Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan waktu penyesuaian antara komoditi dengan impor tinggi dan komoditi dengan impor
rendah. Dalam hal waktu penyesuaian pengaruh dari volatilitas nilai tukar, pada masa nilai tukar mengambang terkendali, ekspor dengan kandungan impor tinggi
memiliki waktu penyesuaian yang lebih cepat dibandingkan dengan kandungan impor rendah.
Pada masa nilai tukar mengambang bebas, ekspor dengan kandungan impor tinggi memiliki waktu penyesuaian yang lebih cepat dibandingkan dengan
kandungan impor rendah 6.97 bulan. Waktu penyesuaian yang berbeda disebabkan karena adannya perbedaan jumlah kandungan impor.
2.3. Kerangka Konseptual
Pencapaian target dalam sektor riil yaitu mendorong pertumbuhan produksi dan kesempatan kerja merupakan salah satu sasaran akhir kebijakan
moneter. Jalur transmisi kebijakan moneter ke sektor rill yang selama ini diadopsi berdasarkan pada paradigma jumlah uang beredar. Otoritas moneter
mengandalkan efektivitas operasi pasar terbuka dalam mengatur jumlah reserve money uang primer sebagai sasaran operasional yang ditujukan untuk
mempengaruhi jumlah M1,M2 dan M3 sebagai sasaran. Selanjutnya dengan mengasumsikan stabilitas money multiplier dan money velocity, maka target
akhir dapat dicapai. Namun dengan adanya kemajuan industri keuangan serta makin
terintegrasinya pasar keuangan dunia membuat paradigma lama tersebut menjadi kurang tepat dan sebagai alternatif otoritas moneter menggunakan
indikator suku bunga sebagai target operasional disamping jumlah uang beredar. Penggunaan indikator suku bunga ini lebih unggul dari segi kecepatan informasi
yang diterima serta besarnya magnitude pass through.
Selanjutnya, kebijakan moneter tersebut ditransmisikan melalui jalur-jalur transmisi sehingga mampu mempengaruhi kinerja sektor riil dan jalur yang relatif
kuat kemampuannya dalam mempengaruhi kinerja sektor riil adalah jalur suku bunga, jalur harga aset melalui nilai tukar dan jalur kredit khususnya dari sisi jalur
pinjaman bank. Pada jalur suku bunga, otoritas moneter dapat mempengaruhi sisi investasi. Kebijakan moneter kontraktif akan mendorong peningkatan suku
bunga yang mempengaruhi biaya modal dan mendorong penurunan investasi. Sedangkan transmisi melalui jalur nilai tukar ini relatif efektif jika sistem nilai tukar
yang dianut adalah nilai tukar mengambang. Hal ini telah diterapkan di Indonesia dimana saat ini otoritas moneter membiarkan pergerakan nilai tukar berdasarkan
permintaan dan penawaran di pasar valuta asing. Disamping itu, antara jalur suku bunga dan nilai tukar terdapat keterkaitan yang cukup erat terutama dalam
kondisi perekonomian terbuka dimana kenaikan suku bunga domestik akan mendorong perbedaan suku bunga domestik dengan suku bunga luar negeri
yang cenderung stabil, dan daya tarik margin yang tinggi akan mendongkrak capital inflow yang mempu memberikan tekanan apresiatif pada mata uang
domestik. Perubahan nilai tukar ini dengan sendirinya akan mempengaruhi kinerja perdagangan.
Kemajuan sektor keuangan juga menjadi perhatian dalam penelitian ini karena pada dasarnya transmisi moneter dijalankan oleh sektor keuangan
menuju ke sektor riil. Otoritas moneter melalui instrumen penetapan giro wajib minimum GWM di bank sentral dapat mempengaruhi kondisi keuangan bank.
Apabila Bank Indonesia melakukan kebijakan moneter kontraktif melalui peningkatan giro wajib minimum GWM, maka cadangan yang ada di bank akan
mengalami penurunan sehingga loanable fund mengalami penurunan. Apabila hal tersebut tidak diatasi dengan melakukan penambahan danapengurangan
surat-surat berharga maka kemampuan bank memberikan pinjaman akan
menurun dalam arti penawaranalokasi kredit oleh perbankan juga akan menurun. Terkait dengan peran intermediasi yang dijalankan sektor keuangan
dan melihat kondisi perekonomian di Indonesia dimana sebagian besar sektor riil masih tergantung pada kredit maka penurunan jumlah penawaran kredit oleh
sektor perbankan akan menurunkan investasi yang berdampak pada terkendalanya peningkatan produksi atau skala usaha. Secara lebih rinci,
kerangka konseptual penelitian ini disajikan pada Gambar 6.
Keterangan : 1 jalur suku bunga 2 jalur harga aset melalui nilai tukar
3 jalur kredit
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor Riil di Indonesia
3 1
3
Kinerja Sektor Riil a. Produk domestik bruto
b. Penyerapan Tenaga Kerja c. Tingkat pengangguran
Kebijakan Moneter EkspansifKontraktif Instrumen : OPT, GWM
Uang Primer
Suku Bunga Riil
Nilai Tukar
Ekspor Netto Investasi
Dana Pihak Ketiga
Alokasi Kredit
1 2
2
2 3
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi
Penelitian
Lokasi penelitian dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil mencakup wilayah Indonesia dengan basis analisis pada masing-masing sektor
yang menjadi objek penelitian yaitu sektor pertanian, sektor industri, dan sektor lainnya.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series. Deret waktu data yang digunakan adalah triwulanan pertama
1984 sampai triwulan empat tahun 2005. Data diperoleh dari dua sumber utama yaitu Bank Indonesia dan Biro Pusat Statistika.
3.3. Spesifikasi Model
Model dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil disusun dalam sistem persamaan simultan dalam tiga blok yaitu blok moneter, blok
transmisi moneter ke sektor riil dan blok kinerja sektor riil. Secara rinci model yang disusun adalah sebagai berikut:
A. Blok Moneter Suku Bunga
IR = a
10
+ a
11
MB +a
12
RR+ a
13
ISBI + a
14
PDB+ a
15
DKM+ a
16
DBI + e
01 ..
1 dimana:
IR =
Suku Bunga Deposito 1 tahun persen MB
= Uang Primer milyar rupiah
RR =
Giro Wajib Minimum persen ISBI
= Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia 3 bulan persen
PDB =
Produk Domestik Bruto milyar rupiah DKM = Dummy
Krisis Moneter
DBI =
Dummy Independensi Bank Indonesia Hipotesis:
a
12,
a
13,
a
14,
a
15 ,
a
16
0 a
11