untuk meningkatkan aktivitas investasi pada perbankan dan meningkatkan motif spekulasi pada bentuk penyimpanan dana lainnya. Namun kondisi sebaliknya
terjadi pada triwulan pertama tahun 2004 dimana terjadi pertumbuhan negatif untuk jumlah uang beredar dalam arti luas M2 yang menjadi indikasi kurang
kondusifnya kondisi perekonomian. Satu hal menarik tampak dari komposisi jumlah uang beredar dimana
uang kuasi mendominasi uang yang beredar di masyarakat. Selama periode tersebut 80 persen lebih uang beredar adalah uang kuasi. Artinya motif
spekulasi semakin menonjol di kalangan masyarakat. Namun dilihat dari sisi laju pertumbuhan, ada kecenderungan terjadinya laju pertumbuhan yang meningkat
pada M1, sedangkan M2 mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan M2 ini dipicu berbagai faktor diantaranya pada satu sisi fungsi intermediasi
perbankan belum berjalan optimal, sedangkan disisi lain alternatif penyimpanan dana dalam bentuk lain non bank semakin berkembang sehingga terjadi
pengalihan aset masyarakat dari aset perbankan ke aset non bank.
4.1.2. Jumlah Uang Beredar, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Berdasarkan Tabel 3, terdapat kesamaan pola hubungan antara sektor riil dengan sektor moneter, dalam arti ada hubungan searah antara pertumbuhan
ekonomi dengan pertambahan jumlah beredar dan pertumbuhan ekonomi dengan inflasi. Dari tahun 1980 sampai 2005 terjadi peningkatan jumlah uang
beredar baik itu jumlah uang beredar dalam arti sempit M1 maupun M2. Peningkatan jumlah uang beredar ini diikuti pula dengan peningkatan PDB
nominal dan peningkatan indeks harga konsumen yang menunjukkan adanya inflasi.
Tabel 3. Jumlah Uang Beredar, Produk Domestik Bruto dan Inflasi Indonesia, Tahun1980-2005
Jumlah Uang Beredar Rp Miliar
Tahun M1 M2
Output Rp Miliar
IHK 1993=100
1980 4995 7691
45500 27.30
1990 23818 84629
196600 72.30
1995 52677 222638
454700 177.80
1996 64089 288632
532700 189.60
1997 78343 355643
625500 211.60
1998 101197 577381
1002300 198.60
1999 124633 646205
1107300 202.40
2000 162186 747028
1290700 221.40
2001 177731 844054
1684280 249.10
2002 191839 883098
1863274 274.10
2003 223799 955692
2036351 287.90
2004 253818 1033528
2261724 116.86
2005 281905
1203215 2729708
136.86
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, 1980-2005 diolah
Dari Tabel 4 terlihat bahwa selama periode 1980-1990 perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen per tahun. Pada periode
tahun 1990-1995 pertumbuhan ekonomi terus membaik dengan peningkatan persentase pertumbuhan 7,1 persen per tahun yang dilanjutkan pada tahun 1996
dengan persentase 7.8 persen. Namun krisis ekonomi yang mulai terasa pada pertengahan tahun 1997
memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi perekonomian yang tercermin dari pertambahan PDB riil yang mengalami penurunan tingkat
pertumbuhan menjadi hanya 4 persen. Kondisi buruk terus terjadi pada tahun 1998 dengan pertumbuhan ekonomi negatif 13.4 persen.
Setelah mengalami stagnansi pada tahun 1999, perekonomian Indonesia kembali membaik pada tahun 2000 dengan persentase pertumbuhan mencapai 4
persen pertahun. Selanjutnya sampai tahun 2003 perekonomian Indonesia tumbuh pada kisaran angka 4 persen dan angka ini yang paling realistis
mengingat kondisi Indonesia yang masih dalam proses pemulihan. Sampai tahun 2005 perekonomian terus menunjukkan perbaikan dengan pertumbuhan
yang meningkat 10 persen dari tahun sebelumnya. Kondisi ini menjadi acuan bagi pelaku ekonomi untuk mulai menggerakkan kembali usaha produktifnya.
Jika dikaitkan dengan pertumbuhan jumlah uang beredar terlihat bahwa dalam kondisi sebelum krisis 1980-1997 pertumbuhan ekonomi berhubungan
searah dengan pertumbuhan jumlah uang beredar dimana pertumbuhan jumlah uang beredar sekitar 3 kali pertumbuhan ekonomi. Dari sudut pandang teori
Klasik, hal ini dapat dipandang sebagai peningkatan penggunaan uang sebagai alat transaksi M1 yang biasanya memang semakin meningkat pada saat
perekonomian tumbuh. Sedangkan dari sudut pandang teori Keynesian, peningkatan jumlah uang beredar ini terjadi berkemungkinan karena suntikan
kredit yang akan mendorong aktivitas investasi dan akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selama periode krisis, jumlah uang beredar sempat bertambah tinggi khususnya pada periode tahun 1998-2000. Saat itu pertambahan M1 melebihi
angka 20 persen per tahun dan bahkan pertumbuhan M2 mencapai 62 persen. Walaupun pertambahan jumlah uang beredar relatif tinggi, namun pertumbuhan
ekonomi justru menjadi negatif dan hampir tidak berkembang. Hal ini terjadi berkemungkinan karena kondisi abnormal selama awal krisis yang mendorong
masyarakat untuk menyimpan uang untuk berjaga-jaga dan transaksi. Sedangkan pertambahan M2 yang sempat melebihi angka 60 persen pada tahun
1998 sangat berkaitan dengan tingkat bunga deposito yang pada masa itu mencapai 64 persen per tahun.
Mulai tahun 2001, Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter yang independen menempuh kebijakan uang ketat tight money policy. Hal ini
menyebabkan pertambahan jumlah uang beredar sangat terkendali menjadi sekitar 10 persen per tahun. Pengetatan jumlah uang beredar ini ternyata tidak
menurunkan pertumbuhan ekonomi karena terbukti selama periode 2001-2005 pertumbuhan ekonomi tetap stabil pada kisaran angka 3-5 persen per tahun.
Tabel 4. Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar, Output dan Harga Umum Perekonomian Indonesia, Tahun 1980-2005
Pertumbuhan Uang Beredar
Tahun M1 M2
PDB Riil IHK
1980-1990 17.5 22.1
5.0 10.8
1990-1995 17.2 30.6
7.1 11.1
1996 21.7 29.6
7.8 9.3
1997 22.2 23.2
4.9 12.5
1998 29.2 62.3
-13.4 73.6
1999 23.2 11.9
0.2 10.3
2000 30.1 15.6
4.8 9.3
2001 9.6 13.0
3.6 12.5
2002 8.0 4.7
3.7 10.0
2003 16.6 8.1
4.1 5.1
2004
13.4 8.1
5.1 6.4
2005
11.1 16.4
5.6 17.1
Keterangan : PDB riil = tahun dasar 1993 Sumber : Statistika Ekonomi Keuangan Indonesia, 1980-2005 diolah
Dari data pada Tabel 4 terlihat pula bahwa terdapat hubungan searah antara inflasi dengan pertambahan jumlah uang beredar terutama jumlah uang
beredar untuk kebutuhan transaksi M1. Namun dari pola pergerakan, pertambahan M1 tidak segera mempengaruhi inflasi karena membutuhkan
tenggang waktu sekitar 1 tahun yang diindikasikan dari pola pergerakan yang sama pada tahun berikutnya. Dengan kata lain, jika dilakukan perubahan jumlah
uang beredar tahun ini, dampaknya terhadap inflasi akan tampak pada tahun
berikutnya. Dari besaran nilainya terlihat pula bahwa inflasi tidak dapat dipandang hanya sebagai gejala moneter karena terdapat masa-masa dimana
pertambahan jumlah uang beredar relatif rendah, namun inflasi tetap tinggi seperti pada tahun 1998 pertambahan jumlah uang beredar hanya 29.2 persen
namun inflasi mencapai 73.6 persen dan kondisi sebaliknya pada tahun 2003 pertambahan jumlah uang beredar 16.6 persen namun inflasi tetap rendah pada
kisaran 5 persen. Akhir tahun 2005 inflasi meningkat signifikan dan mencapai dua digit angka 17 yang terutama disebabkan oleh kenaikan harga yang
diatur pemerintah yaitu kenaikan Bahan Bakar Minyak disertai dengan tingginya inflasi bahan makanan akibat terganggunya pasokan dan distribusi laporan
tahunan BI, 2005.
4.1.3. Kinerja Suku Bunga