BAB 5 PEMBAHASAN
Awalnya penelitian ini akan dilakukan pada empat kecamatan, namun karena terbatasnya jumlah dokter gigi pada kecamatan Medan Amplas dan banyak dokter
gigi yang menolak menjadi sampel penelitian sehingga peneliti menambah kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Disamping itu diperoleh jumlah kasus trauma
yang didapat dokter gigi selama setahun berbeda dengan jumlah kasus per jenis trauma pada penelitian ini, hal ini disebabkan kemungkinan pengisian kuesioner
sebagian besar berdasarkan ingatan dokter gigi dan hanya tiga orang dokter gigi yang mengijinkan peneliti melihat rekam medik.
Penelitian ini mendapatkan bahwa dari 51 orang dokter gigi menemukan 562 orang anak dengan kasus trauma gigi sulung selama satu tahun. Jumlah anak yang
menderita kasus trauma gigi sulung sebanyak 562 orang dengan usia berkisar 2 – 6 tahun Tabel 9. Laporan beberapa peneliti mengenai prevalensi trauma gigi anak
prasekolah di beberapa negara berkisar dari 9,4 sampai 36,8 dengan usia dari 0 bulan sampai 5 tahun.
9,10
Hasil penelitian diperoleh usia anak yang paling banyak mengalami trauma gigi sulung adalah pada usia 2 sampai 4 tahun sebanyak 52,9
dokter gigi yang mendapatkan kasus dan usia diatas 4 sampai 6 tahun sebanyak 47,1 Tabel 7. Tempat kejadian trauma paling sering pada penelitian ini adalah
arena bermain sebanyak 39,1 dokter gigi yang menjawab dan rumah sebanyak 26,8 Tabel 8. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hasan et al di Kuwait, usia
anak yang paling banyak mengalami trauma gigi sulung adalah pada usia 3 sampai 4 tahun sebesar 35,7 dengan tempat kejadian trauma paling sering berada di rumah
sebesar 88.
18
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kasus trauma yang paling sering ditemukan dokter gigi adalah fraktur enamel dan fraktur enamel-dentin masing-
masing sebanyak 13,2 kasus dan trauma luksasi sebanyak 52, sementara paling jarang ditemukan adalah fraktur alveolar sebanyak 4,4 Tabel 9. Kasus trauma
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
subluksasi ditemukan sebanyak 5,5 sedangkan kasus luksasi ekstruksi sebanyak 3,0, luksasi lateral sebanyak 3,0 dan luksasi intrusi sebanyak 3,2. Hal ini sesuai
dengan penelitian Cunha et al cit Avsar dan Topaloglu melaporkan bahwa kasus trauma terbesar pada jaringan keras gigi adalah fraktur mahkota sebanyak 8 kasus
dan kasus trauma terbesar pada jaringan periodontal adalah jenis trauma subluksasi sebanyak 44 kasus dan jenis trauma yang paling jarang ditemukan adalah
uncomplicated crown-root sebanyak 1 kasus trauma 0,7, sementara kasus
complicated crown-root dan fraktur akar tidak ditemukan.
3
Penanganan dini trauma gigi sulung sangat berpengaruh pada vitalitas dan proses penyembuhan gigi dan jaringan sekitarnya serta perkembangan benih gigi
permanen nantinya. Perawatan yang dilakukan harus berdasarkan pada diagnosis yang tepat. Menurut WHO, tidak ada perawatan khusus untuk kasus infraksi enamel,
tujuan perawatan hanya untuk menjaga keutuhan struktural dan vitalitas pulpa.
2,12-17
Sebanyak 48,4 dokter gigi melakukan perawatan dibiarkanobservasi dan sebanyak 19,4 melakukan perawatan dengan tambalan tetap. Hasil penelitian ini diperoleh
perawatan yang kurang sesuai dilakukan dokter gigi terhadap kasus infraksi enamel yaitu sebanyak 22,6 dokter gigi melakukan perawatan menghaluskan mahkota gigi
yang tajam dan tambalan sementara sebanyak 9,7 Tabel 10. Perawatan trauma fraktur enamel menurut WHO adalah menghaluskan bagian
mahkota gigi yang tajam dan dapat melakukan penambalan dengan semen glass ionomer atau kompomer.
2,12-17
Pada penelitian ini, perawatan yang dilakukan dokter gigi hampir sesuai dengan perawatan menurut WHO dan penelitian lain dimana
dokter gigi yang melakukan perawatan menghaluskan mahkota gigi yang tajam sebanyak 40 dan penambalan sebanyak 28,3. Perawatan dokter gigi perempuan
pada kasus fraktur enamel paling banyak melakukan penghalusan mahkota yang tajam sebanyak 43,2, namun laki-laki lebih banyak melakukan perawatan
dibiarkanobservasi sebanyak 37,5. Pada penelitian ini diperoleh hasil ada 1 orang dokter gigi melakukan perawatan devitalisasi sebagai perawatan fraktur enamel
dengan kategori dokter gigi tamat dibawah tahun 2000 dan lama praktek 20 sampai 30 tahun Tabel 11. Perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi tersebut perlu
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dipertanyakan apakah sesuai indikasi atau tidak, karena melakukan perawatan devitalisasi pada fraktur enamel adalah kurang tepat. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan pada anak-anak prasekolah di Kuwait melaporkan bahwa jenis pengobatan yang dilakukan pada trauma fraktur enamel adalah dibiarkan sebanyak 1470,0
dan restorasi sebanyak 630,0.
18
Sedangkan penelitian di Universitas Ankara Negara Turki mengatakan bahwa perawatan pada fraktur enamel hanya dilakukan
aplikasi fluor.
6
Perawatan trauma fraktur enamel-dentin menurut WHO adalah melakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer dan untuk fraktur yang besar
dapat menggunakan kompomer. Perawatan yang dilakukan dokter gigi pada penelitian ini sudah hampir sesuai dengan perawatan menurut WHO dimana
perawatan yang paling banyak dilakukan untuk perawatan trauma fraktur enamel- dentin adalah penambalan sebanyak 37,1 diantaranya menggunakan bahan resin
komposit sebanyak 85 dan menggunakan bahan GIC sebanyak 15 sedangkan perawatan yang paling sedikit dilakukan oleh dokter gigi adalah tambalan sementara
sebanyak 9,3 Tabel 12. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di Kuwait melaporkan jenis perawatan yang
dilakukan pada trauma fraktur enamel-dentin adalah dibiarkanobservasi sebesar 633,3 dan restorasi sebesar 1055,6.
18
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki melaporkan bahwa perawatan yang
dilakukan pada trauma fraktur enamel-dentin adalah pulp capping dan restorasi.
6
Perawatan trauma fraktur enamel-dentin melibatkan pulpa menurut WHO
adalah jika akar dalam proses resorbsi perawatannya adalah ekstraksi, jika pulpa masih vital dilakukan perawatan pulpotomi dengan kalsium hidroksida sedangkan
pada pulpa nonvital dilakukan pulpektomi. Pada penelitian ini, perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi pada trauma fraktur enamel-dentin melibatkan pulpa
adalah pulpotomi + restorasi sebanyak 44 dan paling sedikit melakukan perawatan pulp capping + restorasi sebanyak 4 Tabel 13. Perawatan kasus trauma fraktur
enamel-dentin melibatkan pulpa yang dilakukan dokter gigi pada penelitian ini hampir sesuai dengan perawatan yang direkomendasikan WHO. Hanya disayangkan,
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
terdapat 8,0 dokter gigi tidak melakukan perawatan observasi pada kasus trauma yang melibatkan pulpa, hal ini perlu dipertanyakan apakah dokter gigi tersebut
menganggap bahwa gigi sebentar lagi akan ganti, atau karena alasan tidak ada keluhan pasien, tentu hal ini sangat disayangkan karena trauma yang menyebabkan
pulpa nekrosis dapat menjadi sumber infeksi. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki melaporkan bahwa
perawatan yang dilakukan pada trauma fraktur enamel-dentin adalah perawatan saluran akar dan ekstraksi.
6
Perawatan trauma fraktur enamel, dentin, sementum tanpa melibatkan pulpa menurut WHO adalah restorasi setelah dilakukan perawatan pulpa dan jika tidak
dapat direstorasi lagi maka dilakukan ekstraksi.
2,12-17
Hasil dari penelitian ini adalah perawatan yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi adalah restorasi sebanyak
30,8, dan paling sedikit melakukan restorasi + perawatan pulpa dan ekstraksi masing-masing sebanyak 7,7. Persentase perawatan yang dilakukan oleh dokter
gigi yang berpraktek selama 20 – 30 tahun pada kasus trauma fraktur enamel, dentin, sementum tanpa melibatkan pulpa hampir sama banyaknya, hal ini menunjukkan
pengetahuan dokter gigi tersebut sama atau mungkin dokter gigi tersebut tidak mengerti diagnosis kasus trauma fraktur enamel, dentin, sementum tanpa melibatkan
pulpa yang sebenarnya. Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di Kuwait menunjukan jenis
pengobatan yang dilakukan pada trauma mahkota adalah ekstraksi sebanyak 90 dan restorasi sebanyak 10.
18
Namun perawatan restorasi untuk fraktur mahkota tanpa melibatkan pulpa pada penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di
Kuwait sebesar 10 hampir sama persentasinya dengan hasil pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin yaitu dokter gigi laki-laki sebanyak 19,1 dan dokter
gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun sebanyak 20 yang melakukan perawatan restorasi Tabel 14.
Perawatan trauma fraktur enamel, dentin, sementum melibatkan pulpa menurut WHO adalah restorasi setelah dilakukan perawatan pulpa dan jika tidak
dapat direstorasi lagi maka dilakukan ekstraksi.
2,12-17
Hasil pada penelitian ini sesuai
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dengan perawatan sebenarnya menurut WHO dimana perawatan yang paling banyak dilakukan adalah pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa
gigi yang ada sebanyak 32,4 dan pada penelitian hanya sedikit melakukan perawatan pulpa + restorasi sebanyak 2,7 dan yang melakukan ekstraksi sebanyak
8,1. Tabel 15. Berdasarkan kategori jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek, perawatan paling banyak dilakukan adalah pencabutan pada elemen gigi yang fraktur
dan meninggalkan sisa gigi yang ada yaitu laki-laki sebanyak 33,3, perempuan sebanyak 32, dokter gigi tamat diatas tahun 2000 sebanyak 42,1, dokter gigi yang
praktek dibawah 5 tahun sebanyak 50, praktek selama 5 – 10 tahun sebanyak 40 dan praktek selama 10 – 20 tahun sebanyak 33,4. Namun, dokter gigi yang tamat
dibawah tahun 2000 sebanyak 27,8 dan berpraktek selama 20 – 30 tahun sebanyak 33,4 lebih banyak melakukan perawatan dibiarkanobservasi dibandingkan dengan
perawatan pencabutan pada elemen gigi yang fraktur dan meninggalkan sisa gigi yang ada. Hal ini sangat disayangkan, sebanyak 24,3 dokter gigi tidak melakukan
perawatan observasi karena pulpa yang sudah nekrosis akan menjadi sumber infeksi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada anak-anak prasekolah di
Kuwait menunjukan jenis pengobatan yang dilakukan pada trauma mahkota adalah ekstraksi sebanyak 90 dan restorasi sebanyak 10.
Menurut WHO, perawatan trauma fraktur akar adalah dibiarkanobservasi, reposisi dan pencabutan fragmen mahkota.
2,12-17
Dari hasil penelitian ini diperoleh perawatan paling banyak dilakukan dokter gigi pada trauma fraktur akar adalah
ekstraksi sebesar 50,1, dibiarkanobservasi sebesar 22,7 dan paling sedikit melakukan reposisi dan splinting dan dirujuk masing-masing sebanyak 4,5.
Kategori dokter gigi yang melakukan perawatan ekstraksi paling banyak adalah dokter gigi perempuan sebanyak 60,0, dokter gigi yang tamat dibawah tahun 2000
sebanyak 46,2, dokter gigi yang berpraktek selama 5 – 10 tahun sebanyak 66,7 dan dokter gigi yang berpraktek selama 20 - 30 tahun sebanyak 50,0, sedangkan
laki-laki lebih banyak melakukan perawatan dibiarkanobservasi dan ekstraksi masing-masing sebanyak 37,5 Tabel 16. Hasil penelitian ini hampir sama dengan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
hasil penelitian di Universitas Ankara Negara Turki yang menunjukan bahwa pada kasus fraktur akar diwajibkan melakukan pencabutan.
6
Perawatan fraktur alveolar menurut WHO adalah ekstraksi pada gigi fraktur.
2,12-17
Pada penelitian ini, perawatan yang dilakukan dokter gigi sesuai dengan perawatan menurut WHO yaitu paling banyak melakukan ekstraksi sebanyak 38,5.
Dari semua dokter gigi, baik berdasarkan kategori jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek melakukan perawatan paling banyak adalah ekstraksi dan paling sedikit
melakukan perawatan splinting dan ekstraksi hanya mahkota. Pada penelitian juga dapat dilihat dokter gigi yang berpraktek 5 - 10 tahun tidak ada yang menemukan
kasus trauma fraktur alveolar Tabel 17. Perawatan trauma konkusi menurut WHO adalah hanya diobservasi.
2,12-17
Pada penelitian ini, perawatan trauma konkusi adalah dibiarkanobervasi sebanyak 96,4 dan splinting sebanyak 3,6. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa
diantara dokter gigi perempuan, dokter gigi tamat diatas tahun 2000, dokter gigi yang berpraktek dibawah 5 tahun, 5 – 10 tahun dan 10- 20 tahun menunjukkan 100
melakukan perawatan hanya diobservasi. Hal ini sangat sesuai dengan perawatan yang direkomendasikan WHO. Sementara, perawatan splinting tersebut dilakukan
oleh satu orang dokter gigi laki-laki, tahun tamat dibawah tahun 2000 dan lama praktek dari 20 - 30 tahun Tabel 18.
Perawatan trauma subluksasi menurut WHO adalah cukup hanya dengan membersihkan pada bagian yang luka.
2,12-17
Pada penelitian ini, perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi pada kasus subluksasi adalah reposisi dan
splinting sebanyak 45,4 dan dibiarkanobservasi sebanyak 30,3. Dari hasil penelitian, yang melakukan perawatan reposisi dan splinting dan paling banyak
adalah dokter gigi laki-laki sebanyak 46,1, dokter gigi perempuan sebanyak 45, dokter gigi tamat dibawah tahun 2000 sebanyak 42,9, dokter gigi tamat diatas tahun
2000 sebanyak 47,4, dokter gigi yang berpraktek selama 5 – 10 tahun sebanyak 44,4 dan dokter gigi yang berpraktek selama 10 – 20 tahun sebanyak 61,5. Pada
penelitian ini juga diperoleh bahwa ada 1 orang dokter gigi perempuan yang melakukan perawatan subluksasi dengan pemberian obat anti inflamasi + vitamin C
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dan removable orthodonti Tabel 19. Laporan penanganan kasus subluksasi gigi anterior rahang atas di Rumah Sakit Anak Montreal, Kanada menunjukan bahwa
perawatan yang dilakukan pada trauma subluksasi adalah dibiarkan sebesar 80,2, ekstraksi 9,2, splinting 7,7, reposisi 1 dan reposisi dan splinting 1,9.
21
Perawatan yang dilakukan pada kasus subluksasi menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki adalah hanya di observasi saja.
6
Perawatan trauma luksasi ekstrusi menurut WHO adalah reposisi jika ekstrusi tidak parah 3mm dan ekstraksi pada kasus ekstrusi parah.
2,12-17
Pada penelitian ini, perawatan yang paling banyak dilakukan adalah reposisi + splinting sebanyak
47,6 dan ada 1 orang dokter gigi yang merujuk ke klinik IKGA FKG USU. Berdasarkan kategori jenis kelamin, tahun tamat, dan lama praktek, perawatan yang
paling banyak dilakukan adalah reposisi + splinting yaitu dokter gigi laki-laki sebanyak 60, dokter gigi perempuan sebanyak 43,7, dokter gigi tamat dibawah
tahun 2000 sebanyak 41,7, dokter gigi tamat diatas tahun 2000 sebanyak 55,6 dan dokter gigi yang berpraktek dari 10 - 20 tahun sebanyak 55,6 Tabel 20. Menurut
penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara di Turki bahwa untuk kasus luksasi ekstrusi tidak dilakukan perawatan, hanya diobservasi.
6
Pada penelitian ini yang melakukan perawatan hanya diobservasi hanya sebanyak 23,9.
Perawatan trauma luksasi lateral menurut WHO adalah reposisi, grinding, dan ekstraksi.
2,12-17
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan perawatan menurut WHO dimana perawatan paling banyak dilakukan pada trauma luksasi lateral adalah
reposisi + splinting sebanyak 56,3 dan paling sedikit melakukan hanya splinting dan dirujuk ke klinik IKGA FKG USU masing-masing sebanyak 6,3. Pada
penelitian ini juga dapat dilihat bahwa perawatan reposisi + splinting paling banyak digunakan oleh dokter gigi laki-laki sebanyak 83,3, dokter gigi yang tamat diatas
tahun 2000 sebanyak 83,3, dokter gigi yang praktek selama 5 - 10 tahun sebanyak 66,7, 10 - 20 tahun sebanyak 80, dan yang praktek selama 20 - 30 tahun sebanyak
50. Dokter gigi perempuan melakukan perawatan dibiarkanobservasi dan reposisi + splinting masing-masing sebanyak 40. Namun, dokter gigi yang praktek dibawah
5 tahun tidak ada yang melakukan perawatan reposisi + splinting melainkan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
melakukan perawatan dibiarkanobservasi dan hanya splinting masing-masing sebanyak 50 Tabel 21. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus luksasi lateral pada umumnya adalah observasi, ekstraksi, dan
perawatan saluran akar.
6
Hasil penelitian di Universitas Ankara Negara Turki tersebut hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan di klinik bayi di Universitas
Londrina yang menunjukkan bahwa perawatan yang dilakukan dokter gigi pada kasus luksasi adalah observasi, pemasangan protesa, ekstraksi, reposisi dan splinting.
20
Perawatan trauma luksasi intrusi menurut WHO adalah dibiarkanobservasi dan ekstraksi.
2,12-17
Pada penelitian ini, perawatan yang dilakukan dokter gigi pada kasus luksasi intrusi adalah reposisi + splinting sebanyak 58,8, ekstraksi sebanyak
23,5 dan dibiarkanobservasi sebanyak 17,6. Pada penelitian ini semua dokter gigi paling banyak melakukan perawatan dengan reposisi + splinting baik pada dokter
gigi berdasarkan jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek kecuali dokter gigi yang berpraktek selama 5 - 10 tahun paling banyak melakukan perawatan ekstraksi
sebesar 60 Tabel 22. Menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Ankara Negara Turki melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus luksasi intrusi
pada umumnya adalah observasi, ekstraksi, dan perawatan saluran akar.
6
Hasil penelitian di Universitas Ankara Negara Turki tersebut hampir sama dengan hasil
penelitian yang dilakukan di klinik bayi di Universitas Londrina yang menunjukkan bahwa perawatan yang dilakukan dokter gigi pada kasus luksasi adalah observasi,
pemasangan protesa, ekstraksi, reposisi dan splinting.
20
Hasil dari penelitian ini sesuai dengan perawatan menurut WHO, penelitian yang dilakukan di Universitas
Ankara Negara Turki dan penelitian di klinik bayi Universitas Londrina. Menurut WHO, perawatan replantasi pada kasus avulsi tidak
diindikasikan.
2,12-17
Pada penelitian ini, jenis perawatan yang dilakukan dokter gigi pada kasus avulsi adalah paling banyak dibiarkanobservasi sebesar 83,3,
pembuatan gigi tiruan sebesar 11,1, dan reposisi dan splinting sebesar satu orang 5,6. Berdasarkan kategori jenis kelamin, tahun tamat dan lama praktek semua
dokter gigi paling banyak melakukan perawatan dibiarkanobservasi khususnya
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dokter gigi yang berpraktek selama 20 - 30 tahun, menunjukkan 100 melakukan perawatan dibiarkanobservasi Tabel 23. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pada anak-anak prasekolah di Kuwait, jenis perawatan yang dilakukan pada kasus avulsi adalah dibiarkanobservasi sebanyak 266,7 dan pemberian antibiotik
sebanyak 133,3.
18
Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan di program- program kedokteran di India melaporkan bahwa pada kasus avulsi sebanyak 57
dokter gigi melakukan perawatan dengan mencuci mulut anak dan menyarankan mengambil gigi dengan kain basah, sebanyak 5,5 dokter gigi menempatkan kembali
gigi kedalam soket sebelum dirujuk dan sebanyak 36,5 dokter gigi langsung merujuk ke dokter gigi spesialis.
21
Hasil penelitian ini satu orang dokter gigi melakukan hanya splinting, sesuai dengan penelitian di India, hanya perlu
diperhatikan usia pasien yang dilakukan replantasi splinting tersebut, apabila sudah
mendekati waktu erupsi gigi permanen anak, hal ini merupakan kontraindikasi.
Secara garis besar perawatan yang dilakukan dokter gigi pada kasus trauma gigi sulung pada penelitian ini sudah hampir sesuai dengan perawatan yang
direkomendasikan oleh WHO dan penelitian-penelitian lain. Pada penelitian ini, terdapat perawatan yang tidak indikasi pada kasus infraksi enamel yaitu terdapat 7
orang dokter gigi 22,6 menghaluskan mahkota gigi yang tajam dan sebanyak 3 orang dokter gigi 9,6 melakukan tambalan sementara. Perawatan yang tidak
indikasi juga terdapat pada kasus fraktur enamel-dentin dimana terdapat 14 orang dokter gigi 25,9 tidak melakukan perawatan observasi dan dihaluskan mahkota
gigi yang tajam sebanyak 15 orang dokter gigi 27,8. Hal ini perlu dipertanyakan mengapa dokter gigi hanya melakukan perawatan tersebut, sementara fraktur sudah
sampai ke dentin, apakah hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan dokter gigi tersebut atau pasien anak yang kurang kooperatif. Mengatasi hal tersebut
mungkin perlu dilakukan seminar-seminar kedokteran gigi khususnya tentang kasus- kasus trauma pada anak-anak. Hal ini juga dapat menjadi masukan kepada Fakultas
Kedokteran Gigi untuk menambah jam pelajaran tentang trauma di perkuliahan karena dari hasil penelitian sebanyak 55 orang dokter gigi 55 berpendapat
pelajaran mengenai trauma selama kuliah belum mencukupi untuk modal di praktek.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN