disalurkan kepada sektor industri sangat responsif terhadap perubahan suku bunga.
Hasil analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit ini menggambarkan bahwa jalur kredit khususnya jalur pinjaman bank melalui
penetapan giro wajib minimum efektif mempengaruhi alokasi kredit kepada sektor riil dimana ekspansi penyaluran kredit dapat diupayakan melalui
penurunan giro wajib minimum yang disimpan bank umum pada Bank Indonesia dan sebaliknya. Namun dalam operasionalnya, kebijakan moneter ini menjadi
kurang efektif jika suku bunga kredit masih tinggi karena mengurangi minat sektor riil mengingat mahalnya biaya modal yang harus ditanggung.
5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sektor Riil
Kinerja sektor riil dalam bahasan berikut ini dilihat dari empat indikator yaitu investasi, ekpor, produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja.
Analisis setiap indikator kinerja ini dibedakan antara sektor pertanian dan sektor industri dengan pertimbangan adanya perbedaan perilaku teknologi yang khas
oleh dua sektor produksi ini. Tabel 11 menyajikan faktor-faktor yang mempengaruhi investasi pada
sektor pertanian dan industri. Investasi pada sektor pertanian dan sektor industri dipengaruhi oleh suku bunga dan arah parameter yang negatif menunjukkan
bahwa suku bunga yang tinggi akan menurunkan nilai investasi pada kedua sektor. Alasannya adalah suku bunga merupakan biaya modal bagi pelaku
ekonomi sehingga biaya modal yang lebh tinggi menurunkan minat berinvestasi. Dari nilai elastisiitasnya tampak bahwa dalam jangka panjang variabel suku
bunga ini memiliki nilai elastisitas sebesar 1.1817 yang menunjukkan bahwa investasi pada sektor pertanian sangat responsif terhadap perubahan suku
bunga. Dikaitkan dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter, maka hasil ini
menunjukkan bahwa jalur tranmisi melalui suku bunga bekerja efektif dalam mempengaruhi aktivitas investasi pada sektor riil dimana otoritas moneter dapat
mendukung upaya perbaikan investasi melalui penciptaan suku bunga yang murah.
Tabel 11. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi Sektor Pertanian dan Industri, Tahun 2005
Elastisitas SektorVariabel Uraian
Parameter Dugaan
ProbITI Jangka
Pendek Jangka
Panjang
Pertanian
Intercept -261.157
0.3034 IR
Suku Bunga
-9.55172 0.194
-0.5583 -1.1817
ACSPT Alokasi Kredit Sektor Pertanian
3263.967 0.101
0.2577 0.0011 GPDBSPT
Perkembangan PDB sektor Pertanian
0.074038 0.086
0.0009 0.0009 LINVSPT
Lag Investasi Sektor Pertanian 1.002156
.0001 DKM
Dummy Krisis Moneter -44.7899
0.5961
Industri
Intercept -1716.82
0.5101 IR
Suku Bunga
-186.033 0.0037
-0.1685 -0.1707
ACSI Alokasi Kredit Sektor Industri
5663.908 0.2695
0.4669 0.4730
GPDBSI Perkembangan PDB sektor
Industri 0.11021
0.4246 0.0080
0.0081 LINVSPT
Lag Investasi Sektor Industri 0.099208
.0001 DKM
Dummy Krisis Moneter -999.429
0.1661
R
2
= 0.98145; 1
s t
Or der Aut oc or r el at i on = -0.11701 R
2
= 0.83942; 1
s t
Or der Aut oc or r el at i on = 0.06518
Faktor lain yang menjadi pertimbangan pelaku usaha dalam perencanaan investasi adalah alokasi kredit karena sampai saat ini sebagian besar
pembiayaan sektor produksi masih tergantung pada kredit. Kondisi ini tampak jelas pada sektor pertanian dimana variabel kredit berpengaruh nyata terhadap
investasi sektor pertanian dengan arah yang positif. Artinya, peningkatan jumlah kredit yang disalurkan pada sektor pertanian berpotensi meningkatkan investasi
pada sektor tersebut. Sedangkan pada sektor industri, signifikansi pengaruh kredit terhadap investasi terlihat pada taraf kepercayaan 30 persen. Hasil ini
menjadi gambaran bahwa jalur transmisi melalui kredit bekerja efektif dalam
mempengaruhi investasi sektor pertanian sehingga prioritas penyaluran kredit bagi sektor pertanian tetap dibutuhkan.
Variabel lain yang berpengaruh juga terhadap investasi pada sektor pertanian adalah perkembangan produksi sebagai potensi ekonomi di sektor
tersebut. Arah parameternya mengindikasikan bahwa tambahan output sektor pertanian mendorong minat pelaku usaha untuk meningkatkan investasi di sektor
pertanian karena adanya potensi ekonomi yang lebih baik. Kinerja sektor riil juga dapat diamati dari kinerja ekspor. Sebagaimana
disajikan pada Tabel 12, kinerja ekspor sektor pertanian dan sektor industri memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Ekspor sektor pertanian dipengaruhi
hanya oleh tingkat produksi sektor tersebut dengan arah yang positif. Hal ini terjadi berkemungkinan karena output sektor pertanian relatif spesifik dan
memiliki keunggulan komparatif sehingga peningkatan ekspor sangat responsif terhadap peningkatan produksi sektor itu sendiri. Sedangkan variabel yang
dominan mempengaruhi ekspor sektor industri adalah inflasi. Dari arah parameternya diketahui bahwa peningkatan inflasi yang mencerminkan kenaikan
harga barang-barang menurunkan nilai ekspor karena harga barang ekspor menjadi lebih mahal dan menurunkan daya saing produk ekspor sektor industri di
pasar dunia. Disamping itu, harga domestik yang lebih tinggi menarik minat investor untuk mengurangi volume ekspor karena lebih memilih pasar dalam
negeri. Satu fenomena yang menarik dari analisis ini adalah nilai tukar yang
menjadi variabel transmisi kebijakan moneter melalui jalur harga aset ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap eskpor sektor pertanian dan ekspor sektor
industri. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa transmisi moneter melalui jalur harga aset yaitu efek nilai tukar tidak bekerja optimal dalam mendorong
kinerja ekspor sektor riil.
Tabel 12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Sektor Pertanian dan Industri, Tahun 2005
Elastisitas Variabel Uraian
Parameter Dugaan
ProbITI Jangka
Pendek Jangka
Panjang
Pertanian
Intercept 87.0600
0.166 INFL
Inflasi 0.0659
0.987 0.0381
-0.1450 ER
Nilai Tukar
0.0032 0.731
0.0161 -0.0612
PDBSPT Produksi sektor pertanian
0.0056 0.060
0.0587 0.2234
LVXSPT Lag Ekspor sektor Pertanian
0.7879 .0001
DKM Dummy Krisis Moneter
51.3417 0.248
Industri
Intercept 222.3393
0.0798 INFL Inflasi
-36.8204 0.0438
-0.0574 -0.6506
ER Nilai Tukar
0.0176 0.5686
0.0114 -0.1297
PDBSI Produksi sektor industri
0.010835 0.5955
0.0566 0.6415
LVXSI Lag Ekspor sektor industri
0.979397 .0001
DKM Dummy Krisis
Moneter 168.2534 0.4174
R
2
= 0.64275; 1
st
Order Autocorrelation = 0.062607 R
2
=0.97670; 1
st
Order Autocorrelation = 0.022181
Produk Domestik Bruto menunjukkan tingkat produksi dalam perekonomian dimana analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya disajikan
pada Tabel 13. Pada sektor pertanian, tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap produksi sedangkan investasi yang menjadi cerminan kapital
berpengaruh positif terhadap tingkat produksi sektor pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan tenaga kerja di sektor pertanian saat ini
sudah berlebih sehingga penambahan tenaga kerja hanya akan menurunkan jumlah produksi. Selanjutnya arah parameter investasi yang positif menunjukkan
bahwa peningkatan produksi sektor pertanian dapat diupayakan dengan menambah investasi modalkapital. Dikaitkan dengan hasil analisis pada Tabel
11, maka kebijakan moneter yang dapat diupayakan untuk menstimulasi peningkatan produksi sektor pertanian melalui investasi kapitalmodal adalah
melalui penciptaan suku bunga yang murah dan menyediakan kredit khusus bagi sektor pertanian.
Pada sektor industri, variabel tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi dengan arah yang positif. Hasil ini sangat terkait dengan struktur
industri di Indonesia yang sebagian besar adalah industri kecil dan industri rumah tangga sehingga peningkatan penggunaan tenaga kerja akan meningkatkan total
produksi. Disamping itu, produktivitas dan kualitas tenaga kerja yang biasanya dipekerjakan di sektor industri memang relatif lebih baik sehingga mampu
memberikan sumbangan yang berarti terhadap peningkatan produksi. Dalam jangka panjang, variabel tenaga kerja ini bahkan sangat elastis sehingga tingkat
output sektor industri sangat responsif terhadap perubahan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri.
Tabel 13. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Output Sektor Pertanian, Tahun 2005
Elastisitas Variabel Uraian
Parameter Dugaan ProbITI
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Pertanian
Intercept 5705.806
0.0062 LACSPT Penggunaan
Tenaga Kerja
-0.11815 0.0226 0.0099 0.0478 INVSPT Investasi
0.429825 0.0003 0.0741 0.3588 LPDBSPT Lag Produksi Sektor Pertanian
0.673881 .0001 DKM
Dummy Krisis Moneter 997.0357
0.0051 DBI
Dummy Independensi BI 2070.318
0.0001
Industri
Intercept -3861.53
0.0212 LACSI Penggunaan
Tenaga Kerja
0.713666 0.0248 0.6336
2.7661 INVSI Investasi
-0.00053 0.9926 0.0018
0.0078 LPDBSI
Lag Produksi Sektor Industri 0.873862 .0001
DKM Dummy Krisis Moneter
-602.237 0.4429
DBI Dummy Independensi BI
-717.391 0.4449
R
2
= 0.97252; 1
s t
Or der Aut oc or r el at i on = -0.13836 R
2
= 0.98084; 1
s t
Or der Aut oc or r el at i on = 0.098572
Peningkatan kesempatan kerja menjadi salah satu tujuan akhir pembangunan nasional sehingga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat penyerapan tenaga kerja masing-masing sektor produksi menjadi sangat penting. Performan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja
sektor pertanian dan sektor industri disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor
Pertanian dan Industri, Tahun 2005
Elastisitas Variabel Uraian
Parameter Dugaan ProbITI
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Pertanian
Intercept 1216.285
0.4699 WSPT
Upah sektor pertanian -0.00228
0.1973 -0.0098
-0.4788 GPDBSPT
Perkembangan PDB sektor Pertanian
-0.15609 0.4012
-0.0001 -0.0054
LLASPT Lag Penyerapan TK
sektor pertanian 0.982622
.0001
Industri
Intercept -189.889
0.2035 WSPT
Upah sektor industri -0.001481
0.0123 0.0392
3.4844 GPDBSPT
Perkembangan PDB sektor Industri 0.011347
0.3172 0.0004 0.0363
LLASPT Lag Penyerapan TK
sektor Industri 0.988634
.0001
R
2
= 0.88810; 1
s
Or der Aut oc or r el at i on = -0.01519 R
2
= 0.99509; 1
s
Or der Aut oc or r el at i on = 0.692474
Pada sektor pertanian, upah menjadi faktor yang berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja dengan arah yang negatif dimana semakin
murah upah tenaga kerja yang dibayarkan, maka semakin banyak tenaga kerja yang diserap oleh sektor tersebut. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
teknologi produksi sektor pertanian yang padat tenaga kerja sehingga penurunan upah menjadi sinyal baik pelaku usaha pertanian untuk menggunakan lebih
banyak tenaga kerja. Fenomena yang sama juga terlihat pada sektor industri dimana upah yang lebih rendah akan mendorong penggunaan tenaga kerja yang
lebih banyak. Bahkan dalam jangka panjang, penyerapan tenaga kerja sektor industri ini sangat responsif terhadap perubahan upah sebagaimana
diindikasikan dari nilai elastisitas sebesar 3.48. Variabel lain yang juga berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja oleh kedua sektor adalah
lag penyerapan tenaga kerja periode sebelumnya yang mengindikasikan bahwa keputusan penambahan atau pengurangan penggunaan tenaga kerja oleh sektor
riil mempertimbangkan kondisi periode sebelumnya.
VI. DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA