Menurut Hukum Barat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Menurut Hukum Adat

60

BAB III AKIBAT HUKUM PENGALIHAN TANAH MILIK BERSAMA ANAK DI

BAWAH UMUR TANPA ADANYA PENETAPAN PENGADILAN

A. Jual Beli Hak Atas Tanah

Seseorang yang memiliki tanah, karena kebutuhan tertentu kadang tanah yang bersangkutan dipindahkan kepada orang lain. Pemindahan hak atas tanah dapat berupa jual beli, hibah, tukar menukar dan lelang. Dari perbuatan hukum tersebut yang sering dilakukan adalah jual beli tanah. jual beli tanah sering dilakukan oleh warga masyarakat baik di kota maupun di desa. Pengertian Jual Beli khususnya untuk tanah hak Milik dibedakan menjadi 2 dua yaitu menurut Hukum Barat yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata dan Hukum Adat.

1. Menurut Hukum Barat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan secara tegas yang dimaksud dengan transaksi jual beli, adalah : “jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan” Pasal 1458 Kitab Undang-Undang hukum Perdata menyatakan pula : “Jual beli ini dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah orang-orang ini mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun kebendaan itu belum dibayar” Universitas Sumatera Utara 61 Pasal 1459 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan : “Hak Milik atas benda yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616” Dari pengertian tersebut diatas, maka untuk terjadinya transaksi, setelah adanya penyesuaian kehendak atau tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak mengenai barang dan harga, yang merupakan unsur pokok dalam transaksi jual beli. Mengenai kata sepakat yang telah dicapai para pihak dalam transaksi, tidak selalu dibuat secara tertulis melainkan dapat juga secara lisan.

2. Menurut Hukum Adat

Menurut Hukum Adat yang dimaksud dengan transaksi Jual Beli hak atas tanah adalah adanya atau diperlukannya persetujuan yang berada diantara kedua belah pihak. Akan tetapi yang lebih dipentingkan lagi ialah diperlukannya atau adanya penyerahan hak atas tanah yang menjadi obyek dari transaksi jual beli hak atas tanah oleh penjual kepada pembeli. Pada saat itu pulalah, pembeli menyerahkan pembayaran harga kepada penjual. Jadi pengertian tersebut berarti konkrit atau nyata, yang mana sebelum adanya penyerahan hak atas tanah atau pembayaran harga maka, transaksi jual beli hak atas tanah dianggap belum pernah terjadi atau belum sah. Namun, lain halnya dengan pengertian transaksi jual beli hak atas tanah menurut hukum perdata barat. Transaksi jual beli hak atas tanah itu pertama-tama diperlukan, adanya kata sepakat, yang mana harga dari hak atas tanah yang dijual itu Universitas Sumatera Utara 62 belum dibayar tetapi sudah kata sepakat maka, transaksi jual beli hak atas tanah itu dianggap telah sah. Jadi pengertian transaksi jual beli hak atas tanah menurut Hukum Adat dan Hukum Perdata Barat pada hakikatnya adalah berbeda, karena menurut hukum adat terjadi transaksi jual beli hak atas tanah adalah berupa penyerahan hak atas tanah dan disertai dengan pembayaran atas sejumlah harga. Sedangkan menurut hukum perdata barat, terjadinya transaksi jual beli hak atas tanah adalah saat mereka mencapai kata sepakat, walaupun tanpa disertai dengan penyerahan hak atas tanah dan pembayaran atas sejumlah harga. Ketentuan hukum agraria telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. dalam Pasal 5 di dalam Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa “hukum Agraria yang berlaku atas bumi air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”. Dari ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 diatas dapat diketahui, bahwa sistem yang dipakai pada hukum agraria kita Undang-Undang Pokok Agraria adalah “Sistem Hukum Agraria Adat”. Namun, yang akan dipakai adalah hukum adat yang telah disempurnakan. Dalam penggunaannya sebagai pelengkap hukum tertulis, norma hukum adat Universitas Sumatera Utara 63 menurut Pasal 5 UUPA, juga akan mengalami pemurnian atau saneering dari unsur- unsurnya yang tidak asli. Dalam pembentukan hukum tanah nasional yang digunakan sebagai bahan utama adalah konsepsi dan asas-asasnya. 70 Dengan melihat uraian diatas, maka transaksi jual beli hak atas tanah itu berpedoman pada hukum adat. Dari ketentuan yang ada tersebut, apabila dibandingkan dengan pengertian transaksi jual beli hak atas tanah menurut hukum adat ternyata pada dasarnya tidak berbeda, karena transaksi jual beli hak atas tanah menurut hukum agraria nasional merupakan perbuatan hukum yang bersifat kontan. Beralihnya atau berpindahnya hak atas tanah itu seketika sejak tanda tangan akta jual beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan pihak-pihak yang bersangkutan dan dua orang saksi. Hal-hal yang berbeda mengenai pelaksanaan atau teknis pemindahan haknya, menurut hukum agraria nasional dituntut adanya tertib administrasi pertanahan terutama yang erat kaitannya dengan masalah pendaftaran tanah sehingga hal-hal yang menyangkut hubungan hukumnya dapat dijamin. Dengan demikian, pengertian transaksi jual beli hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria sama dengan pengertian transaksi jual beli hak atas tanah menurut hukum adat. Hanya saja perbedaannya terletak pada tata cara pelaksanaannya. Menurut hukum adat transaksi jual beli hak atas tanah dilakukan dihadapan kepala desa. Sedangkan menurut Undang-Undang Pokok Agraria transaksi 70 Boedi Harsono, Op.cit., hal. 180 Universitas Sumatera Utara 64 jual beli hak atas tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT didaftarkan pada kantor Pertanahan KabupatenKota setempat. Setelah UUPA yang bersifat unifikasi itu diberlakukan, maka dualisme dalam pengertian jual beli tersebut diatas diakhiri, karena salah satu tujuan dari UUPA adalah meletakkan dasar unifikasi hukum dan menghapus dualisme. Demikian dengan hak atas tanah, yang sebelumnya ada tanah barat dan ada tanah adat maka setelah UUPA diberlakukan hanya mengenal satu macam hak atas tanah yaitu yang diatur dalam UUPA seperti, Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan lain-lain.

B. Hibah

Pengertian hibah pada umumnya adalah pemberian sesuatu barang atau benda dari pemberi hibah kepada penerima hibah pada saat pemberi hibah masih hidup. Barang atau benda yang dijadikan obyek bisa benda bergerak maupun benda tetap tanah. Menurut Pasal 1666 Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUHPerdata hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Penghibahan ini digolongkan pada apa yang dinamakan perjanjian “dengan cuma-cuma” dalam bahasan Belanda : “om niet”, dimana perkataan dengan cuma- cuma itu ditujukan pada hanya adanya prestasi dari satu pihak saja, sedang pihak Universitas Sumatera Utara 65 yang lain tidak usah memberikan kontra prestasi sebagai imbalan. Perjanjian yang demikian juga dinamakan perjanjian “sepihak” unilateral sebagai lawan dari perjanjian ”bertimbal balik” bilateral. Perjanjian yang kebanyakan tentunya adalah bertimbal balik, karena yang lazim adalah bahwa orang menyanggupi suatu prestasi karena ia akan menerima suatu kontra prestasi. Perkataan diwaktu hidupnya si penghibah adalah untuk membedakan penghibahan ini dari pemberian-pemberian yang dilakukan dalam suatu testament surat wasiat, yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah si pemberi hibah meninggal dunia dan setiap waktu selama si pemberi itu masih hidup, dapat dirubah atau ditarik kembali olehnya. Pemberian dalam testament itu dalam KUH Perdata dinamakan “legaat” hibah wasiat yang diatur dalam hukum waris, sedangkan penghibahan ini adalah suatu perjanjian. Karena penghibahan menurut KUH Perdata adalah suatu perjanjian, maka sudah dengan sendirinya ia tidak boleh ditarik kembali secara sepihak oleh si pemberi hibah. Bila kita perhatikan, bahwa penghibahan dalam sistem KUHPerdata adalah seperti halnya jual beli atau tukar menukar, bersifat obligatoir saja, dalam arti belum memindahkan hak milik, karena hak milik ini baru berpindah dengan dilakukannya levering atau penyerahan secara yuridis, yang cara-caranya seperti dalam melakukan jual beli. Dikatakan bahwa penghibahan, disamping jual beli dan tukar menukar merupakan suatu titel bagi pemindahan hak milik. Penghibahan hanyalah dapat mengenai barang-barang yang sudah ada. Jika ia meliputi barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari, maka sekedar mengenai Universitas Sumatera Utara 66 itu hibahnya adalah batal. Berdasarkan ketentuan ini maka jika dihibahkan suatu barang yang sudah ada, bersama-sama dengan suatu barang lain yang baru akan ada dikemudian hari, penghibahan yang mengenai barang yang pertama adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah.

C. Tukar Menukar

Dalam pengertiannya, tukar menukar itu berasal dari bahasa Belanda yaitu ”Ruiling” yang mempunyai arti kata tukar menukar, atau ”Ruilen” yang berarti menukarkan. 71 Dalam perkembangannya pengertian tukar menukar antara lain : 1. Menurut KUHPerdata Pasal 1541 yang berbunyi : ”tukar menukar ialah suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik, sebagai gantinya suatu barang lain”. 2. Menurut R. Subekti, menyatakan : ”bahwa perjanjian tukar menukar ini adalah juga suatu perjanjian konsensuil, dalam arti bahwa perjanjian itu sudah jadi dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai barang-barang yang menjadi obyek dari perjanjiannya”. 72 3. Menurut C.S.T. Kansil, menyatakan bahwa : ”perjanjian tukar menukar itu sama dengan perjanjian jual beli, tetapi perbedaannya pada tukar menukar kedua belah 71 N.E.Algra, Kamus Istilah Hukum, Bina Cipta, Jakarta, 1983, hal. 487 72 Subekti, Aneka Perjanjian, Op.cit., hal. 54 Universitas Sumatera Utara 67 pihak berkewajiban untuk menyerahkan barang, sedangkan pada jual beli pihak yang satu wajib menyerahkan barang dan pihak yang lain menyerahkan uang”. 73 Dari pengertian tukar menukar tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu : a. perjanjian tukar menukar adalah perjanjian obligatoir seperti jual beli, dalam arti bahwa ia belum memindahkan hak milik tetapi baru pada taraf memberikan hak dan kewajiban. Pemindahan atau pengalihan hak terjadi apabila masing-masing dari pemilik barang yang menjadi obyek perjanjian saling memberikan barang yang dipertukarkan, sehingga pada saat itu kepemilikan barang tersebut beralih. b. masing-masing pihak mendapat hak untuk menuntut diserahkannya hak milik atas barang yang menjadi obyek perjanjian. Perbuatan memindahkan hak milik atas masing-masing barang adalah perbuatan perbuatan hukum yang dinamakan ”levering” atau penyerahan hak milik secara yuridis. Segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi obyek perjanjian tukar menukar. Kalau jual beli adalah mengenai barang dengan uang, maka tukar menukar ini adalah suatu transaksi mengenai barang dengan barang. Untuk dapat melakukan perjanjian tukar menukar, masing-masing pihak harus pemilik dari barang yang dia janjikan untuk diserahkan dalam tukar menukar tersebut. Adapun syarat bahwa masing-masing harus pemilik itu, baru berlaku pada saat pihak yang bersangkutan menyerahkan hak milik atas barangnya”. 74 73 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal. 251 74 Subekti, Aneka Perjanjian, Op.cit., hal. 45 Universitas Sumatera Utara 68 Kewajiban untuk menanggung ”vrijwaring”, ”waranty” sebagaimana diatur dalam Pasal 1491 KUHPerdata yang menjadi kewajiban penjual berlaku bagi seorang yang telah memberikan barangnya dalam tukar menukar. Adanya kealpaan dalam menunaikan kewajiban-kewajiban tersebut merupakan wanprestasi yang merupakan alasan untuk menuntut ganti rugi atau pmbatalan perjanjian. Jika pihak yang satu telah menerima barang yang ditukarkan kepadanya, dan kemudian ia membuktikan bahwa pihak yang lain bukan pemilik barang tersebut, maka tidak dapatlah ia dipaksa menyerahkan barang yang ia telah janjikan dari pihaknya sendiri, melainkan hanya untuk mengembalikan barang yang telah diterimanya itu. Kepada siapapun yang karena suatu penghukuman untuk menyerahkan barangnya kepada orang lain, telah terpaksa melepaskan barang yang telah diterimanya dalam tukar menukar, dapat memilih apakah ia akan menuntut pengembalian barang yang ia telah berikan. Ketentuan ini merupakan perwujudan dari kewajiban masing-masing pihak untuk menjamin kenikmatan dan tenteram atas barang-barang yang telah diserahkannya dalam tukar menukar. Namun dengan sendirinya penuntutan pengembalian barang yang telah diserahkan kepada pihak lawan, hanya dapat dilaksanakan selama barang itu masih berada di tangan dalam miliknya pihak tersebut, sebab dapat juga terjadi pihak tersebut sudah menjualnya keepada orang lain, dalam hal yang demikian tinggallah tuntutan ganti rugi yang dapat dilakukan. Mengenai risiko dalam perjanjian tukar menukar adalah jika sesuatu barang tertentu yang telah dijanjijkan untuk ditukar, musnah diluar kesalahan pemiliknya, Universitas Sumatera Utara 69 mka persetujuan dianggap gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar. Peraturan tentang resiko dalam perjanjian tukar menukar ini sudah tepat sekali untuk suatu perjanjian yang bertimbal balik karena dalam perjanjian yang demikian itu sorang menjanjikan prestasi demi untuk mendapat kontrak prestasi.

D. Kecakapan Anak Di Bawah Umur Dalam Perbuatan Peralihan Hak Atas Tanah

Subyek hak atas tanah merupakan orang perseorangan atau badan hukum yang dapat memperoleh sesuatu hak atas tanah, sehingga namanya dapat dicantumkan di dalam buku tanah selaku pemegang sertipikat hak atas tanah. Subyek hukum subject van een recht adalah orang perseorangan natuurlijke persoon atau badan hukum rechts persoon yang mempunyai hak, mempunyai kehendak, dan dapat melakukan perbuatan hukum. 75 Pendapat tersebut dikaitkan dengan isi UUPA maka subyek hukum hak atas tanah merupakan orang atau badan hukum yang dapat mempunyai sesuatu hak atas tanah dan dapat melakukan perbuatan hukum untuk mengambil manfaat dari tanah tersebut. Namun demikian menurut Satjipto Rahardjo: 81 ”Sekalipun manusia diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, namun hukum dapat mengecualikan manusia sebagai makhluk hukum atau hukum bisa tidak mengakuinya sebagai orang dalam arti hukum. Apabila hukum sudah 75 Soerdjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Ketiga, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hal. 126. Universitas Sumatera Utara 70 menentukan demikian maka tertutup kemungkinan bagi manusia tersebut menjadi pembawa hak dan kewajiban selaku subyek hukum.” Jadi, orang perseorangan selaku subyek hak atas tanah, tidak kehilangan hak memperoleh sesuatu hak atas tanah. Namun, untuk melakukan tindakan hukum misalnya melakukan peralihan atas tanah tersebut tidak semua orang dapat melakukannya, karena keterbatasan kecakapan bertindak untuk hukum dari subjek hak tersebut . Kecakapan bertindak dalam hukum rechtsbekwaam heid merupakan kemampuan seseorang untuk membuat suatu perjanjian, sehingga perikatan yang diperbuatnya menjadi sah menurut hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320, Pasal 1330, dan 1451 KUHPerdata, berikut ini: Pasal 1320 KUHPerdata: Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu pokok persoalan tertentu; 4. suatu sebab yang tidak terlarang. Pasal 1330 KUHPerdata: Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah: 1. anak yang belum dewasa; 2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang- undang, dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu. Pasal 1451 KUHPerdata: Pernyataan batalnya perikatan-perikatan berdasarkan ketidakcakapan orang- orang tersebut dalam pasal 1330, mengakibatkan pulihnya barang-barang dan Universitas Sumatera Utara 71 orang yang bersangkutan dalam keadaan seperti sebelum perikatan dibuat, dengan pengertian bahwa segala sesuatu yang telah diberikan atau dibayarkan kepada orang yang tak berwenang, akibat perikatan itu, hanya dapat dituntut kembali, bila barang yang bersangkutan masih berada di tangan orang yang tidak berwenang itu, atau bila ternyata bahwa orang ini telah mendapat keuntungan dari apa yang telah diberikan atau dibayar itu, atau bila apa yang dinikmati telah dipakai bagi kepentingannya. Konsekwensinya dalam bidang pendaftaran tanah bahwa setiap perbuatan hukum kepemilikan hak atas tanah yang diperbuat oleh pihak yang tidak cakap bertindak dalam hukum seperti anak yang belum dewasa atau belum pernah kawin atau orang yang diletakkan di bawah pengampuan dapat dibatalkan demi hukum. Hal ini sesuai dengan Pasal 1446 dan Pasal 1454 KUHPerdata, berikut ini: Pasal 1446 KUHPerdata: Semua perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang- orang yang berada di bawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya. Perikatan yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh anak-anak yang belum dewasa yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak batal demi hukum, sejauh perikatan tersebut tidak melampaui batas kekuasaan mereka. Pasal 1454 KUHPerdata: Bila suatu tuntutan untuk pernyataan batalnya suatu perikatan tidak dibatasi dengan suatu ketentuan undang-undang khusus mengenai waktu yang lebih pendek, maka waktu itu adalah lima tahun. Waktu tersebut mulai berlaku: dalam hal kebelumdewasaan, sejak hari kedewasaan; dalam hal pengampuan, sejak hari pencabutan pengampuan; dalam hal paksaan, sejak hari paksaan itu berhenti; dalam hal penyesatan atau penipuan, sejak hari diketahuinya penyesatan atau penipuan itu; dalam hal perbuatan seorang perempuan bersuami yang dilakukan tanpa kuasa si suami, sejak hari pembubaran perkawinan; Universitas Sumatera Utara 72 dalam hal batalnya suatu perikatan termaksud dalam pasal 1341, sejak hari diketahuinya bahwa kesadaran yang diperlukan untuk kebatalan itu ada. Waktu tersebut diatas, yaitu waktu yang ditetapkan untuk mengajukan tuntutan, tidak berlaku terhadap kebatalan yang diajukan sebagai pembelaan atau tangkisan, yang selalu dapat dikemukakan. Dengan demikian dari uraian di atas tentang subyek hak atas tanah bahwa hukum dapat menentukan manusia menjadi tidak cakap melakukan perbuatan hukum tertentu, karena adanya perbedaan penilaan undang-undang terhadap perkembangan fisik dan atau mental manusia dalam perbuatan hukum tertentu tersebut, yang salah satunya adalah karena masih di bawah umur. Oleh karena itu anak di bawah umur sebagai subjek hak atas dalam penguasaan orang atau wali. Seorang anak yang sah sampai pada waktu ia mencapai usia dewasa atau kawin, berada di bawah kekuasaan orang tuanya ouderlijke macht selama kedua orang tua itu terikat dalam hubungan perkawinan. Dengan demikian, kekuasaan orang tua itu mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari pengesahannya dan berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin, atau pada waktu perkawinan orang tuanya dihapuskan. Ada pula kemungkinan, kekuasaan itu oleh hakim dicabut ontzet atau orang tua itu dibebaskan ontheven dan kekuasaan itu, karena sesuatu alasan. Kekuasaan itu dimiliki oleh kedua orang tua bersama, tetapi lazimnya dilakukan oleh si ayah. Hanyalah apabila ayah itu tidak mampu untuk melakukannya, misalnya sedang sakit keras, sakit ingatan, sedang bepergian dengan tidak ada ketentuan tentang nasibnya, atau sedang berada di bawah pengawasan curatele kekuasaan itu dilakukan oleh isterinya. Kekuasaan orang tua, terutama berisi Universitas Sumatera Utara 73 kewajiban untuk mendidik dan memelihara anaknya. Pemeliharaan meliputi pemberian nafkah, pakaian dan perumahan. 76 Kekuasaan orang tua itu tidak saja meliputi diri si anak, tetapi juga meliputi benda atau kekayaan si anak itu. Apabila si anak mempunyai kekayaan sendiri, kekayaan ini diurus oleh orang yang melakukan kekayaan sendiri, kekayaan ini diurus oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua itu. Hanyalah dalam hal ini diadakan pembatasan oleh undang-undang, yaitu mengenai benda-benda yang tak bergerak, surat-surat sero effecten dan surat-surat penagihan yang tidak boleh dijual sebelum mendapat izin dari hakim. Ketentuan tentang anak di bawah umur ini masih terjadinya benturan dalam batasan anak di bawah umur tersebut, karena menurut KUHPerdata anak di bawah umur adalah anak di bawah umur 21 tahun, sedangkan menurut Pasal 48 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah 18 tahun, demikian juga yang ditentukan dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris UUJN ditentukan anak di bawah umur adalah anak yang belum mencapai umur 18 tahun. Ketentuan umur ini baik menurut KUHPerdata, Undang-Undang Perkawinan maupun UUJN dikecualikan bagi yang sudah kawin. Artinya anak yang sudah kawin maka telah cakap kedewasaan untuk bertindak dalam hukum. Sebagaimana uraian sebelumnya di mana menurut KUHPerdata bahwa anak di bawah umur, yaitu anak yang belum berumur 21 tahun maka kepengurusan terhadap harta kekayaan anak dibawah umur tersebut dapat dilakukan melalui 76 R. Subekti, Op.cit., hal. 50-51 Universitas Sumatera Utara 74 perwakilan orangtua atau perwalian anak di bawah umur, baik menurut undang- undang ataupun berdasarkan penetapan pengadilan. Dalam hal diperlukannya tindakan hukum atas harta kekayaan anak di bawah umur, dapat dilangsungkan melalui lembaga perwakilan menurut undang-undang berdasarkan kekuasaan orang tua atau perwakilan yang ditetapkan pengadilan kepada salah seorang dan kedua orang tuanya atau perwakilan menurut undang-undang oleh pihak lain. Akan tetapi, kekuasaan perwakilan atau perwalian tidak boleh digunakan untuk memindahtangankan, mengalihkan, atau membebankan harta kekayaan anak di bawah umur, kecuali dalam hal kepentingan si anak menghendaki. Pasal 307 KUHPerdata menentukan: Orang yang melakukan kekuasaan orang tua atas seorang anak yang masih di bawah umur, hal mengurus barang-barang kepunyaan anak itu, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 237 dan alinea terakhir pasal 319e. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap barang-barang yang dihibahkan atau diwasiatkan kepada anak-anak, baik dengan akta antara yang sama-sama masih hidup maupun dengan surat wasiat, dengan ketentuan bahwa pengurusan atas barang-barang itu akan dilakukan oleh seorang pengurus atau lebih yang ditunjuk untuk itu di luar orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Bila pengurusan yang diatur demikian, karena alasan apa pun juga sekiranya, hapus, maka barang-barang termaksud, beralih pengelolaannya kepada orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Meskipun ada pengangkatan pengurus-pengurus khusus seperti di atas, orang yang melakukan kekuasaan orang tua mempunyai hak untuk minta perhitungan dan pertanggungawaban dari orang-orang tersebut selama anaknya belum dewasa. Pasal 237 KUHPerdata menentukan: Sebelum meminta pisah meja dan ranjang, suami-istri itu wajib mengatur dengan akta otentik semua persyaratan untuk itu, baik yang mengenai diri mereka maupun yang mengenai pelaksanaan kekuasaan orang tua dan urusan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka. Universitas Sumatera Utara 75 Tindakan-tindakan yang telah mereka rancang untuk dilaksanakan selama pemeriksaan pengadilan, hal dikemukakan supaya dikuatkan oleh pengadilan negeri, dan jika perlu, supaya diatur olehnya. Kemudian 319e KUHPerdata ditentukan: Bila anak-anak yang diserahkan kepada kekuasaan orang tua atau perwalian beberapa orang, mempunyai hak milik bersama atas barang-barang, pengadilan negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau orang lain untuk mengurus barang-barang itu, dengan jaminan yang ditetapkan pengadilan negeri, sampai diadakan pemisahan dan pembagian menurut Bab XVII Buku kedua. Dari ketentuan KUHPerdata di atas terlihat dalam melakukan tindakan hukum terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan oleh orang tuanya atau walinya. Di mana kekuasaan mengurus harta bersama anak di bawah umur tersebut harus dilakukan dengan jaminan yang ditetapkan pengadilan negeri. Selanjutnya selain dalam KUHPerdata, maka kekuasaan perwakilan atau perwalian dalam mengurus harta bersama anak di bawah umur ini juga sudah diatur dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 54 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 45 UU No.1 Tahun 1974 menentukan kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Ketentuan di atas secara tegas menyatakan bahwa anak di bawah umur dalam penguasaan orang tua kecuali anak di bawah umur tersebut telah kawin. Ketentuan anak di bawah umur yang dimaksud dapat terlihat dari ketentuan Pasal 47 UU No.1 Tahun 1974 yaitu anak yang belum mencapai umur 18 delapan belas tahun atau Universitas Sumatera Utara 76 belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan. Walaupun orang tua mewakili anak di bawah umur tersebut di dalam dan di luar pengadilan, akan tetapi sesuai Pasal 48 UU No. 1 Tahun 1974, orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anak di bawah umur tersebut kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. Dengan demikian, baik dalam KUHPerdata maupun dalam UU No.1 Tahun 1974 harta bersama anak di bawah umur adalah dalam penguasaan orang tua, tetapi orang tua tidak dapat mengalihkan atau melakukan perbuatan hukum atas harta anak di bawah umur seperti kepemilikan atas tanah hak milik bersama anak di bawah umur tersebut kecuali kepentingan anak membutuhkan. Hanya saja perbedaan dari kedua ketentuan tersebut adalah bahwa KUHPerdata secara tegas menyatakan bahwa peralihan atau perbuatan hukum atas harta anak di bawah umur tersebut harus dengan penetapan pengadilan bagi yang tunduk pada KUHPerdata, tetapi dalam UU No.1 Tahun 1974 tidak ada disebutkan harus dengan penetapan pengadilan. Akan tetapi ketentuan UU No.1 Tahun 1974 bukan berarti mengurangi kewenangan izin Pengadilan ketetapan pengadilan yang diberlakukan bagi yang tunduk kepada Universitas Sumatera Utara 77 KUHPerdata, hanya saja soal izin Pengadilan ini tidak pernah disebut dalam UU No.1 Tahun 1974 secara tegas. 77 Menurut M. Yahya Harahap, bahwa wali dengan sendirinya menurut hukum menjadi kuasa untuk bertindak mewakili kepentingan anak yang berada di bawah perwalian sesuai dengan ketentuan Pasal 51 UU No.1 Tahun 1974. Kemudian berdasarkan Pasal 45 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974, orang tua dengan sendirinya menurut hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai wali anak-anak sampai mereka dewasa. Oleh karena itu, orang tua adalah kuasa yang mewakili kepentingan anak-anak yang belum dewasa kepada pihak ketiga maupun di depan pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari anak tersebut. 78 Menurut ketentuan Pasal 309 jo Pasal 393 KUHPerdata, pengalihan hak milik dari anak yang masih di bawah umur harus berdasarkan pada Penetapan dari Pengadilan Negeri. Di beberapa daerah tertentu Penetapan Pengadilan ini tidak terlalu menjadi suatu keharusan mengingat para pihak tersebut dapat dianggap tidak menundukan diri kepada KUHPerdata tetapi tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di dalamnya tidak secara tegas mengharuskan pengalihan hak milik dari seorang anak yang masih di bawah umur harus melalui Penetapan Pengadilan. 79 77 Hasil wawancara dengan Bapak Ridwan Lubis, Kasubsie Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 24 Mei 2012 78 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cetakan Keempat, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 9 79 Hasil wawancara dengan Bapak Ridwan Lubis, Kasubsie Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 24 Mei 2012 Universitas Sumatera Utara 78 Dengan adanya penetapan pengadilan maka orang tua tidak mempunyai halangan untuk bertindak sebagai wali bagi anak yang masih di bawah umur tersebut hingga anak tersebut dewasa 21 tahun dan mandiri. Tujuan penetapan pengadilan dalam jual beli atas tanah milik bersama anak di bawah umur adalah untuk memberikan perlindungan kepada anak yang masih di bawah umur tersebut akan hak- haknya atas tanah warisan orang tuanya, demikian juga pihak pembeli akan kepastian hak atas tanah yang dibeli tersebut, selain itu menjamin terjadinya pengalihan hak atas tanah yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, bagi NotarisPPAT membuktikan bahwa Notaris telah bekerja dengan hati-hati dan seksama serta menjaga kepentingan pihak yang terkait dengan perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah tersebut, sehingga terhindar dari gugatan ahli waris anak di bawah umur di kemudian hari. Demikian juga dengan PPAT dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat diberi kewenangan untuk pembuatan akta jual beli atas tanah tersebut, maka berupaya mematuhi ketentuan KUHPerdata tersebut bahwa setiap pemindahtanganan hak atas tanah milik bersama anak di bawah umur tersebut harus terlebih dahulu diterbitkan penetapan pengadilan baru dapat dibuat akta jual belinya oleh PPAT guna didaftarkan balik nama pada Kantor Pertanahan. 80 80 Hasil wawancara dengan Bapak Ridwan Lubis, Kasubsie Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 24 Mei 2012 Universitas Sumatera Utara 79

E. Akibat Hukum Pengalihan Tanah Milik Bersama Anak Di Bawah Umur Tanpa Adanya Penetapan Pengadilan

Pengurusan harta kekayaan Anak dibawah umur dapat dilakukan melalui perwakilan orang tua atau perwalian anak dibawah umur, baik menurut Undang- undang ataupun berdasarkan penetapan pengadilan. Dalam hal diperlukan tindakan hukum atas harta kekayaan anak dibawah umur, dapat dilangsungkan melalui lembaga perwalian menurut undang-undang berdasarkan kekuasaan orang tua ouderlijke macht atau perwalian yang ditetapkan pengadilan kepada salah seorang dari kedua orang tuanya voogdij atau perwalian menurut undang-undang oleh pihak lain wettelijke voogdij sebagaimana termuat dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 54 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974. Akan tetapi, kekuasaan perwakilan atau perwalian tidak boleh digunakan untuk memindahtangankan, mengalihkan atau membebankan harta kekayaan anak dibawah umur, kecuali dalam hal kepentingan si anak menghendaki Pasal 48 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 jo Pasal 307,309,1315,1317,1340 KUHPerdata. Kedudukan orang yang dibawah pengampuan, di dalam maupun di luar pengadilan berlaku sama dengan kedudukan anak dibawah umur sehingga semua ketentuan mengenai pengurusan perwakilan orangtua atau perwalian anak dibawah umur berlaku sama dengan pengurusan pengampu kecuali dalam perbuatan hukum tertentu misalnya membuat surat wasiat, tindakan pengurusan tersebut baru akan Universitas Sumatera Utara 80 mengikat harta kekayaan anak dibawah umur terhadap hal-hal yang diatur secara khusus antara lain sebagai berikut : 81 1. Untuk meminjam uang, untuk mengasingkan atau untuk menggadaikan barang- barang tak bergerak, menjual, menghibahkan, tukar menukar, atau memindahtangankan surat-surat utang Negara, piutang-piutang dan andil-andil, maka wali hanya dapat bertindak mewakili anak dibawah umur jika wali telah mendapat kuasa dari pengadilan Pasal 393 KUHPerdata. 2. Untuk memajukan suatu gugatan di muka hakim atas nama anak dibawah umur atau untuk membela kepentingan anak dibawah umur atas suatu gugatan atau untuk menerima suatu putusan, jika wali telah lebih dahulu mendapat ijin dari pengadilan Pasal 403 KUHPerdata. 3. Untuk mengadakan perdamaian di luar hakim maupun untuk menyerahkan suatu perkara kepada suatu lembaga penyelesaian sengketa alternatif, jika wali telah mendapat ijin dari pengadilan Pasal 407 KUHPerdata. 4. Untuk menerima suatu warisan atas nama anak dibawah umur selain dengan hak istimewa untuk perdaftaran harta peninggalan, wali dilarang menerima atau menolaknya tanpa mendapat ijin dari pengadilan Pasal 401 KUHPerdata. 5. Untuk menerima sebuah hibah atas nama anak dibawah umur hanya dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari pengadilan Pasal 402 KUHPerdata. Anak dibawah umur selaku subyek hukum yang belum cakap melakukan tindakan hukum sendiri terhadap harta kekayaannya yang didapat dari pemberian 81 S. Chandra, Sertipikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Gramedia, Jakarta, 2005, hal. 32-34 Universitas Sumatera Utara 81 orang tuanya maka segala pengurusan dilakukan oleh kekuasaan orang tuanya atau walinya, orang tua atau walinya berhak mendapat kenikmatan dari harta anak tersebut, tetapi harus menanggung segala kerugiannya atas tindakan pengurusan terhadap harta anak di bawah umur yang kurang baik. Untuk melindungi secara hukum atas harta anak tersebut maka diatur dalam KUHPerdata dan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam kaitannya dengan jual beli berupa benda tidak bergerak yaitu sebidang tanah dan bangunan seperti dalam penelitian ini maka untuk memberi perlindungan hukum maka menurut penulis selain ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan dan KUHPerdata tersebut diatas. Pengalihan hak atas tanah milik anak di bawah umur atau di bawah perwalian, apabila salah satu orang tuanya sudah meninggal dunia, maka harus dilaksanakan oleh wali untuk mewakili dalam melakukan perbuatan hukum mengalihkan hak milik atas tanah yang menjadi haknya tersebut. Fungsi penetapan pengadilan sebagai ijin pengalihan hak atas tanah milik anak yang masih di bawah umur sebagai perlindungan bagi hak-hak anak terhadap harta yang dialihkan. Penetapan pengadilan sebagai ijin pengalihan hak atas tanah kepunyaan anak di bawah perwalian sebagai surat kuasa yang diberikan oleh negara untuk melakukan perbuatan hukum pengalihan hak, supaya salah satu orang tua yang hidup terlama atau wali dari anak dibawah perwalian yang telah ditunjuk pengadilan dalam mengalihkan hak milik harta kekayaan anak yang diwakilinya tetap memperhatikan kepentingan dan hak-hak anak tersebut. Universitas Sumatera Utara 82 Dengan demikian, baik dalam KUHPerdata maupun dalam UU No.1 Tahun 1974 harta bersama anak di bawah umur adalah dalam penguasaan orang tua, tetapi orang tua tidak dapat mengalihkan atau melakukan perbuatan hukum atas harta anak di bawah umur seperti kepemilikan atas tanah hak milik bersama anak di bawah umur tersebut kecuali kepentingan anak membutuhkan. Hanya saja perbedaan dari kedua ketentuan tersebut adalah bahwa KUHPerdata secara tegas menyatakan bahwa peralihan atau perbuatan hukum atas harta anak di bawah umur tersebut harus dengan penetapan pengadilan bagi yang tunduk pada KUHPerdata, tetapi dalam UU No.1 Tahun 1974 tidak ada disebutkan harus dengan penetapan pengadilan. Akan tetapi ketentuan UU No.1 Tahun 1974 bukan berarti mengurangi kewenangan izin Pengadilan ketetapan pengadilan yang diberlakukan bagi yang tunduk kepada KUH Perdata, hanya saja soal izin Pengadilan ini tidak pernah disebut dalam UU No.1 Tahun 1974 secara tegas. Menurut M. Yahya Harahap, bahwa wali dengan sendirinya menurut hukum menjadi kuasa untuk bertindak mewakili kepentingan anak yang berada di bawah perwalian sesuai dengan ketentuan Pasal 51 UU No.1 Tahun 1974. Kemudian berdasarkan Pasal 45 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974, orang tua dengan sendirinya menurut hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai wali anak-anak sampai mereka dewasa. Oleh karena itu, orang tua adalah kuasa yang mewakili kepentingan Universitas Sumatera Utara 83 anak-anak yang belum dewasa kepada pihak ketiga maupun di depan pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari anak tersebut. 82 Menurut ketentuan Pasal 309 jo Pasal 393 KUHPerdata, pengalihan hak milik dari anak yang masih di bawah umur harus berdasarkan pada Penetapan dari Pengadilan Negeri. Di beberapa daerah tertentu Penetapan Pengadilan ini tidak terlalu menjadi suatu keharusan mengingat para pihak tersebut dapat dianggap tidak menundukan diri kepada KUHPerdata tetapi tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di dalamnya tidak secara tegas mengharuskan pengalihan hak milik dari seorang anak yang masih di bawah umur harus melalui Penetapan Pengadilan. 83 Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, terdapat syarat subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang. Dalam hukum perjanjian ada akibat hukum tertentu jika syarat subjektif dan syarat objektif tidak dipenuhi. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian 82 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cetakan Keempat, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 9 83 Nirwan Harahap, Problematika Jual Beli Dan Pendaftaran Tanah Hak Milik Yang Dimiliki Bersama Anak Di Bawah Umur Studi Di Pematang Siantar, Tesis, Magister Kenotariatan, FH USU, 2010 Universitas Sumatera Utara 84 dapat dibatalkan vernietigbaar sepanjang ada permintaan oleh orang-orang tertentu atau yang berkepentingan. Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi ancaman untuk dibatalkan oleh para pihak yang berkepentingan dari orang tua, wali atau pengampu. Pembatalan karena ada permintaan dari yang berkepentingan, seperti orang tua, wali atau pengampu disebut pembatalan yang relatif atau tidak mutlak. Pembatalan relatif ini dibagi dua, yaitu : 1 Pembatalan atas kekuatan sendiri, maka atas permintaan orang tertentu dengan mengajukan gugatan atau perlawanan, agar hakim menyatakan batal nietig verklaard suatu perjanjian. Contohnya jika tidak dipenuhi syarat subjektif Pasal 1446 KUHPerdata. 2 Pembatalan oleh hakim, dengan putusan membatalkan suatu perjanjian dengan mengajukan gugatan. Contohnya Pasal 1449 KUHPerdata. 84 84 Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bale Bandung “Sumur Bandung”, Bandung, 1989, hal. 121 Universitas Sumatera Utara 85

BAB IV PENDAFTARAN TANAH UNTUK MELINDUNGI PEMILIK

HAK ATAS TANAH A. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Yang Berkelanjutan 1. Balik Nama Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Balik nama merupakan salah satu upaya pemeliharaan data dalam pendaftaran tanah sehingga diharapkan akan tercipta suatu data yang selalu mutakhir mengenai setiap perubahan baik karena mutasi, pengikatan hak tanggungan, pendirian hak baru yang akan terus terekam, juga segala hal yang yang berkaitan dengan tanah tersebut, seperti tanah tersebut disita, dibekukan karena kewarganegaraan pemiliknya, karena pewarisan, lelang dan sebagainya. 85 Pendaftaran tanah berasal dari kata Cadastre Bahasa Belanda Kadaster suatu istilah teknis untuk suatu rekord rekaman, menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan atau lain-lain atas hak terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa latin “Capitastrum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi Capita Torrens. Dalam artian yang tegas Cadastre adalah rekord rekaman daripada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. 86 85 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009, hal. 88-89 86 Ibid., hal. 18 Universitas Sumatera Utara 86 Menurut A.P. Parlindungan bahwa tanah itu hanya merupakan salah satu bagian dari bumi, disamping ditanam di bumi ataupun di tubuh bumi. 87 Dalam hukum tanah kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok Agraria UUPA, dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa: atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya bermacam-macam hak atas permukaan bumi, juga disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan yang dipunyai orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum. Dengan demikian jelaslah bahwa tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatasan, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. 88 Di dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah: Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali initial registration dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. 89 Pendaftaran untuk pertama kali menurut Boedi Harsono adalah: “Kegiatan Pendaftaran yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan 87 Ibid., hal. 20 88 Boedi Harsono, Op.cit., hal. 18 89 Ibid., hal. 460 Universitas Sumatera Utara 87 berdasarkan PP 101961 dan PP 241997.” 90 Kemudian yang dimaksud dengan pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah: Kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Perubahan itu mungkin terjadi sebagai akibat beralihnya, dibebaninya atau berubahnya nama pemegang hak yang telah didaftar, hapusnya atau diperpanjangnya jangka waktu hak yang telah berakhir, pemecahan, pemisahan dan penggabungan bidang tanah yang haknya sudah didaftar. Agar data yang tersedia di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan yang mutakhir, dalam Pasal 36 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997 ditentukan bahwa pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan-perubahan yang dimaksudkan kepada Kantor Pertanahan. 91 Pelaksanaan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Berdasarkan pasal-pasal tersebut pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi : 1 Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali initial registration Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali initial registration yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah desakelurahan. 90 Ibid. 91 Ibid., hal. 461 Universitas Sumatera Utara 88 Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desakelurahan secara individual atau masal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya. 92 2 Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah maintenance Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. 93

2. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah