BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia cenderung mengelompokkan sesuatu berdasarkan kategori secara kasat mata, misalnya kelompok orang tinggi, kelompok orang pandai, dan
sebagainya, namun
tidak semua himpunankelompok yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dapat terdefinisi secara jelas. Misalnya, pada himpunankelompok orang
tinggi, tidak dapat ditentukan secara tegas apakah seseorang adalah tinggi atau tidak tinggi. Anggap bahwa definisi “orang tinggi” adalah orang yang tingginya lebih besar
atau sama dengan 1.70 meter, maka orang yang tingginya 1.69 meter menurut definisi tersebut termasuk orang yang tidak tinggi. Sulit diterima bahwa orang yang tingginya
1.69 meter itu tidak termasuk orang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa batas antara kelompok orang tinggi dan kelompok orang yang tidak tinggi tidak dapat ditentukan
secara tegas. Untuk mengatasi permasalahan himpunan dengan batas yang tidak tegas itu,
L.A. Zadeh mengaitkan himpunan tersebut dengan suatu fungsi yang menyatakan nilai keanggotaan pada suatu himpunan tak kosong sebarang dengan mengaitkan pada
interval [0,1] Zadeh, 1965. Himpunan tersebut disebut himpunan fuzzy dan fungsi ini disebut fungsi keanggotaan membership function dan nilai fungsi itu disebut
derajat keanggotaan. Pada awalnya, untuk membangkitkan nilai fungsi keanggotaan pada fuzzy
masih menggunakan klasifikasi ataupun clustering. Cara tersebut masih mengandalkan expert untuk menentukan klasifikasi dataset, beberapa masalah yang
muncul kemudian adalah jika para ahli tidak tersedia, maka fungsi keanggotaan tidak dapat secara akurat ditentukan, atau sistem fuzzy yang dikembangkan mungkin tidak
berfungsi dengan baik Hong dan Lee, 1996.
Universitas Sumatera Utara
Untuk itu, dilakukan penelitian, bagaimana membangkitkan membership function secara otomatis. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengatasi hal
tersebut, diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti berikut ini; Yang dan Bose 2006, melakukan penelitian tentang penggunaan algoritma SOFM
untuk membangkitkan membership function secara otomatis; Tamaki et al. 1998, melakukan penelitian bagaimana mengidentifikasi fungsi keanggotaan berbasis data
observasi fuzzy; Hong dan Lee 1996, dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa metode trainning examples dapat digunakan untuk menghasilkan fuzzy rules dan
fungsi keanggotaan secara otomatis; Bagis 2003, menggunakan metode tabu-search dalam penelitiannya untuk penentuan optimal dari fungsi keanggotaan dalam aturan
fuzzy. Berdasarkan dari penelitian yang ada tersebut, penulis mencoba untuk
melakukan penelitian bagaimana membangkitkan nilai fungsi keanggotaan secara otomatis menggunakan Neural Network NN, yaitu suatu sistem yang dimodelkan
berdasarkan jaringan saraf manusia. Dengan jaringan saraf tiruan maka kita dapat memberikan kecerdasan pada sistem, dimana sistem tersebut akan diberikan waktu
untuk ‘belajar’ dan kemudian diharapkan dari proses belajarnya, sistem bisa memberikan solusi dari suatu kasus.
Menurut Hagan 1996, pada prinsipnya ada dua cara untuk melatih neural network yaitu dengan supervised dan unsupervised learning. Pada unsupervised
learning, neural network hanya diberi data masukan saja tapi bagaimana outputnya tidak ditentukan. Ketika data yang dimasukkan bertambah, neural network akan
mengkategorikan atau mengelompokkan data masukan tersebut. Pada supervised learning, neural network diberi sepasang data latih yang terdiri dari data masukan dan
target, jadi ketika data yang dimasukan bertambah neural network akan mengubah karakteristik internalnya agar sebisa mungkin menghasilkan keluaran seperti
targetnya. Pada penelitian ini, pelatihan yang digunakan adalah supervised learning, dimana data yang dilatihkan berupa pasangan data input dan target output yang
diharapkan. Ada banyak variasi metode neural network yang dilatih dengan supervised
learning, antara lain: perceptron learning, hamming network, hopfield network, adaptive linear neuron ADALINE dan backpropagation Hagan, 1996. Dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini metode yang dipakai adalah backpropagation dengan alasan karena backpropagation merupakan generalisasi dari berbagai metode tersebut di atas, oleh
karena itu metode backpropagation lebih fleksibel dan secara umum relatif lebih baik dari jenis-jenis yang tadi disebut Hagan, 1996.
Penggunaan neural network pada fuzzy diharapkan dapat menghasilkan membership function yang akurat dari hasil pembelajaran yang di berikan. Dari uraian
diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul “Pembangkit fungsi keanggotaan fuzzy otomatis menggunakan Neural Network”.
1.2 Perumusan Masalah