. Terimakasih kepada Abangda Fakhrurrazi Simatupang S.Sos yang telah menemani berdiskusi, membantu memberikan kritik dan saran yang membangun serta semangat kepada saya, sehingga dapat memicu semangat yang luar biasa untuk segera menyelesaikan skripsi ini.


(7)

14. Kepada para informan yaitu bapak dan ibu selaku masyarakat petani padi etnis Banjar yang berbaik hati mau meluangkan waktunya untuk memberikan semua informasi selama penelitian.

15. Kepada seluruh pihak kantor Kepala Desa Kota Datar yang telah memberikan informasi berupa data dan ijin sehingga peneliti bisa melakukan penelitian di Desa Kota Datar.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, dan saran yang sifatnya membangun. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca, dan akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, Februari 2015 Penulis,

ROHANA


(8)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ... I KATA PENGANTAR ... II DAFTAR ISI ... VI DAFTAR TABEL ... IX DAFTAR SKEMA ... ix BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 ... Latar Belakang ... 1 1.2 ... Peru musan Masalah ... 11 1.3 ... Tujua n Penelitian ... 11 1.4 ... Manf

aat Penelitian ... 11 1.5 ... Defin

isi Konsep ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15 2.1. Sistem Kerja Gotong Royong Masyarakat Petani Padi


(9)

di Indonesia ... 15

2.2. Sistem Pengerjaan Lahan dengan Gotong Royong ... 16

2.3. Modernisasi di Sektor Pertanian ... 20

2.4. Pergeseran Tenaga Manusia pada Tenaga Mesin di Sektor Pertanian ... 22

2.5. Pergeseran Nilai – nilai Sistem Kerja Lokal Pada Pedesaan ... 24

2.6. Komersialisasi di Sektor Pertanian ... 28

2.7. Solidaritas Sosial ... 29

2.8. Penelitian Terdahulu ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Jenis Penelitian... 33

3.2. Lokasi Penelitian ... 33

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 33

3.4. Karakteristik Informan ... 34

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.6. Interpretasi Data ... 36

3.7. Jadual Kegiatan ... 37

3.8. Keterbatasan Penelitian ... 37

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA ... 39

4.1. Deskripsi Desa Kota Datar... 39

4.2. Distribusi Pemakaian Tanah ... 40

4.3. Jenis dan hasil Produksi Pertanian ... 42


(10)

4.5. Kondisi Penduduk ... 44

4.5.1. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk ... 44

4.5.2. Kondisi Sosial Budaya ... 44

4.5.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

4.5.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 45

4.5.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 46

4.5.6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... 47

4.6. Sarana dan Prasarana Desa Kota Datar ... 48

4.6.1. Sarana Pendidikan ... 49

4.6.2. Sarana Kesehatan ... 50

4.6.3. Sarana Tempat Ibadah ... 51

4.6.4. Sarana Olah Raga ... 51

4.7. Pemerintahan Desa Kota Datar ... 52

4.8. Profil Informan... 55

4.8.1. Informan Petani Padi Etnis Banjar yang Masih Memakai Sistem Kerja Bearian ... 55

4.8.2. Informan Petani Padi Etnis Banjar yang Sudah Tidak Memakai Sistem Kerja Bearian ... 64

4.8.3. Informan Tokoh Masyarakat Etnis banjar ... 68

4.9. Sistem Kerja Bearian di Desa Kota Datar ... 69

4.9.1. Sistem Pengerjaan Lahan dengan Sistem Kerja Bearian.. 73

4.9.2. Modernisasi Pada Sektor Pertanian ... 82

4.9.3. Solidaritas Sosial ... 92

4.9.4. Nilai Ekonomi Sebagai Dasar Mempertahankan dan Meninggalkan Sistem Kerja Gotong Royong Pada Petani Padi Etnis Banjar ... 98


(11)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

5.1. Kesimpulan ... 104

5.2. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Luas Lahan Petani Banjar Berdasarkan Tata Guna Air ... 5

Tabel 2. Jumlah Luas Lahan Milik Petani Banjar Berdasarkan Luas Lahan Sawah... 6

Tabel 3. Komposisi Petani Padi Berdasarkan Etnis di Desa Kota Datar ... 7

Tabel 4. Distribusi Pemakaian Tanah di Desa Kota Datar ... 41

Tabel 5. Jenis dan Jumlah Hasil Pertanian di Desa Kota Datar Tahun 2013 ... 42

Tabel 6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 45

Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan jenis Pekerjaan ... 46

Tabel 8. Komposisi penduduk Berdasarkan Agama ... 47

Tabel 9. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... 47

Tabel 10. Sarana Pendidikan ... 50

Tabel 11. Sarana Kesehatan ... 50

Tabel 12. Sarana Tempat Ibadah ... 51


(12)

DAFTAR SKEMA


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki beragam Sistem Kerja atau Sistem Kerja yang unik, diantaranya yang sangat terkenal adalah Sistem Kerja gotong royong yang selalu dibanggakan oleh bangsa indonesia yang merupakan Negara Agraria. Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai pencaharian di bida pada tahun 2010 menunjukkan bahwa 45% penduduk Indonesia bekerja di bidang agrikultur

Dari seluk beluk daerah yang ada di Indonesia, daerah pedesaan adalah daerah yang menarik dan unik untuk dikaji. Karena di dalamnya banyak terdapat keunikan seperti masyarakatnya dan berbagai macam kebiasaan-kebiasaan yang ada di dalam suatu desa yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. (https://www.google.com/search?q=data+satatisti+tahun+2010+masyarakat+beke rja+dibidang+agrikultur).

Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat itu sendiri. Dimanapun ia berdomosili mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi saling tolong menolong antar sesama kerena merasa senasib sepenanggungan, saling


(14)

menghormati dan mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.

Desa Kota Datar adalah desa berkembang. Sejarah awal terbentuknya pada zaman dahulu Etnis Banjar yang berasal dari kepulauan Kalimantan selatan berdagang rempah dan kain dengan cara berlayar melalui pulau – pulau untuk disinggahi dan sampailah mereka di pulau sumatera, tepatnya di dermaga Belawan yang kemudian menyebar ke daerah pelosok – pelosoknya. Kemudian Etnis Banjar menetapkan untuk bertempat tinggal di sebuah hutan rimba yang kemudian dengan susah payah mereka membuka sebuah tempat pemukiman untuk ditempati yang kemudian dinamakan Desa Kota Datar, karena letak geografisnya yang datar (Data sejarah Desa Kota Datar diambil dari unit pemerintahan Desa Kota Datar, juni 2005 ).

Penduduk yang ada di desa Kota Datar terdapat masyarakat majemuk atau multietnik yang jumlah keseluruhan Penduduknya adalah 6.752 jiwa. Etnis Banjar 58,87%, Jawa 29,96%, Batak Toba 4,38%, Batak Karo dan Simalungun 2,62%, Batak Mandailing 103%, Melayu 1,71%, Minang 0,13%, Tapanuli 0,35% dan lainnya 0,95%. Data tersebut menunjukkan masyarakat Etnis Banjar adalah yang paling mendominasi dari etnis lainnya.

Masyarakat Etnis Banjar juga memiliki solidaritas sosial dan ini tercermin pada petani padi yang ada di Desa Kota Datar sejak dahulu memakai Sistem Kerja bearian hingga saat ini walaupun sudah mulai memudar, namun masih ada segelintir petani Etnis Banjar yang masih menggunakannya. Masyarakat Etnis Banjar mayoritas bermata pencaharian sebagai petani di sektor pertanian.


(15)

Meskipun selain mengharapkan dari hasil panen padi, untuk memenuhi kehidupan sehari – hari mereka mempunyai profesi sampingan seperti buruh, pedagang dan wiraswasta. Selain memiliki sawah sebagian petani Etnis Banjar juga memiliki kebun sawit dan kelapa. Dari penghasilan sampingan itulah masyarakat Etnis Banjar menuhi kebutuhan sehari – hari mereka.

Sektor pertanian hingga kini masih memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan nasional, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun untuk memperkuat solidaritas masyartakat petani. Seperti Sistem Kerja bearian yang berbasis gotong royong sejak dahulu menjadi Sistem Kerjanya petani Etnis Banjar yang ada di Desa kota Datar. Kec. Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang. Sistem Kerja bearian adalah salah satu bentuk kekuatan solidaritas pada petani padi yang hanya dianut oleh Etnis Banjar (internal etnis) di Desa Kota Datar, selain itu untuk menjalin kerjasama antar petani Etnis Banjar serta untuk memudahkan dan melestarikan Sistem Kerja kearifan lokal untuk mempererat kekeluargaan serta meringankan beban petani dalam mengelola lahan sawahnya untuk penanaman padi.

Sistem Kerja bearian memegang peranan penting dalam kehidupan petani padi Etnis Banjar di Desa Kota Datar dilandasi oleh adanya ikatan yang kuat antar sesama masyarakat. Sehingga masyarakat Desa Kota Datar dikenal memiliki rasa tolong menolong dan mempunyai rasa solider yang tinggi. Istilah bearian muncul dari kata Arian (bahasa Banjar), kata itu merupakan suatu tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara bersama sama (bergotong royong) dalam membantu mengerjakan suatu kepentingan seseorang.


(16)

Contoh konkritnya : Dahulu didalam menanam padi ladang selalu dikerjakan secara bersama-sama. Misalnya, terdapat 5 orang petani mengerjakan menanam padi pada lahan milik si A. (salah satu dari 5 org itu). Pada hari lain mereka mereka juga membantu menanam padi pada milik si B, si C hingga semua selesai menanam padi. Kebutuhan untuk membantu sesama masyarakat itu (terutama tenaga fisik) tidak terkendala pada jenis pekerjaan yang sama. Yang unik, didalam Sistem Kerja bearian ini adalah terdapat kepentingan pribadi yang dikerjakan secara bersama-sama tanpa ada istilah upah.

Dalam menjalankan Sistem Kerja itu adalah menyiapkan makan minum dari mulai pelaksanaan hingga selesainya pekerjaan itu. Tidak ada hal lain yang disyaratkan guna menjalankan Sistem Kerja bearian. Kerjaan yang di lakukan dalam Sistem Kerja bearian yaitu menanam benih padi dan memanen yang dilakukan oleh petani padi perempuan, sedangkan petani laki-laki (suami), mengerjakan pekerjaan yang berat seperti membersihkan lahan sawah, menyemprot, memupuk, mengangkat padi dan lain-lainnya.

Dalam sistem pengerjaan lahan sawah masyarakat etnis lain seperti petani padi etnis Jawa, mereka tidak memakai Sistem Kerja sistem pengerjaan lahan sawah yang berbasis gotong royong. Akan tetapi sebahagian dari mereka masih melestarikan sistem Sistem Kerjaonal dalam pengerjaan pengolahan lahan dengan membajak sawah dengan menggunakan hewan kerbau dan membersihkan sawah dari rumput dengan cara menebas menggunakan parang bengkok. Dan memanen dengan cara manual yang menggunakan alat ketam. Sedangkan etnis Batak menggunakan sistem upah dan menggunakan alat – alat teknologi mulai dari membersihkan sampai memanen, kecuali menanam padi.


(17)

Aspek demografi petani menghasilkan budaya maupun Sistem Kerja yang berbeda-beda dalam masyarakat petani. Namun, belakangan ini banyak Sistem Kerja yang pudar dan semakin meredup gaungnya. Salah satu yang mulai dan terbiaskan oleh perkembangan zaman adalah Sistem Kerja bearian pada masyarakat petani padi Etnis Banjar. Sistem Kerja bearian merupakan suatu kebiasaan Sistem Kerja petani padi Etnis Banjar di desa Kota Datar hanya di lakukan 2 kali dalam 1 tahun, karena Di Desa ini hanya dapat menanam padi 1-2 kali dalam satu tahun karena tipe kondisi sawah yaitu sawah tadah hujan dan sawah pengairan setengah teknis mempengaruhi pola tanam. Di Desa Kota Datar terdapat luas lahan sawah 655 Ha yang terbagi – bagi atas kepemilikan petani dari berbagai etnis, namun dalam hal ini lahan sawah petani padi Etnis Banjar seluas 225 Ha yang terbagi atas 194 Ha lahan sawah tadah hujan dan 31 Ha lahan sawah pengairan setengah teknis. Seperti pada tabel di sbawah ini.

Tabel 1

Luas Lahan Petani Banjar Berdasarkan Tata Guna Air

No Lahan Pertanian Sawah Luas (Ha)

1 Sawah tadah hujan 194

2 Sawah Pengairan setengah teknis 31

Jumlah 225

Sumber: ( Data PPL Desa kota Datar tahun 2014)

Bila melihat dari segi pengairannya masih menggunakan sistem pengairan Sistem Kerjaonal. Seperti yang tergambar pada tabel di atas yaitu, dengan sistem sawah tadah hujan dan sawah sawah pengairan setengah teknis, dengan sistem tersebut menggambarkan bahwa dalam pengerjaan lahan sawah masyarakat petani Etnis Banjar masih menggunakan sistem gotong royong dalam membersihkan


(18)

saluran air untuk jalan aliran air di sawah. Karena petani di Desa Kota Datar dengan sistem sawah yang demikian, mereka menyesuaikan pola tanam dengan keadaan geografisnya, dimana petani Etnis Banjar menanam benih padi lokal dengan masa panen 6 bulan. Dengan demikian sistem tanam padi pada sawah tadah hujan petani hanya bisa sekali saja menanam padi dalam satu tahun.

Tabel 2

Jumlah Luas Lahan Milik Petani Banjar Berdasarkan Luas Lahan Sawah

No Luas Lahan

(Ha)

Jumlah pemilik (orang)

2 Kurang Dari 0,2 30

3 0,2 – 0,5 43

4 0,6 -1,0 60

5 1,1 – 2,0 26

6 3 – 5 14

7 6 – 8 20

8 9 – 10 16

9 Lebih dari 10 1

Jumlah 210

Sumber: ( Data PPL Desa kota Datar tahun 2014)

Di Desa kota Datar terdapat petani padi dengan berbagai etnis dan data yang terdapat dari tabel di bawah menunjukkan bahwa mayoritas petani padi di Desa Kota Datar ini adalah Etnis Banjar dengan persentase sekitar 33.07% dari total seluruh petani padi sebanyak 635 petani yang terdiri dari 6 petani dengan berbagai etnis.


(19)

Tabel 3

Komposisi Petani Padi Berdasarkan Etnis di Desa Kota Datar

No Etnis Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Banjar 210 33.07%

2 Jawa 180 28.34%

3 Batak Toba 115 18.11%

4 Batak Karo Dan simalungun 55 8.66%

5 Batak Mandailing 40 6.29%

6 Melayu 35 5.53%

Total 635 100%

Sumber: ( Data PPL Desa kota Datar tahun 2014)

Kepemilikan lahan sawah petani Etnis Banjar di klasifikasikan berdasarkan luas atau tidaknya suatu lahan sawah petani Etnis Banjar. Dimana masyarakat desa Kota Datar memiliki lahan sawah yang beragam luasnya, mulai dari 10 Ha hingga kurang dari 0,2 Ha. Di mana berdasarkan kepemilikan lahan sawah petani padi Etnis Banjar di Desa Kota Datar berjumlah 210 orang. Hal ini dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Di Desa Kota Datar terdapat petani padi dengan berbagai etnis, Seperti Etnis Banjar, Jawa, Batak Toba, Batak Karo dan Simalungun, Batak Mandailing dan Melayu. Dari petani padi yang berbagai etnis tersebut, hanya terdapat 2 (dua) etnis petani padi yang masih menggunakan Sistem Kerja yang berbasis gotong royong, seperti Etnis Banjar dan etnis Jawa dengan ciri khas istilah Sistem Kerja gotong royong masing – masing yaitu petani Etnis Banjar dengan istilah bearian dan etnis jawa dengan istilah arian. Namun dari ke 2 (dua) etnis ini, Sistem Kerja yang berbasis gotong royong seperti bearian dan arian kini kurang diminati oleh petani tersebut.


(20)

Meskipun demikian, Sistem Kerja yang berbasis gotong royong pada petani padi di Desa Kota Datar ini masih ada. Walaupun hanya segelintir petani saja yang sampai saat ini masih memakai atau melakukan Sistem Kerja ini. Untuk itu pada petani padi di Desa Kota Datar merupakan mayoritas Etnis Banjar dan yang lainnya beretnis Jawa. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Seiring perkembangan zaman, sedikit demi sedikit Sistem Kerja bearian mulai memudar dikarenakan adanya faktor penghambat yang ada dilapangan. Faktor – faktor yang mempengaruhi memudarnya Sistem Kerja bearian yang saat ini mempengaruhi perubahan pola sistem pertanian di Desa Kota Datar akan semakin memperburuk tatanan sistem yang telah ada. Seperti sistem gotong royong, partisipasi, kekerabatan dan tali silaturahmi yang dahulu di junjung tinggi kini pun mulai ikut terbawa arus perubahan dan semakin memudar.

Masyarakat petani Etnis Banjar yang pada dasarnya mempunyai sifat ramah tamah dikhawatirkan berubah menjadi sifat individualis, dampak dari adanya faktor – faktor yang dapat mmpengaruhi Sistem Kerja bearian pada petani Etnis Banjar ini semakin lama akan semakin memperburuk rasa solidaritas dari masyarakat itu sendiri. Namun hal ini masih bisa di perbaiki dengan kesadaran akan kekerabatan yang sebagai mana semestinya dijalin dengan baik antar petani etnis padi agar tetap terjaga rasa solitaritas yang tinggi antar sesama.

Dari hasil pra observasi peneliti melihat, bahwa semakin petani Etnis Banjar menggunakan Sistem Kerja upah dan penggunaan alat teknologi pada proses mengerjakan penanaman padi. Maka berpengaruh pada memudarnya Sistem Kerja bearian pada Etnis Banjar tersebut. Akan tetapi masyarakat petani Etnis Banjar di Desa Kota Datar masih ada petani nya yang memakai Sistem


(21)

Kerja bearian tersebut. Karena walau bagaimanapun Sistem Kerja bearian pada petani Etnis Banjar harus tetap terjaga walaupun telah memudar, terkikis seiring kemajuan perkembangan oleh zaman.

Akan tetapi, masih ada segelintir petani padi Etnis Banjar yang menjaga serta melestarikan Sistem Kerja bearian. Mereka masih terikat dengan nilai – nilai Sistem Kerjaonal kearifan lokal yang diyakini dan sudah menjadi suatu ciri khas yang kuat pada petani padi di desa Kota Datar. dan mereka menganggap Sistem Kerja ini bukan hanya sekedar proses pengerjaannya dengan gotong royong , akan tetapi ada nilai lain yang terkandung yaitu nilai kekerabatan yang di ajarkan oleh para leluhur terdahulu yang harus dijunjung tinggi.

Diantara gambaran – gambaran yang bersifat diferensiatif pada kalangan masyarakat petani umumnya, adalah perbedaan antara petani bersahaja (petani miskin), yang juga sering disebut petani Sistem Kerjaonal (termasuk golongan peasant) dan petani moderen (petani kaya) (termasuk Farmer atau agricultural entepenuer). Secara garis besar golongan pertama adalah kaum petani miskin yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat pengetahuan dan teknologi mereka.

Produksi mereka lebih ditujukan untuk sebuah usaha menghidupi keluarga, bukan untuk tujuan mengejar keuntungan (profit oriented). Sebaliknya, Farmer atau agricultural entreprenuer adalah golongan petani yang usahanya ditujukan untuk mengejar keuntungan (profit orientied). Mereka menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan medern dan menanam tanaman yang laku di pasaran. Mereka mengelola pertanian mereka dalam bentuk agribisnis, agro industri atau bentuk modern lainnya, sebagaimana umumnya seseorang pengusaha yang


(22)

menjalankan usahanya. Petani yang tidak memakai Sistem Kerja bearian pada umumnya adalah petani Etnis Banjar yang mempunyai sawah yang tergolong luas daripada petani Etnis Banjar yang memakai Sistem Kerja bearian.

Walaupun menurut wawancara pra observasi yang dikatakan oleh salah satu informan yaitu, dahulu tidak ada yang namanya petani kaya dan petani miskin karena luas lahan sawah masing – masing petani Etnis Banjar yang memakai Sistem Kerja bearian ± 0,2 – 0,72 Ha. Namun seiring perkembangan zaman ada beberapa petani Etnis Banjar yang membeli lahan sawah sehingga menjadi bertambahlah luas lahannya. Dan hal ini yang menyebabkan pergeseran pandangan yang menjadi sebuah status sosial seorang petani tersebut.

Adapun yang menjadi indikator kategori petani padi yang ada di Desa Kota Datar. Kec, Hamparan Perak. Kab, Deli Serdang yaitu :

Petani Etnis Banjar yang Memakai Sistem Kerja bearian 1. Memiliki lahan sawah maksimal 0,2-0,72 Ha 2. Penyewa/penggarap

3. Mengolah lahan dengan cara Sistem Kerjaonal 4. Buruh tani

Petani Etnis Banjar yang Tidak Memakai Sistem Kerja bearian 1. Memiliki lahan sawah maksimal ± 1-10 Ha

2. Memakai jasa buruh tani

3. Mengolah lahan sawah dengan cara moderen 4. Memakai sistem upah

Sistem Kerja merupakan cara hidup, kebiasaan suatu masyarakat yang selalu berkembang. Perkembangan itu mengakibatkan Sistem Kerja menjadi tercampur


(23)

aduk dengan Sistem Kerja yang lain. hal itu dikarenakan adanya globalisasi. Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan, seperti pudarnya rasa kekeluargaan dan gotong royong antar masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian dan agar penelitian memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan laporan , maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

Mengapa sistem pertanian bearian memudar pada masyarakat Etnis Banjar di desa kota Datar, Kec.Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan Latar Belakang di atas tujuan penulisan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menjelaskan mengapa sistem pertanian bearian memudar pada masyarakat Etnis Banjar di desa kota datar, Kec. Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan ilmiah yang berkaitan dengan masalah Sistem Kerja Sistem Kerja yang berbasis gotong royong pada petani padi serta dapat meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan berupa informasi dan data


(24)

umumnya pada kajian Sosiologi khususnya dalam bidang Sosiologi Pedesaan.

2. Untuk menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasisiwa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas ilmu pengetahuan.

b. Manfaat Prktis

1. Menjadi sumbangan pemikiran kepada masyarakat agar mampu menjaga Sistem Kerja kearifan lokal yang masih ada saat ini.

2. Menjadi referensi penunjang bagi pihak – pihak yang berkompeten, serta dapat menjadi bahan masukan atau pertimbangan bagi kepemerintahan desa, pejabat dan tokoh masyarakat setempat dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan terkait dengan Sistem Kerja petani padi yang berbasis gotong royong.

3. Untuk memberikan masukan-masukan kepada pihak-pihak atau lembaga-lembaga yang membutuhkannya, terutama bagi para pemerintah Desa dan tokoh masyarakat.

1.5 Definisi Konsep

Definisi konsep dalam penelitian ilmiah dibutuhkan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman konsep yang dipakai, maka diberikan batasan-batasan makna dan arti konsep yang


(25)

dipakai dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi konsep-konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Bearian, yaitu suatu Sistem Kerjasama yang bersifat gotong royong, Sistem Kerja ini dipakai atau dianut oleh petani Etnis Banjar. Bearian adalah Sistem Kerja yang tidak mengenal upah atau bayaran pada petani yang bekerja disawah/ladang petani lain, melainkan memakai sistem bergantian. Sesuai dengan seberapa lama proses waktu yang di lakukan dengan kesepakatan bersama.

2. Pertanian, yaitu kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.

3. Petani,yaitu individu yang bekerja disektor prtanian secara menetap yang menjadikan hasil pertaniannya sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan dapat dijual atau dipasarkan.

4. Jaringan sosial, yaitu suatu rangkaian atau susunan yang dibentuk melalui hubungan sosial dan interaksi sosial terhadap individu-individu atau kelompok untuk dapat mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.

5. Solidaritas sosial yaitu suatu sikap kebersamaan, kekerabatan, dan kepedulian antar individu satu dengan individu lainnya.

6. Kerja sama yaitu, keinginan untuk bekerja sama dengan orang lain secara kooperatif dan menjadi bagian dari kelompok. Bukan bekerja secara terpisah atau saling berkompetisi. Kompetisi kerjasama menekankan peran sebagai anggota kelompok, bukan sebagai pemimpin. Kelompok disini dalam arti


(26)

yang luas, yaitu sekelompok individu yang menyelesaikan suatu tugas atau proses.

7. Gotong royong yaitu, suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat sukarela agar kegiatan yang dikejakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan.

8. Komersialisasi yaitu, adanya suatu unsur saling menguntungkan seperti sitem upah. Dimana tuan tanah dan buruh/penggarap sama-sama mendapatkan keuntungan.

9. Adopsi teknologi pertanian merupakan suatu penggunaan alat teknologi pada sektor pertanian, yang akan menyebabkan ketergantungan pada alat teknologi dan berimbas pada sistem pengerjaan lahan serta mengikis pola pengerjaan lahan dengan cara manual seperti membajak sawah dengan menggunakan tenaga kerbau.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Kerja Gotong royong Masyarakat Petani Padi di Indonesia

Gotong royong adalah kegiatan/Sistem Kerja yang dilakukan secara bersama - sama dalam mengerjakan atau membuat sesuatu. Begitu pula yang dimaksud kegotongroyongan merupakan cara kerja yang rasional dan efisien akan dibina tanpa meninggalkan suasana tertentu. Pola seperti ini merupakan bentuk nyata dari solidaritas mekanik yang terdapat dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat petani padi di indonesia, sehingga setiap warga yang terlibat di dalamnya memiliki hak untuk dibantu dan berkewajiban untuk membantu, dengan kata lain di dalamnya terdapat azas timbal balik.

Masyarakat petani padi di Indonesia memiliki berbagai macam Sistem Kerja, namun dalam satu kesatuan pada umumnya masyarakat petani padi di Indonesia menerapkan Sistem Kerja gotong royong yang diiringi dengan rasa solidaritas. Karena, dengan demikian sesama petani lebih terjalin rasa kekerabatannya se profesi. Gotong royong sebenarnya merupakan penggambaran adanya perilaku masyarakat pertanian di wilayah pedesaan yang bekerja untuk pihak lain. Pada umumnya tindakan ini dilakukan tanpa mengharapkan adanya menerima upah. Gotong royong juga merupakan suatu Sistem Kerja yang sudah mengakar, meliputi aspek-aspek dominan lain dalam berbagai kehidupan sosial.


(28)

Dalam (Roucek dan Warren (1963:78) ) gotong royong berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama dan merupakan suatu proses yang paling dasar. Kerjasama merupakan sutau bentuk proses sosial dimana didalamnya terdapat aktifitas tertentu yang duitujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami terhadap aktifitas masing-masing. Kerjasama atau belajar bersama adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat. Ruang kelas suatu tempat yang sangat baik untuk membangun kemampuan kelompok (tim), yang di butuhkan dalam suatu proses pengerjaan.

Menurut Soejono Soekamto (1987: 278) dalam Anjawaningsih (2006) menerangkan bahwa kerjasama merupakan ”Suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu orang. Kerjasama bisa bermacam-macam bentuknya, namun semua kegiatan yang dilakukan diarahkan guna mewujudkan tujuan bersama.” Sesuai dengan kegiatannya, maka kegiatan yang terwujud ditentukan oleh suatu pola yang disepakati secara besama-sama. Misalnya kerjasama di bidang sektor pertanian, kerjasama ini tentunya dilakukan oleh orang-orang yang berada dilingkungan sektor pertanian yang sama-sama memiliki tujuan yang sama.

2.2 Sistem Pengerjaan Lahan dengan Gotong royong

Beberapa istilah pengerjaan lahan dengan gotong royong di beberapa wilayah di Indonesia seperti,

1. Daerah kabupaten Sambas, terdapat Sistem Kerja yang di sebut Balale yang berbasis gotong royong dalam pengerjaan lahan sawah pada petani padi.


(29)

Pada Di Sistem Kerja ini biasanya masyarakat terutama kaum perempuannya mengajak yang memiliki sawah padi mengajak beberapa orang wanita yang juga petani untuk ikut menanam padi, atau membersihkan lahan atau pula menuai padi. Ajakan tersebut disanggupi oleh petani lainnya tanpa bayaran materi. Namun imbalannya adalah mengerjakan atau ikut dalam kegiatan menanam padi, membersihkan lahan, maupun menuai pada sawah petani yang sudah diajak ikut belale tersebut. Sistem Kerja Belale' ini biasanya dilakukan pada waktu akan menanam padi, saat padi sudah tumbuh yang diikuti dengan membersihkan lahan dari rumput liar dalam bahasa Sambasnya disebut ''Merumput'' atau menuai padi yang dalam bahasa sambasnya disebut ''Beranyi''. Waktu pelaksanaannya biasanya lebih sering dilakukan pada siang hingga sore hari yaitu untuk jarak sawahnya jauh dari rumah biasanya dimulai dari jam 1 hingga 4 sore, tetapi jikalau lokasi sawahnya dekat dengan tempat tinggal biasanya dimulai setengah dua hingga pukul setengah 5 atau pukul lima.

Sistem Kerja belale ini dilakukan meskipun cuaca panas atau hujan, kecuali jika cuaca sangat ekstrim seperti petir, maka petani akan istrirahat sebentar. Namun apa bila cuaca kembali normal, aktivitas belale kembali dilakukan. Tidak ada rasa lelah maupun keluhan karena aktivitas tersebut dilakukan berdasarkan rasa kebersamaan. Biasanya pelaksanaan Sistem Kerja belale berdasarkan urutan, jika hari Senin adalah giliran A, maka berikutnya bisa giliran B atau C sesuai kesepakatan bersama. Sistem Kerja belale ini bisa dilakukan oleh dua orang atau lebih. Tapi biasanya jumlahnya tidak melebihi dari 10 orang.


(30)

di dalam web peci

2. Mandailing adalah salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara. Sistem Kerja Marsialapari merupakan salah satu Sistem Kerja yang ada di masyarakat Mandailing. Marsialapari oleh masyarakat Mandailing dikenal sebagai suatu kegiatan tolong menolong dan gotong royong. Dimana pada saat itu masyarakat Mandailing secara sukarela dengan rasa gembira saling tolong menolong/ membantu saudara mereka yang membutuhkan bantuan, yang biasanya dilakukan di sawah. prosesi marsialapari dimulai dengan marsuaneme (menanam padi), Pada saat marsuaneme (menanam padi), dibantu oleh enam hingga sepuluh orang yang berasal dari teman atau sanak saudara, baik yang muda ataupun yang tua untuk marsialapari ke sawah. Dalam satu hari bisa selesai marsuaneme (menanam padi), hal ini dikarenakan adanya sistem gotong royong (marsialapari).

Meskipun marsialapari merupakan kerja sukarela tetapi ada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki mendapat bagian pekerjaan yang tergolong lebih berat dari perempuan. Pekerjaan laki-laki berkaitan dengan perbaikan atau penyiapan saluran air, tanggul atau jalan. Sementara perempuan cenderung mengerjakan bagian-bagian yang berkaitan dengan penanaman dan pemanenan, puncaknya dari kegiatan marsialapariadalahmanyabi(panen).


(31)

3. Paser, merupakan nama salah satu kabupaten yang terdapat di wilayah Kalimantan timur, masyarakat petani padi di paser memiliki Sistem Kerja khas untuk pengerjaan lahan sawah dengan sistem gotong royong dimulai dengan kegiatan menebas ini dilakukan secara bersama – sama atau gotong royong dengan bahasa paser di sebutkan kegiatan nyempolo, jumlah masyarakat yang melakukan nyempolo berkisar 10 sampai 20 orang sehingga pekerjaan terasa ringan, sebelum membakar lahan sawah biasanya di lakukan penebasan semak belukar kegiatan seperti ini dalam bahasa orang paser berarti mombas atau menebas belantara semak belukar dengan tujuan untuk mematikan tumbuh tumbuhan yang tumbuh pada area perladangan, mulai tumbuhan yang kecil sampai yang besar untuk di musnahkan yang kemudian akan di bakar jika waktu yang di tentukan sudah memadai.

Perempuan maupun laki – laki bergegas mombas ataupun menebas hingga petang menyingsing. Kemudian, terkadang di bantu para anak laki- laki, dan para ibu sambil menunggu lahan siap di Tanami padi, Ketika semua kegiatan telah selesai di lakukan, sebelum menanam padi atau Nias maka pemilik lahan dan istri harus mempersiapkan kembali gotong royong menanam padi ladang dengan mengundang para tetangga ladang dan kerabat yang kemudian di tentukan harinya, dan pemeo ( pondok kecil yang terdapat di tengah ladang ) harus sudah tersedia sebagai tempat istirahat, gotong royong menanam padi dilakukan baik laki – laki maupun perempuan secara bersamaan, dan biasanya laki – laki sebagai nasok ( orang yang mebuat lubang tanam pada tanaman padi ) dan kaum perempuan yang


(32)

memasukan bibit padi ke lubang tanam secara bersama – sama, terkadang untuk memberikan semangat dalam menanam padi di lakukan sambil berantun dengan melempar pantun sesama gotong royong dan gotong royong ini dalam Sistem Kerja paser dinamakan Nyempolo.

Ketika musim panen datang maka rekan tetangga dan kerabat beramai – ramai memanen padi dengan perlengkapan seperti Tas anjat melingkar/ solong , alat pemotong padi/ Gerapan ( yang terbuat dari kayu dan silet ), dan para ibu mengunakan tudung, tudung merupakan alat penutup kepala dengan mengunakan kain sarung dengan teknik pelipatan tertentu, hasil panen yang dilakukan secara gotong royong ketika selesai di lakukan maka para kerabat melakukan pembagian dengan hasil bagi 3 : 1, dengan maksud bahwa dalam 3 kaleng, maka 2 kaleng untuk pemilik lahan dan satu kaleng untuk kerabat yang membantu proses panen tersebut. Dalam ( M.yusuf 2000)

Koentjaraningrat (1984 : 7) mengemukakan bahwa kegiatan gotong-royong di pedesaan sebagai salah satu cara untuk meringankan suatu pekerjaan, khususnya pada masyarakat petani padi di pedesaan. Hal tersebut menjadi ciri khas masyarakat petani padi di berbagai daerah di indonesia yang menggunakan Sistem Kerja gotong royong sebagai sistem dalam pengerjaan lahan sawah.

2.3 Modernisasi di Sektor Pertanian

Modernisasi di bidang pertanian di Indonesia di tandai dengan perubahan yang mendasar pada pola-pola pertanian, dari cara-cara Sistem Kerjaonal menjadi


(33)

cara-cara yang lebih maju. Perubahan-perubahan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain dalam Sistem Kerja petani, pengelolahan tanah, penggunaan bibit unggul, pengunaan sarana-sarana produksi pertanian, dan penggunaan alat teknologi serta pengaturan waktu panen.

Menurut Sediono Tjondronegoro (1989), dan juga Margo Lyon (1970), fenomena modernisasi pertanian ini bisa dilihat dari indikator – indikator yang menyertainnya, yakni : Penggunaan tenaga dalam produksi padi, Usaha mengurangi biaya, sistem pengupahan buruh, Sistem panen yang dipakai yaitu dengan derep atau upah tebas, Adanya transaksi – transaksi yang di ukur dngan uang, Kesadaran akan nilai dan kepentingan akan uang, kecakapan menggunakan uang dan kebutuhan akan uang tunai.

Di sektor pertanian gejala modernisasi pada penggunaan teknologi baru di dalam kegiatan produksi pertanian. Penggunaan teknologi itu kemudian mengubah cara produksi, tehnik produksi dan hubungan-hubungan sosial di pedesaan. Pengenalan terhadap pola yang baru dilakukan dengan pembenahan terhadap kelembagaan-kelembagaan yang berkaitan dengan pertanian. Selanjutnya ditetapkan pola pengembangan dalam bentuk, usaha ekstensifikasi, intensifikasi dan diversifikasi. Selain itu, perubahan - perubahan sosial petani akibat dari modernisasi adalah dengan diperkenalkannya mesin-mesin, seperti mesin penuai dan traktor tangan telah menghilangkan/nyaris menggeser tadisi yang ada pada petani padi & mata pencaharian penduduk yang selama ini mendapatkan upah dari menuai. Kemudian, pemakaian traktor tangan telah menggantikan tenaga kerbau, sehingga sebagaian besar petani tidak lagi berternak kerbau.


(34)

Hasil penelitian Scott (Di terjemahkan oleh Hassan Bahari, 2000: 202). tentang petani, diuraikan dengan cermat bagaimana penggunaan alat teknologi itu telah merubah hubungan sosial. Karena penggunaan mesin pemanen dan perontok padi, kemudian pemilik tanah memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan antara pemilik tanah dan para pekerja dan tersisihnya Sistem Kerja gotong royong membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin semakin nyata. Mesin juga telah merubah orientasi para tuan tanah, dari anggapan usaha sebagai salah satu fungsi sosial menjadi kerja sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan.

Penelitian Scott (Scott, 2000: 202). menunjukan bahwa penggunaan teknologi pertanian mempunyai dampak terhadap perubahan struktur masyarakat, dan akhirnya berpengaruh terhadap pola-pola institusional masyarakat. Kondisi ini akan memperluas struktur kemiskinan. Sedangkan tujuan dari pembangunan pertanian itu sendiri pada dasarnya adalah untuk memperkecil struktur kemiskinan. “Di dalam web Triyadi Rikky”

2.4 Pergeseran Tenaga Manusia pada Tenaga Mesin di Sektor Pertanian

Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. A.T Mosher (Mubyarto, 1989;235) menganggap teknologi yang senantiasa berubah itu sebagai syarat mutlak adanya pembangunan pertanian. Dalam kegiatan bercocok tanam tentu banyak menggunakan alat – alat untuk mengolah tanah ataupun hasil pertanian.


(35)

Alat – alat untuk bercocok tanam tersebut sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu dan dari masa ke masa tentunya banyak mengalami berbagai macam perkembangan.

Dalam proses pengolahan lahan mulanya menggunakan cangkul yang digerakkan oleh tenaga manusia selain itu tenaga manusia juga dipergunakan untuk menebas rumput dengan menggunakan parang/sabit dengan sistem upah maupun sistem gotong royong, akan tetapi seiring perkembangan zaman kurang efektif, karena dengan menggunakan tenaga manuia yang dikeluarkan tidak sebanding dengan luas tanah yang akan diolah. karena dalam hal ini manusia mempunyai peranan yang dominan didalam menggerakan alat dimaksud, sehingga produktifitas kinerja tegantung kepada kekuatan atau tenaga manusia itu sendiri, selain itu juga membutuhkan waktu yang cukup lama jika lahan yang akan ditanami cukup luas.

Menggunakan bajak sawah yang ditarik oleh hewan, seperti kerbau, sapi ataupun kuda . Secara fisik kondisi tanah hasil pekerjaan bajak dengan kerbau (angleran) teksturnya lebih halus, hal itu dikarenakan pijakan terhadap tanah lebih intensif, serta kaya akan pupuk organik yang berasal dari kotoran kerbau. Dengan menggunakan bajak, para petani dapat mempersingkat waktu dalam mengolah tanah agar secepatnya bisa segera ditanami.

Menggunakan mesin/alat teknologi yang digerakkan dengan tenaga non-manusia guna untuk pengerjaan pengolahan lahan sawah (Goldthorpe, 1992: 5). Dalam proses ini terjadi pergeseran tenaga manusia dan hewan dari produksi primer (pekerjaan yang membutuhkan tenaga manusia) ke produksi sekunder atau yang menggunakan mesin.


(36)

Seiring berkembangnya teknologi pada sektor petanian serta adanya pemikiran kearah peningkatan produksi secara cepat dan berklanjutan, berdampak kepada perubahan alat pengolah lahan atau tanah, penggunaan bajak dengan tenaga kerbau sudah mulai ditinggalkan dan beralih menggunakan jasa traktor yaitu alat yang menggunakan tenaga mesin sebagai penggeraknya, dengan bentuk yang di rancang menyerupai kendaraan bermotor serta mengunakan bahan bakar, alat ini disebut dengan traktor. Penggunaan alat pengolahan lahan yang menggunakan kekuatan tenaga mesin ( traktor ) dipandang lebih produktif serta efisien, karena dalam penggunaannya manusia yang mengendalikan alat tersebut. Sehingga tanah akan lebih cepat diolah dan ditanami.

2.5 Pergeseran Nilai – nilai Sistem Kerja Lokal Pada Pedesaan

Petani di Indonesia saat ini mengalami pergeseran nilai – nilai lokal dengan seiring majunya teknologi atau alat – alat yang mereka pergunakan pada sektor pertanian saat ini, sistem pertanian yang mereka pakai, topogrfi atau kondisi – kondisi fisik-geografik lainnya. Dengan mekanisasi pertanian yang modern dan berwawasan agribisnis dikembangkan dan dibangun dari pertanian Sistem Kerjaonil melalui proses modernisasi.

Adanya modernisasi mekanisasi/tekhnologi pertanian di satu sisi mengakibatkan naiknya tingkat rasionalitas, sementara pada sisi lain mengakibatkan lunturnya nilai-nilai kepercayaan (nilai agama), nilai gotong royong (solidaritas) dan nilai seni mengalami komersialisasi. Nilai yang sangat dominan mengalami pergeseran adalah naiknya tingkat rasinolitas, orientasi finansial sebagai dampak kebijaksanaan pembangunan yang lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi yang diikuti oleh pesatnya penerapan


(37)

ilmu dan teknologi. Sehinga pergeseran nilai dan peran sosial budaya terjadi, karena modernisasi menurut Schoorl (1991) tidak sama persis dengan pembangunan.

Adapun nilai Sistem Kerja Lokal yang mulai tergeser adalah : 1. Nilai Kebersamaan

Pudarnya nilai kebersamaan yang terjadi pada petani padi, tentunya tidak terjadi begitu saja, namun telah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian masyarakat petani mulai berubah, sehingga meninggalkan kebiasaan-kebiasan Sistem Kerja dahulu (Sistem Kerjaonal) menjadi modern. Dan mengakibatkan mulai luntur kebersamaan antar petani sehingga terjadinya pudarnya solidaritas petani padi dan menjadi petani yang individual. Selain itu adanya sistem tolong menolong, yaitu dalam tambahan tenaga bantuan dalam pekerjaan pertanian tidak disewa tetapi tolong menolong secara bergantian serta pudarnya nilai kebersamaan dalam Penyelesaian masalah menggunakan musyawarah dimana masyarakat berkumpul untuk membahas masalah yang terjadi saat itu di desa.

Hal ini terjadi karena perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat desa. Dimana Mordenisasi yang terjadi di dalam masyarakat desa mengubah hubungan sosial dan gaya hidup pedesaan berubah dan menyesuaikan diri dengan hubungan dan gaya hidup modern, sesuai dengan kemampuan dan akses yang dimiliki. Dalam Pengaruh aspek ekonomis saat ini sangatlah kuat, dan besarnya pengaruh peranan sistem kapitalisme modern. Dengan semaikin besarnya peranan sistem modern dan ditunjang oleh sains-teknologi dan mekanisme yang menjadi inti dari proses globalisasi, membuat aspek ekonomis menjadi kekuatan yang sangat besar pengaruhnya dalam proses perubahan di desa.


(38)

2. Nilai Agama (kepercayaan),

Nilai kepercayaan selalu mendominasi dalam setiap langkah para petani sangat berperan penting dalam menjalankan kehidupan dengan tata cara dari kepercayaan yang diyakini, Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan adanya kebiasan para petani yang mencari dan menentukan hari dan bulan baik untuk bercacok tanam dan memanen hasil pertaniannya. Sebelum pelaksanaan panen padi misalnya, di sekeliling sawah/ladang selalu didahului dengan acara do’a dan selamatan bersama agar hasil panenya meningkat dan mendapatkan perlindungan dan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Eksistensi nilai agama (kepercayaan) tersebut, setelah hadir dan diterapkanya teknologi telah bergeser dan bahkan ada yang telah hilang sama sekali diganti oleh nilai-nilai yang bersifat rasional. Hal ini menunjukan bahwa cara dan tingkat rasionalitas berfikir mereka semakin meningkat dan bertambah maju, sementara nilai-nilai agama (kepercayaan) makin luntur dan memudar.

Agama muncul karena manusia hidup di dalam masyarakat dan dengan demikian mengembangkan kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu sebagai akibat dari kehidupan kolektif mereka. Agama ada karena agama dapat memenuhi fungsi-fungsi sosial tertentu yang penting dan tidak dapat dipenuhi tanpa agama. Peranan utama agama adalah sebagai integrator kemasyarakatan. Agama mengikat orang-orang menjadi satu dengan mempersatukan mereka dengan sekitar seperangkat kepercayaan, nilai, dan ritual bersama. Dengan demikian agama membantu memelihara masyarakat atau kelompok sebagai suatu komunitas moral. (Sanderson, 2011:553).


(39)

Agama menurut Durkheim (dalam Kamanto, 2004:67) adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan-kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci, dan bahwa kepercayaan dan praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat. Semua benda yang ada di dunia ini baik benda yang nyata maupun yang berwujud ideal memiliki pembagian, dan hal ini dibagi menjadi dua kelompok yang bertentangan, yaitu hal yang bersifat profan dan hal yang bersifat suci (sacred).

3. Nilai Gotong royong (tolong menolong)

Jika ada tetangga yang melaksanakan hajatan. Ketika petani mau menanam padi atau panenan, pemilik lahan hanya menyediakan makan pagi dan siang atau makan kecil. Jadi, kalau ada diantara mereka menanam atau memanen, maka warga yang lainnya ikut gotong royong dan begitu sebaliknya, terjadi semacam barter tenaga. Sekarang keadaanya telah bergeser, kalau mau bercocok tanam atau panenan sudah harus memperhitungkan upah.

Dari sini lalu tumbuh benih – benih individualisme di pedesaan yang dulu damai dan penuh kekerabatan. Sementara, nilai kepercayaan dan rasa solidaritas, kegotongroyongan terlihat sermakin memudar. Di dalam gotong royong terdapat partisipasi, dimana partisipasi sangat penting dalam kegiatan gotong royong yang mempunyai nilai – nilai moral yang tinggi. Sebagai contoh seseorang yang ikut serta berpartisipasi berarti orang tersebut mempunyai rasa solider yang tinggi dan memiliki jiwa penolong yang tinggi. Untuk itu, partisipasi masyarakat sangat menentukan hasil pola pemanfaatan sumber daya oleh masyarakat.


(40)

2.6 Komersialisasi di Sektor Pertanian

Komersialisasi pada sektor pertanian merupakan suatu upaya pengembangan dan usaha pemasaran suatu produk dari hasil panen, proses dan penerapan ini dalam kegiatan produksi. Hal ini karena pengaruh penggunaan sarana produksi yang harus dibeli dari luar desa. Komersialisasi itu muncul bukan dari hubungan harga, melainkan dari kenaikan hasil-hasilnya yang sangat besar. Kenaikan ini menyebabkan surplus yang besar bagi tuan tanah. Para petani kaya dengan kelebihan surplus yang mereka peroleh dari hasil panennya, telah mengumpulkan sebagian besar tanah di tangan mereka dan kemampuan yang lebih besar lagi untuk menanam lebih intensif dalam memperbesar surplus mereka.

Kegiatan ini merupakan rangkaian yang cukup kompleks dengan melibatkan berbagai aspek yang mencakup kebijakan ekonomi, sumberdaya manusia, investasi, waktu, lingkungan pasar, dan sebagainya. Komersilisasi pada sektor pertanian menyebabkan mengikisnya nilai Sistem Kerja kearifan lokal yang ada pada setiap daerah. Karena dengan munculnya komersialisasi petani dipengaruhi dengan cara hanya mencari keuntungan dari hasil panen yang banyak dan lebih cepat. Dengan demikian secara tidak langsung mempengaruhi pola fikir petani yang Sistem Kerjaonal menjadi moderen.

Munculnya pasar serta sistem pembayaran upah berarti guncangan di dalam pendapatan para petani penggarap berhubungan dengan adanya fluktuasi harga. Petani moderen yang ada saat ini selalu mencari cara bagaimana untuk menambah hasil panen dan bagaimana caranya agar lebih cepat panen, kemudian mereka melakukan inovasi – inovasi dari bibit biasa menjadi bibit unggul agar benih padi


(41)

yang dihasilkan menjadi lebih bagus dari sebelumnya. kekreatifan petani agar menghasilkan produk hasil pertanian menjadi lebih mahal dan menjadikannya produk unggul untuk di komersialisasasikan pada pasar.

Keberadaan komersiaisasi di sektor pertanian dapat terjadinya perubahan – perubahan besar dalam kehidupan agraria yang menghasilkan suatu kelas penggarap yang semakin besar dan kelangsungan petani yang akan ketergantungan pada teknologi disektor pertanian yang menjanjikan mempercepat Sistem Kerja petani dan dianggap lebih efektif ketimbang dengan cara gotong royong dan dengan penggunaan alat Sistem Kerjaonal. Namun, dengan demikian berimbas pada memudarnya Sistem Kerja sistem pertanian dengan nilai Sistem Kerjaonal yang ada.

2.7 Solidaritas Sosial

Dalam mayarakat atau kelompok yang menganut solidaritas mekanik yang di utamakan ialah persamaan perilaku dan sikap para kelompok yang di ikat oleh apa yang dinamakannya kesadaran kolektif atau hati nurani kolektif adalah suatu kesadaran bersama yang mencakup seluruh kepercayaan. Durkheim (Johnson, 1986:183) solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana yang dinamakan masyarakat segmental. Pada masyarakat seperti ini belum terdapat pembagian kerja yang berarti : apa yang dapat dilakukan oleh seorang anggota masyarakat biasaya dapat dilakukan pula oleh orang lain. Dengan demikian tidak terdapat saling ketergantungan antara kelompok berbeda, karena masing kelompok dapat memenuhi kebutuhanya sendiri dan masing-masing kelompok terpisah satu dengan yang lain. Tipe solidaritas yang didasarkan atas kepercayaan dan setiakawan ini diikat oleh apa yang Durkheim dinamakan


(42)

conscience collective yaitu suatu sistem kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat. Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat semakin berkembang sehingga solidaritas mekanik berubah menjadi solidaritas organik. Pada masyarakat dengan solidaritas organik masing-masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhanya sendiri melainkan ditandai oleh saling ketergantungan yang besar dengan orang atau kelompok lain. Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian yang saling tergantung. Berbeda dengan solidaritas mekanik yang didasarkan pada hati nurani kolektif maka solidaritas organik didasarkan pada hukum dan akal.

Menurut Nasution Z (2009:9) menjelaskan bahwa kata, solidaritas berati sifat, perasaan, solider, sifat satu rasa atau perasaan setia kawan. Selanjutnya Nasution mengatakan bahwa makna solidaritas adalah suatu ikatan primordial masyrakat yang mempersatukan, bagaimana orang yang berbagai latar belakang dapat hidup bersama dalam masyrakat, karena adanya rasa kebersamaan dan ingin menyatuh. Secara harafih, solidaritas berarti kesetiakawanan atau kekompakan. Solidaritas merupakan kesiapan untuk saling membela dan berjuang dalam tindakan bersama. Membahas tentang solidaritas sosial tentu tidak terlepas dari makna gotong –royong. Hubungannya dengan gotong royong, Sajogyo (2005:28) menyatakan bahwa, gotong-royong merupakan suatu bentuk tolong menolong yang umumnya berlaku pada daerah-daerah pedesaan dan merupakan perilaku yang berhubungan dengan kehidupan masyrakat kita sebagai petani. Gotong royong sebagai bentuk kerjasama antara individu, individu dengan kelompok dan antara sesama kelompok membentuk suatu norma saling percaya untuk


(43)

melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan bersama. Karena solidaritas sosial adalah kekuatan persatuan internal dari suatu kelompok dan merupakan suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan dari perasaan moraldan kepercayaaan yang dianut bersama.

2.8. Penelitian Terdahulu

Peneliti mengambil hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tujuan penelitian untuk menjadi inspirasi dan gambaran dalam melaksanakan penelitian. Dalam hal ini, peneliti mengambil penelitian terdahuluyang pernah dilakukan dan berhubungan dengan memudarnya Sistem Kerja gotong royong antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Tikah radzi (2012) yang melihat tentang Sistem Kerja gotong royong semakin memudar di kalangan masyarakat. Dalam hasil penelitiannya, pudarnya Sistem Kerja gotong royong yang ada di lokasi penelitian gotong-royong dikatakan semakin pudar selaras dengan perubahan waktu. Salah satu sebabnya dikaitkan dengan masyarakat kini yang lebih bersifat materialistik. Pada zaman nenek moyang kita, sesuatu kerja dapat dilakukan secara bersama dan bermuafakat dengan tidak terbabit perhitungan upah atau kewangan. Tetapi pada zaman moden kini, setiap sesuatu perkerjaan, usaha dan kegiatan dikaitkan dengan konsep upah. Masyarakat moden sentiasa mengejar kemajuan, Kemajuan pula dikaitkan dengan kebendaan. Umumnya aspek kerjasama dan semangat gotong-royong tidak mendapat perhatian oleh anggota-anggota masyarakat.

Achsannanda Maulyta Sari (2012), menegaskan pentingnya Nilai gotong royong dalam Sistem Kerja kerja gotong royong ini menjadi karakter bangsa yang diturunkan secara turun - temurun oleh para pendahulu kita yang didalamnya kaya


(44)

akan nilai edukatif. Akan tetapi dalam kencangnya laju globalisasi saat ini, Sistem Kerja kerja gotong royong yang manfaatnya penting untuk mewariskan nilai luhur kini menjadi kian memudar. Nilai gotong royong seakan pasang surut timbul dalam kehidupan masyarakat sekarang. Maka diharapkan, Sistem Kerja kerja gotong royong dapat bertahan sebagai salah satu bentuk Sistem Kerja yang dilestarikan. Menegakkan Sistem Kerja ini tentu tidak lepas dari peran masyarakatnya dalam membangun rasa kebersamaan, persatuan, dan kepedulian sosial. Sehingga masyarakat terdidik bukan menjadi inividualistik, melainkan mementingkan kepentingan ribadi.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dimana penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena dalam suatu masyarakat secara lebih mendalam mengenai fakta-fakta yang ditemukan dilapangan serta hubungan antara berbagai fenomena yang diteliti. Pendekatan kualitatif yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan mengenai memudarnya Sistem Kerja bearian yang terjadi di desa kota datar, Kec. Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang. Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat individu secara utuh serta berusaha untuk menggambarkan fenomena yang terjadi dilapangan.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi tersebut, karena dimana daerah ini adalah tempat berdomisilinya masyarakat Etnis Banjar yang sebagaian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani yang Sistem Kerjanya memakai Sistem Kerja bearian.

3.3 Unit Analisis dan Informan

Unit Analisis, data secara umum dapat kita artikan sebagai suatu proses untuk pengorganisasian, pengurutan data dalam suatu pola tertentu dan kemudian mengkategorikan data dalam bentuk satuan sehingga memperjelas masalah yang


(46)

diperoleh dilapangan. Keseluruhan data yang diperoleh akan menjadi dasar dalam memperoleh jalinan hubungan dan kaitan masalah sehingga memudahkan untuk dianalisis. Adapun yang menjadi unit analisis dalam subyek penelitian ini adalah warga desa Kota Datar, Kec. Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang.

Informan, Adapun warga yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini adalah informan. Informan adalah orang yang mengetahui mengenai secara pasti mengenai masalah yang hendak diteliti peneliti. Purposive sampling digunakan peneliti untuk menentukan informan berdasarkan tujuan tertentu saja. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:

1. Petani padi Etnis Banjar yang masih memakai Sistem Kerja bearian. 2. Petani padi Etnis Banjar yang sudah tidak memakai Sistem Kerja

bearian.

3. Tokoh masyarakat. 3.4 Karakteristik Informan

1. Petani padi etnis Bajar

2. Petani padi Etnis Banjar yang sejak dahulu memakai Sistem Kerja bearian sampai saat ini dan petani padi Etnis Banjar yang dahulunya memakai Sistem Kerja bearian, namun sekarang sudah tidak lagi memakai Sistem Kerja tersebut.

3. Tokoh Masyarakat setempat yang berwenang dalam sistem adat setempat serta mengetahui, mengamati apa - apa yang berkaitan dengan hal – hal yang menyangkut dengan Sistem Kerja bearian.


(47)

Untuk memperoleh data dan informasi yang benar serta relevan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui :

3.5.1 Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alatpengambilan data langsung data subjek sebagai informasi yang dicari. (Saifuddin Azwar, 2004). Data primer, yaitu data yang dilakukan secara langsung di lokasi penelitian, dengan cara :

3.5.2 Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit. (Burhan, 2005). Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan langsung dilapangan. Data yang diperoleh dari observasi dilapangan berupa kegiatan, tindakan dan perilaku yang merupakan bagian dari lapangan manusia yang diamati. Sedangkan hasil observasi ini akan dituangkan dalam catatan lapangan.

3.5.3 Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. (Burhan, 2005). Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan panduan wawancara yang berupa urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Selain itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu rekam (tape recorder) yang membantu peneliti dalam menganalisa data dari hasil wawancara. 3.5.4 Data Sekunder adalah data tangan kedua yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari objek penelitian. (Saifuddin Azwar, 2004;91). Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara


(48)

studi kepustakaan, yaitu dengan membuka, mencatat dan mengutip dari buku-buku, laporan-laporan penelitian, jurnal-jurnal, pendapat-pendapat para ahli/ pakar dan sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian dan dapat mendukung terlaksananya penelitian.

3.6 Interpretasi Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian di sebut di kategorisasikan dan kemudian temuan data di paparkan secara sistematis sesuai dengan fokus penelitian seiring dengan data deskripsi data dilapangan interaksi data dengan merujuk pada kajian perspekif sosiologi yang digunakan.

Pengelohan data dalam penelitian dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, foto dan sebagainya. Setelah data tersebut dibaca, dipelajari dan ditelaah maka selanjutnya adalah membuat data tersebut menjadi sebuah karya ilmiah yang sederhana.

Menurut Bungin (2008:153), analisis data adalah proses menganalisis suatu fenomena sosial dan memperoleh gambaran yang tuntas terhadap fenomena yang diteliti dan kemudian menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses suatu fenomena sosial.

Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informasi baik secara pengamatan, wawancara ataupun dengan catatan-catatan lapangan, dipelajari dan ditelaah lagi kemudian tahap selanjutnya adalah mereduksi data yaitu melalui pembuatan abstraksi yang merupakan usaha membuat rangkuman inti. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu, kemudian


(49)

dikategorikan. Berbagai kategori tersebut, dikaitkan satu dengan yang lainnya dan diinterpretasikan secara kualitatif, yaitu proses pengolahan data dimulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti, kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan fenomena yang dilapangan.

3.7 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Obsevasi X

2 ACC Judul X

3 Penyusunan Proposal Penelitian X X 4 Seminar Proposal Penelitian X

5 Revisi Proposal Penelitian X

6 Penelitian Ke Lapangan X X X X

7 Bimbingan/Laporan Akhir X X X X

8 Sidang Meja Hijau X

3.8 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari masih banyak keterbatasan penelitian baik karena faktor intern di mana peneliti memiliki keterbatasan ilmu dan materi juga karena faktor eksternal seperti informan. Untuk itu bagi para akademisi yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar pengambilan keputusan diharapkan memperhatikan keterbatasan peneliti dalam penelitian ini yaitu, peneliti kesulitan mendapatkan data akurat jumlah petani yang ada di Desa


(50)

Kota Datar berhubung pada akhir tahun 2013 kantor kepala Desa kebakaran beserta arsip – arsipnya sehingga peneliti kesulitan untuk mendapatkan data jumlah petani secara terperinci sehingga memperlambat waktu peneliti untuk meneliti di Desa tersebut.

kelemahan instrumen wawancara mendalam. Kendala lain adalah keterbatasan waktu saat wawancara dengan informan, hal ini disebabkan karena kegiatan informan yang sibuk. Peneliti juga harus melakukan wawancara dengan bahasa Banjar yang merupakan bahasa keseharian informan dan kesulitan dalam menerjemahkan kedalam bahasa Indonesia agar lebih ilmiah.


(51)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Desa Kota Datar

Desa Kota Datar adalah salah satu Desa yang ada di kecamatan hamparan perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Dengan luas wilayah 1414 Km2 dan memiliki 15 (lima belas) dusun yang ada di Desa Kota Datar tersebut. keberadaannya di masa 1950-an. Nama Desa Kota Datar sendiri berasal dari keadaan kampung yang struktur tanahnya datar, sehingga dinamakan Kampung Datar yang kemudian di tahun 1970-an berubah nama menjadi Desa Kota Datar sesuai dengan Undang – undang No.5 tahun 1979.

Menurut cerita dari nenek moyang terdahulu, keberadaan Etnis Banjar di Kecamatan Hamparan Perak awalnya dimulai dari perdangan dari pulau ke pulau dan sampailah di pulau Sumatera Utara tepatnya di pelabuhan Belawan yang dahulu terkenal karena salah satu pelabuhan terbesar di Provinsi Sumatera Utara yang kemudian menyebar hingga sampai di Hamparan Perak. Pada akhirnya sekumpulan Etnis Banjar menetap di Hamparan perak dan membuka hutan yang dijadikan tempat tinggal dan menetap hingga sekarang. Seiring perkembangan zaman, Desa Kota Datar merupakan Desa maju dengan terbentuknya pemerintahan Desa.

Desa Kota Datar mempunyai tofografi dengan batas – batas wilayah secara administratif:


(52)

Sebelah Utara :Desa Telaga Tujuh Labuhan Deli dan Desa Batenan Kabupaten Langkat

Sebelah Timur : Desa Paluh Manan.

Sebelah Selatan : Desa Perkebunan PTPN. II. Bulu Cina.

Sebelah Barat : Desa Tandem Hilir II.

Desa Kota Datar yang berjarak sekitar 16 km dari Ibu Kota Kecamatan Hamparan Perak. Dan berjarak sekitar 6,7 km dengan Ibu Kota Kabupaten Deli Serdang (Lubuk Pakam), dan berjarak ± 90 km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan) dan berada pada ketinggian ± 150 M di atas permukaan laut.

4.2 Distribusi Pemakaian Tanah

Di Desa Kota Datar mempunyai areal seluas 1444 Km2, yang mayoritas 655 merupakan daerah persawahan yang ditanami oleh tanaman padi. Dengan varietes tanaman padi lokal, IR 64 dan minimum ditanami oleh tanaman padi pulut. Kemudian ari pada itu ada tanaman semusim yang di usahakan antara lain kacang tanah, kacang panjang, kacang hijau, dan lain – lain.


(53)

Tabel 4

Distribusi Pemakaian Tanah di Desa Kota Datar

No Jenis Lahan Luas (Ha) Jenis Tanaman

1 Sawah Tadah Hujan 510 Padi lokal, Padi Pulut 2 Sawah Setengah Teknis 145 Padi lokal, IR 64

3 Ladang/Tegal 5 Kacang tanah, Kacang

panjang, Kacang hijau, jagung, ubi, cabai, sayur –

sayuran, dsb.

4 Kebun 150 Sawit, Kelapa, Pisang,

buah – buahan,dsb.

5 Perumahan/Perkarangan 200 -

6 Bangun/perkarangan lainnya 427 7 Lahan Kering yang tak

dipergunakan

7 -

Jumlah 1444 Ha

Sumber Data: Kecamatan hamparan Perak Dalam Angka 2013(BPS)

Ada beberapa lahan – lahan yang di gunakan oleh masyarakat Desa Kota Datar ini dalam bidang pertanian, yaitu sebagai berikut:

1. Lahan untuk pertanian sawah yang dipergunakan oleh anggota – anggota masyarakat Desa Kota Datar adalah sawah 655 Ha.

2. Lahan pertanian bukan sawah (perkebunan dan ladang) yang dipergunakan oleh anggota – anggota masyarakat Desa Kota Datar sebesar 155 Ha

3. Lahan non-pertanian yang dipergunakan oleh para masyarakat di Desa Kota Datar ini seperti perumahan, perkantoran,pertokoan, dan lain – lain adalah sebesar 200 Ha.


(54)

4. Lahan yang di pergunakan untuk bangunan pabrik kecil sawit, dan tempat sarana – sarana seperti tempat sarana pendidikan, kesehatan, ibadah, olah raga dan lain-lainnya.

5. Lahan Kering yang tidak di pergunakan oleh para masyarakat di Desa Kota Datar ini adalah 7 Ha.

4.3 Jenis dan Hasil Produksi Pertanian

Di Desa Kota Datar terdapat beragam hasil pertanian seperti tanaman padi, sawit, jagung, ubi kayu berbagai jenis kacang, Kelapa, pisang dan lain sebagainya. Hasil ini dapat dilihat pada abel dibawah ini.

Tabel 5

Jenis dan Jumlah Hasil Pertanian di Desa Kota Datar Tahun 2013

No Jenis Tanaman Jumlah (dalam satuan

Ton)

1 Padi 6.200 ton

2 Jagung 3,2 ton

3 Ubi Kayu 1 ton

4 Berbagai Jenis Kacangan 6 ton

5 Sawit Tidak Tercatat

6 Kelapa Tidak tercatat

7 Pisang Tidak tercatat

Sumber Data: Kecamatan hamparan Perak Dalam Angka 2013(BPS) 4.4 Keadaan Geografis Desa Kota Datar

Desa Kota Datar pada umumnya adalah dataran rendah dengan ketinggian dataran pada daratan diantara 0 – 150 meter di atas permukaan laut Dalam suatu iklim di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang Pada dasarnya tidak menentu, karena ada kalanya musim hujan dan ada kalanya musim kemarau. Di Desa Kota Datar biasanya rata – rata hari hujan yang turun


(55)

sekitar 10 hari dan tidak merata dalam setiap bulannya dengan curah hujan rata – rata 267,24 mm.

Masyarakat atau penduduk di Desa Kota Datar yang telah memiliki atau menggunakan aliran listrik yang diberikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang. Pada Desa Kota datar terdapat 2133 Kepala Keluarga (KK) yang telah memiliki atau memanfaatkan arus listrik yang di terima dari pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang tersebut. Dalam hal penerangan – penerangan lampu jalan di jalan utama di Desa Kota Datar sudah ada dan aliran listik yang dipakai untuk lampu penerangan jalan utama di usahakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang.

Pada umumnya masyarakat atau penduduk di Desa Kota Datar dalam kegiatan – kegiatan untuk memasak baik itu makanan maupu minuman biasanya menggunakan atau memakai kompor sumbu maupun kompor gas, tetapi ada juga sebagian masyarakat Desa Kota Datar masih menggunakan atau memakai kayu bakar untuk memasak makanan maupun air minum dalam kehidupan masyarakat sehari – hari.

Dalam hal untuk menjaga lingkungan alam di desa Kota Datar sebagian besar masyarakat telah memiliki tempat buang air besar atau WC yang layak unuk dipakai atau digunakan oleh para keluarga – keluarga di Desa kota Datar tersebut. Kemudian dari pada itu dalam hal pembuangan sampah, sebagian besar masyarakatnya membuang sampah pada tempat atau lubang sampah yang di buat di area pekarangannya sendiri ataupun di belakang rumah.


(56)

4.5 Kondisi Penduduk

4.5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk

Kondisi Sosial Ekonomi petani Etnis Banjar di Desa Kota Datar yaitu, dilihat dari kondisi ekonomi nya petani Etnis Banjar merupakan petani padi menengah kebawah dimana lebih dominan merupakan petani menengah. Kalau dilihat dari sisi tempat tinggalnya keadaan rumah petani Etnis Banjar beton dan lebih dominan papan setengah beton, dan untuk penghasilan petani sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Kemudian dilihat dari sisi sosialnya pendidikan anak – anak petani etnis juga sudah diperhatikan orang tuanya dimana saat ini orang tua lebih mendorong anaknya untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi bahkan sampai ke perguruan tinggi, berbeda dengan dulu yang lebih mengutamakan anaknya untuk lebih bekerja membantu orang tua nya di lahan sawah.

4.5.2 Kondisi Sosial Budaya

Masyarakat Banjar yang berdomisili di Desa Kota Datar masih melaksanakan upacara-upacara adat istiadat Banjar misalnya pada saat upacara perkawinan, kematian, kelahiran anak, dan acara sakral lainnya. Adat masyarakat banjar lainnya juga dapat dilihat pada pelaksanaan Sistem Kerja seperti Arbak Mustamir (Zikir bersama untuk tolak bala terhadap tanaman padi agar terhindar dari hama, musibah banjir dan lain - lain) yang dilaksanakan setiap hari rabu pertama di bulan Januari, kemudian Munakif (mendoakan bibit padi yang akan di semai).


(57)

Solidaritas masyarakat masih terlihat dengan adanya rasa tolong-menolong yang terlihat saat membangun rumah seperti warga tinggal sesama dusun yang akan mendirikan rumah akan dibantu mencor rumah yang akan dibangun sebagai simbolis kekerabatan dan solidaritas sesama warga dusun tersebut, serta tolong menolong terhadap tetangga yang sedang mengadakan pesta maupun yang sedang tertimpah musibah kematian dan lain – lain.

4.5.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan jenis kelamin

Pada Desa Kota Datar memiliki jumlah penduduk secara menyeluruh, yaitu 6,752 jiwa dengan terdiri dari penduduk laki – laki sebanyak 3,431 jiwa sedangkan penduduk perempuan sebanyak 3,321 jiwa. Di dalam Desa Kota Datar ini terdapat kepadatan penduduk dengan jumlah 478 jiwa/Km2. Jumlah penduduk di Desa Kota Datarsebanyak 6,752 jiwa tersebut dengan terdiri dari 2133 Kepala Keluarga (KK). Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6

Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 3.431 50,81%

2 Perempuan 3.321 49,19%

Total 6.752 100%

Sumber Data: Hamparan Perak Dalam Angka Tahun 2013 (BPS)

4.5.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Masyarakat Desa Kota Datar merupakan masyarakat yang sebagian penduduknya bekarja sebagai petani. Kondisi alam alam menjadi faktor


(58)

pendukung kegiatan bertani dapat tumbuh subur di Desa ini. Bidang pertanian yang digeluti oleh sebagian penduduk Desa kota Datar yang berjumlah 30,45%. Selain itu masih banyak juga penduduk desa yang memiliki jenis pekerjaan selain sebagai petani, seperti: pegawai negeri sipil (PNS), pegawai swasta, pedagang, buruh, peternak, tukang ojek dan lain sebagainya.

Selain jenis pekerjaan di atas masih terdapat jenis pekerjaan tambahan bagi penduduk Desa Kota Datar, misalnya industri rumahan (home industri) Pengrajin perlengkapan alat rumah tangga dengan bahan rotan, pengrajin bolu panggang, Pengrajin Kue, usaha perternakan (itik,ayam, kambing dan lembu). Hal ini dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7

Komposisi penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

1 Bertani 635 29.77%

2 PNS dan TNI/POLRI 113 5.29%

3 Pedagang 835 39.14%

4 Buruh Industri 245 11.48%

5 Pelayan jasa masyarakat dan lainnya

305 14.32%

Total 2133 100%

Sumber : Data Statistik Desa Kota Datar Tahun 2013

4.5.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Dalam hal ini komposisi penduduk berdasarkan agama yang di anut di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.


(59)

Tabel 8

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah

Penganut

Persentase

1 Islam 6.195 jiwa 91,75%

2 Kristen Protestan 400 jiwa 5,92%

3 Kristen Katolik 157 jiwa 2,32%

Total 6.752 jiwa 100%

Sumber Data: Hamparan Perak Dalam Angka Tahun 2013 (BPS)

4.5.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Suk Bangsa

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa. Suku – suku bangsa tersebut tersebar di seluruh wilayah atau daerah Negara Indonesia. Untuk itu pada masyarakat di Desa Kota Datar mayoritas bersuku Banjar dan yang lainnya bersuku Jawa. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawahini.

Tabel 9

Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Bangsa Jumlah

(Orang)

Persentase (%)

1 Banjar 3. 975 58.87 %

2 Jawa 2.023 29,96 %

3 Batak Toba 296 4,38 %

4 Batak Karo dan Simalungun 177 2,62 %

5 Batak Mandailing 70 1,03 %

6 Melayu 116 1,71 %

7 Minang 9 0,13 %

8 Tapanuli 24 0,35 %

9 Lainnya 62 0,95 %


(60)

Sumber Data: Kecamatan Hamparan Perak Dalam Angka Tahun 2013 (BPS)

Jadi berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Desa Kota Datar ini adalah bersuku Banjar dengan persentase 58,87% dari total seluruh penduduk sebanyak 6,752 jiwa yang terdiri dari 2133 KK (Kepala Keluarga).

4.6 Sarana Dan Prasarana Desa Kota Datar

Terdapat beberapa prasarana desa yang fungsinya membantu penduduk Desa Kota Datar dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Di mana prasarana ini mendapat berupa pemberian pemerintah maupun hasil dari penduduk itu sendiri.

1. Sarana transportasi

Di mana prasarana transportasi umum untuk akses ke Kota sudah tidak ada lagi karena hampir seluruh penduduk di Desa Kota Datar telah memiliki kendaraan pribadi masing – masing seperti mobil, sepeda motor, becak bermotor. Namun di samping itu juga terdapat jasa rental mobil dan ojek kendaraan bermotor. Di mana prasarana ini sangat berpengaruh pada kelancaran aktivitas penduduk Desa Kota Datar. Kemudian Terdapat beberapa prasarana terkait transportasi ini seperti jalan aspal, jalan batu, jalan tanah, dan jembatan.

2. Pemasaran

Pemasaran dalam hal ini merupakan prasarana yang membantu penduduk dalam memasarkan produk atau hasil panen mereka dalam bertani. Seperti tempat – tempat penjualan hasil panen padi yaitu pada kilang padi ang mana


(61)

di Desa Kota Datar terdapat 4 kilang padi dan 1 koperasi (Gapoktan Namora).

3. Produksi

Prasarana ini membantu penduduk Desa Kota Datar dalam hal produksi. Prasana dalam bidang produksi yang dimiliki Desa Kota datar terdapat 9 kilang padi, yaitu wadah untuk kegiatan petani dalam menggiling padi, menjual padi dan lain – lain.

4. Sosial Budaya

Prasarana ini sangat membantu penduduk dalam bidang sosial yang menyangkut kehidupan sosial budaya . Di mana di Desa Kota Datar terdapat beberapa Prasarana sosial budaya seperti, Munakif (mendoakan bibit padi yang akan di semai), kemudian Arbak Mustamir (Zikir bersama untuk tolak bala terhadap tanaman padi agar terhindar dari hama, musibah banjir dan lain - lain).

4.6.1 Sarana Pendidikan

Di Desa Kota Datar terdapat Sarana Pendidikan seperti (6) unit bangunan Taman Kanak – kanak/Pendidikan Usia Dini (TK/Paud), terdapat (4) unit bangunan Sekolah Dasar Negeri/Swasta (SD), terdapat (2) bangunan Madrasah Tsanawiyah Swasta yang sederajat dengan SLTP, dan terdapat (2) unit bangunan Madrasah Aliyah Swasta yang sederajat dengan SLTA. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini.


(62)

Tabel 10 Sarana pendidikan

No Sarana Pendidikan Jumlah (unit)

1 TK/PAUD 6

2 SD Negri dan SD Swasta 3

3 SLTP Swasta Sederajat 2

4 SLTA Swasta Sederajat 2

Total 13

Sumber :Profil Expose Desa Kota Datar Tahun 2013

Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa sarana pendidikan di Desa Kota Datar untuk ukuran wilayah desa dapat dikatakan cukup memadai, mulai dari Taman Kanak – Kanak (TK) hingga Madrasah Aliyah Swasta Sederajat dengan Sekolah Menengah Atas.

4.6.2 Sarana Kesehatan

Di Desa Kota Datar juga memiliki sarana kesehatan untuk mempermudah penduduk dalam kebutuhan kesehatan adanya 2 Apotek, kemudian terdapat 7 Posyandu, 2 Praktek Bidan dan 1 Puskesman dengan bangunan bertingkat dua dengan keadaan layak dan aktif. Untuk dapat mengetahui keadaan sarana kesehatan di Desa Kota Datar dapat dilihat pada tabel di bawah ini .

Tabel 11 Sarana Kesehatan

No Sarana Kesehatan Jumlah

1 Apotek 2


(1)

Develompent Panel of the South-East Asia Development Advisory Group (SEADAG) of the Asia Society, New york, September 25-27, 1975.

Slamet, Margono. 2007. Prosidding Seminar Bidang Ilmu Sosiologi. Jakarta: Forum HEDS.

Suharso Pujo. 2002. Tanah Petani Politik Pedesaan. Klodran Indah – Solo : Pondok Edukasi

Ulrich Planck. 1990 . Sosiologi Pertanian. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Diterjemahkan oleh Titi Soentoro dan Soeyanto.

Sumber Internet: pada tanggal 6 Desember 2013

2013

tanggal 31 Desember 2013

Diakses pada tanggal 13 maret 2014

maret 2014 maret 2014


(2)

Sumber lain:

Data Pemerintahan Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.

Google Scholar (Jurnal)

Kecamatan Hamparan Perak Dalam Angka Tahun 2013 BPS.

Kajian Sejarah Paser, BPNB Pontianak, 2006 Kampong daya Taka, M.yusuf 2000.

PPL WKPP Desa Kota Datar Narilah A. Tuara, 2012 Repository.Upi.Edu


(3)

Lampiran

Gambar 1: Terlihat para petani padi etnis Banjar sedang melakukan tradisi Munakif di area lumbung padi di Desa kota Datar.


(4)

Gambar 3: Terlihat para petani padi etnis Banjar (bearian) sedang menanam padi di lahan sawah di Desa Kota Datar.

Gambar 4: Terlihat petani padi sedang menggarap lahan sawah mengunakan alat teknologi (jetor)/traktor tangan di lahan sawah di Desa Kota Datar.


(5)

Gambar 5: Terlihat petani sedang mencabut bibit padi untuk di tanam di lahan sawah di Desa Kota Datar.

Gambar 6: Terlihat para petani Etnis Banjar (bearian) sedang memanen padi dengan tradisional menggunakan alat (ketam) di lahan sawah di Desa Kota Datar.


(6)

Gambar 7: Terlihat para buruh tani sedang memanen padi dengan menggunakan alat perontok padi di lahan sawah di Desa kota Datar.