bunga kredit terlihat kurang elastis terhadap sinyal penurunan suku bunga dari bank sentral. Padahal perbankan mendominasi 80 persen sistem keuangan
sehingga perbankan menjadi prioritas jalur transmisi kebijakan moneter. Hal ini sejalan dengan gejala yang muncul dari sisi pelaku usaha, dimana
dunia usaha masih banyak mengeluhkan sulitnya memperoleh suntikan modal sebagai sumber dana untuk meningkatkan kapasitas produksi, padahal suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia telah mengalami penurunan yang signifikan dan diharapkan bertransmisi kepada turunnya suku bunga kredit Hendarsah, 2003.
Penurunan suku bunga SBI cenderung direspon dengan peningkatan kegiatan konsumsi. Sementara itu, kegiatan investasi yang memiliki efek
pengganda multiplier effect yang lebih tinggi daripada konsumsi tidak memberikan pengaruh yang berarti dengan perkembangan yang kurang
memuaskan dan justru mengalami kontraksi sebesar 0.2 persen. Dalam tiga tahun terakhir ini, persetujuan investasi PMDN dan PMA pada tahun 2003 hanya
sebesar Rp 177.18 trilyun rupiah, pada tahun 2004 menurun menjadi Rp 129.24 trilyun dan pada tahun 2005 persetujuan investasi sebesar Rp 179.57 trilyun
rupiah 33.93 dari target.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana dampak
kebijakan moneter terhadap perbaikan kinerja sektor riil di Indonesia. Adapun secara lebih khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis perkembangan moneter, perekonomian dan kinerja sektor riil pada periode sebelum dan setelah adanya independensi Bank Indonesia.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi sektor moneter dan kinerja transmisi kebijakan moneter ke sektor riil.
3. Mengkaji dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil dan kinerja perekonomian.
4. Merumuskan rekomendasi alternatif kebijakan moneter yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam mendorong kinerja sektor riil.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sektor riil di Indonesia yang disederhanakan menjadi tiga kelompok utama yaitu sektor pertanian, sektor
industri pengolahan, dan sektor lainnya. Penyederhanaan menjadi tiga kelompok sektor ini dengan pertimbangan sektor pertanian dan sektor industri merupakan
sektor andalan dalam pembentukan PDRB namun memiliki karakteristik yang berbeda dalam merespon gejolak krisis seperti tampak pada kinerja sektor-sektor
tersebut saat terjadi depresiasi nilai tukar rupiah dan peningkatan suku bunga. Menurut Yudanto 1998 seberapa besar tekanan krisis ekonomi
terhadap sektor riil sangat tergantung pada kuatnya keterkaitan tingkat produksi sektor tersebut dengan faktor depresiasi dan suku bunga. Diantara lima sektor
utama yaitu pertanian, industri, perdagangan, keuangan dan bangunan, sektor pertanian terbukti cukup resisten terhadap krisis sehingga pertumbuhan sektor ini
memperlihatkan hubungan yang tidak terlalu kuat dengan gejolak kurs dan bahkan mempunyai koefisien korelasi dan elastisitas yang positif meskipun
sangat rendah yaitu 0.08 dan 0.01. Sedangkan sektor yang terkait cukup erat dengan faktor depresiasi adalah sektor bangunan, industri, transportasi dan
keuangan dan dilihat dari tingkat elastisitasnya maka sektor industri menjadi sektor yang paling elastis terhadap perubahan nilai kurs. Saratnya kandungan
input yang diimpor dan besarnya sumber pembiayaan dari luar negeri dalam struktur produksi diduga menjadi penyebabnya. Dari sisi pengaruh faktor suku
bunga diketahui bahwa sektor industri dan perdagangan merupakan sektor yang paling terpengaruh oleh gejolak suku bunga.
Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan bahasan pada sektor pertanian dan industri untuk melihat seberapa jauh perubahan kinerja produksi
setelah adanya perbaikan kebijakan moneter yang dijalankan sejak tahun 1999. Transmisi moneter dilihat dari sisi permintaan agregat menurut sektor dan secara
sekilas juga akan dilihat dari sisi penawaran agregatnya yang terwakili dari jalur kredit karena seperti yang dikatakan oleh aliran neostrukturalis bahwa kebijakan
moneter juga ditransmisikan melalui penawaran agregat via suku bunga dan volume kredit.
Dampak kebijakan moneter terhadap sektor riil dianalisis melalui jalur- jalur transmisi yaitu jalur suku bunga, jalur harga aset dan jalur kredit. Jalur
transmisi harga aset dibatasi pada pengaruh nilai tukar, sedangkan jalur kredit dibatasi pada jalur pinjaman bank bank lending channel karena jalur ini yang
diperkirakan memberikan pengaruh yang relatif kuat terhadap pertumbuhan kinerja sektor riil. Kinerja sektor riil dianalisis dari indikator penggunaan kredit,
kinerja investasi, ekspor, Produk Domestik Bruto, dan penyerapan tenaga kerja. Sedangkan secara makro, digunakan lima indikator kinerja yaitu alokasi kredit
total, investasi, ekspor, PDB dan tingkat pengangguran. Keterbatasan penelitian ini tampak pula pada perhitungan kinerja sektor
riil yang diasumsikan hanya dipengaruhi oleh kebijakan moneter sedangkan kebijakan ekonomi lainnya seperti kebijakan fiskal dan faktor lain diluar moneter
tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Dengan adanya keterbatasan dalam perolehan data, maka data time series yang akan digunakan dibatasi hanya
untuk periode 1984-2005.
II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan