dikaji dari perspektif aktual kekinian tetapi juga harus didekati dengan perspektif historis. Pengkajian persoalan aktual dengan pendekatan historis memiliki
kelebihan dalam hal kejelasan baik struktur maupun prosesualnya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika C. Wright Mills berpendapat “Every social science or
better, every well considered social study-requires an historical scope of conception and a full use of historical material” Skocpol, 1984.
Pendekatan historis akan mampu memberikan deskripsi dan argumentasi dalam rangka menjawab pertanyaan “mengapa” suatu realitas aktual terjadi? Di
samping itu pendekatan ini juga memberikan alat untuk melakukan eksplanasi atas pertanyaan “bagaimana” proses terjadinya sebuah realitas aktual. Proses
perubahan yang terjadi dirangkai dalam time series tertentu yang terangkai dengan eksplanasi dan argumentasi mengenai hubungan kausalitas antara satu fenomena
dengan fenomena yang lain. Dalam hubungan itulah penelitian ini juga akan menggunakan metode sejarah yang sangat bermanfaat untuk merekonstruksi masa
lampau dalam rangka untuk menjelaskan fenomena aktual masa kini. Menurut Garraghan, metode sejarah merupakan seperangkat aturan dan
prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan menyajikan sintesa hasil-hasil yang dicapai
dalam bentuk tertulis.
17
Sementara itu Gottschalk mendefinisikan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan
masa lampau.
18
Dalam menerapkan metode sejarah ini ada empat langkah, yaitu; 1 Heuristik pengumpulan sumber yang dalam penelitian sosiologi disebut
sebagai pengumpulan data baik berupa sumber primer arsip, dokumen, foto maupun sumber sekunder jurnal, buku, 2 Kritik, intern dan ekstern terhadap
sumber sejarah yang diperoleh penilaian kritis terhadap sumber sejarah yang
17
Gilbert J. Garraghan. 1957. A guide to Historical Method. New York: Fordham University Press. Hlm. 18. Lihat juga Teuku Ibrahim Alfian. 1984. “Rekonstruksi Masa Lampau” dalam Anas
Sudijono Penghimpun, Bunga Rampai Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Lembaga Research dan Survey IAIN Sunan Kalijaga. Hlm. 33. Dalam konteks ini unsur subjektivitas peneliti juga sulit
dihindarkan, terutama jika telah sampai pada tahapan penilaian secara kritis terhadap sumber sejarah yang didapat.
18
Lihat Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah. Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hlm. 32. Proses ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber
sejarah dan kemampuan intelektual peneliti, karena fakta sejarah cenderung bercorak fragmentaris berupa serpihan atau potongan-potongan realitas masa lalu.
berguna untuk memastikan apakah datasumber yang ditemukan asliotentik ataukah palsu dan apakah data tersebut dapat dipercayakredibel atau bohong, 3
Interpretasi analisis dan sintesis terhadap fakta-fakta yang telah ditemukan dari sumber sejarah yang dalam penelitian sosiologi disebut analisa data, 4
Historiografi penulisan dan penyajian hasil penelitian sejarah.
3.3.1. Pengumpulan Data
Secara keseluruhan proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa teknik, yaitu; wawancara mendalam indepth
interview , group interview GI, dan pengamatan berperan serta participant
observation , studi arsip dan dokumen serta studi pustaka.
19
Indepth interview dilakukan kepada responden perorangan dengan
menggunakan suatu pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya.
20
Dalam hal ini pemilihan responden ditentukan dengan menggunakan teknik bola salju snowball sampling
21
Adapun GI dilakukan pada responden secara kolektif atau bersama-sama untuk mendiskusikan berbagai hal yang berkaitan dengan
produksi garam termasuk distribusi dan pemasarannya. Responden meliputi petani pemilik, buruh perombong, pengolok dan mandor, pedagang, pengusaha,
pegawai pemerintah terkait pada berbagai level, DPRD, dan LSM. Adapun rincian jumlah responden yang menjadi subjek penelitian ini dapat diperhatikan tabel 1
berikut.
19
Dalam penelitian sejarah, dokumen tertulis lazimnya dipandang sebagai sumber primer. Namun demikian nilai keprimeran sebuah dokumen tertulis tergantung pada isi dokumen itu
sendiri apakah hasil dari kesaksian sebuah peristiwa atau tidak. Lihat Garraghan, op.cit. Hal. 19.
20
Isi lengkap yang tertuang dalam pedoman wawancara dapat dilihat pada Lampiran 1.
21
Dengan teknik ini peneliti pertama-tama datang pada seseorang yang menurut pengetahuannya dapat menjadi “key respondent”, tetapi setelah berbicara secara cukup, responden tersebut
menunjukkan subyek lain yang dipandang mengetahui lebih banyak masalah penelitian sehingga peneliti memilihnya sebagai responden baru, dan demikian pula seterusnya berganti responden
berikutnya yang mengetahui lebih mendalam juga, sehingga data yang diperolehnya semakin banyak, lengkap dan mendalam. Proses yang demikian ini ibaratnya bola salju yang
menggelinding, semakin lama semakin besar Bogdan Biklen. 1982; Patton, M.Q., 1984; Juga Babbie. 2004: 184.
Tabel 1. Rincian Jumlah Responden dalam Kategori
No Lokasi
Tinggal Jumlah Responden
Jumlah Petani
Buruh Pedagang
Pengusaha Birokrat,
DPRD LSM
1. Ds. K.
Mulyo 8
10 6
- 1
26 2.
Ds. Dasun 7
9 2
- 1
20 3.
Ds. Tireman 7
7 4
- 1
20 4.
Ds. Ps. Bg. 7
6 5
- 1
20 5.
Ds. Pw. rejo 8
10 7
3 1
30 6.
Ds. Ts harjo 8
11 8
1 1
30 7.
Supra desa 8
8 8.
Supra lokal 3
3 6
Jumlah 45
53 32
7 17
154 Sumber: Data Primer Penelitian, 2006-2007.
Untuk kegiatan interview baik yang dilakukan terhadap perorangan maupun kelompok, agar dapat berlangsung secara efektif dan efisien, terlebih
dahulu dilakukan pendekatan personal terhadap tokoh-tokoh masyarakat baik dari unsur formal maupun nonformal Lipton Moore, 1980. Indepth interview
maupun GI dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif dan detail mengenai produksi, distribusi dan pemasaran garam beserta hubungan-
hubungan sosial yang terbangun, juga kekuatan ekonomi politik yang “bermain” dalam mata rantai produksi dan pemasaran garam.
Dalam indepth interview maupun GI pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dan didiskusikan berkaitan dengan persoalan bagaimana lahan-lahan
garam “dikuasai”, oleh siapa, kapan, dimana dengan cara bagaimana dan mengapa demikian ?. Dengan proses yang bagaimana garam diproduksi dan didistribusikan,
oleh siapa, kapan, dimana dengan cara bagaimana mencakup hubungan-hubungan sosial yang terbangun dan mengapa begitu ?. Pada jalur pemasaran garam,
kelompok-kelompok sosial apa saja yang “bermain” dengan cara yang bagaimana dan mengapa mereka memiliki peluang untuk itu sementara yang lain tidak ?.
Dalam tata niaga garam, pihak mana saja yang mendominasi dengan politik ekonomi yang bagaimana serta kelompok sosial apa saja yang diuntungkan dan
dirugikan, mengapa demikian ?. Bagaimana bentuk tindakan kolektif petani garam dalam merespon proses marjinalisasi dan ekspansi ekonomi global, adakah
tindakan yang terorganisasi, mengapa dan bagaimana hal itu dibangun dan dikembangkan ?.
Participant observation merupakan suatu cara khusus di mana peneliti
tidak bersifat pasif sebagai pengamat tetapi memainkan berbagai peran yang mungkin dalam berbagai situasi atau bahkan dapat berperan mengarahkan
peristiwa-peristiwa yang sedang diteliti Spradley, 1980. Dalam participant observation
ini peneliti menerapkannya pada komunitas di lokasi penelitian yaitu komunitas yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat pada aktivitas
produksi, distribusi dan pemasaran garam beserta hubungan-hubungan sosial yang melingkupinya. Dalam hal ini peneliti turut serta terlibat dalam kehidupan sehari-
hari pihak tineliti, peneliti mengamati secara cermat segala tindakan tineliti dalam segala keadaan dan situasi yang terkait dengan produksi dan pemasaran garam.
Selama berlangsungnya participant observation, peneliti juga melakukan pencatatan terhadap hal-hal yang dipandang penting dan melakukan pengambilan
foto yang relevan dengan permasalahan penelitian. Studi dokumen dan studi pustaka dilakukan dengan menggunakan langkah-
langkah metode sejarah dengan cara melakukan penelusuran bahan dokumen dan pustaka yang berupa arsip, dokumen, hasil-hasil penelitian, buku-buku, berbagai
penerbitan pemerintah, dan jurnal yang memiliki relevansi dengan objek kajian. Studi ini dilakukan di berbagai lembaga dokumentasi seperti Arsip Nasional
Republik Indonesia ANRI, Perpustakaan LIPI, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Biro Pusat Statistik, Departemen Perdagangan dan Perindustrian,
Perpustakaan KITLV Koninkjlik Instituut voor de Taal-, Land en Volkenkunde di Jakarta, Perpustakaan IPB di Bogor, Perpustakaan Wilayah Jawa Tengah,
Perpustakaan Wilayah D.I Yogyakarta, Perpustakaan Sana Budaya Yogyakarta, dan Perpustakaan Suara Merdeka di Semarang, Kantor BPS Kabupaten Rembang,
Kantor Arsip Kabupaten Rembang, dan sebagainya .
Studi dokumen dan studi pustaka ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan proses marjinalisasi
petani garam dan perkembangan ekspansi ekonomi global serta hal-hal yang berkaitan dengan pengusahaan garam seperti gambaran umum sejarah
pengusahaan garam, kebijakan pemerintah dalam tata niaga garam, jejaring atau simpul-simpul mata rantai perdagangan garam lokal dan impor pada aras lokal
maupun supra lokal, karakteristik daerah dan masyarakat pesisir yang merupakan bagian integral dari komunitas petani garam. Tanpa bahan-bahan dokumenter
yang cukup maka gambaran proses marginalisasi petani garam dan proses ekspnasi ekonomi global di Rembang tidak akan dapat dieksplanasikan dengan
memadai. Pentingnya studi dokumen juga ditegaskan oleh Kartodirdjo 1992, bahwa data yang terdapat dalam bahan dokumenter tidak saja diperuntukkan bagi
penelitian sejarah, tetapi juga dapat digunakan dalam penelitian sosial sosiologi. Hal ini mengingat masyarakat sebagai gejala mempunyai dimensi temporal.
Sistem sosial dalam masyarakat terdiri atas interaksi yang telah dipranatakan dan mempunyai kontinuitas.
3.3.2. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan penelusuran terhadap pernyataan-
pernyataan umum tentang hubungan antara berbagai kategori data untuk membangun pemahaman konseptual tentang realitas sosial berdasar temuan data
empirik. Ini sejalan dengan pendapat Patton dalam Marvasti 2004 yang menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif, analisis data adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasinya ke dalam suatu pola kategori dan satuan uraian dasar. Pengkategorian data disesuaikan dengan rumusan pertanyaan yang
diajukan dalam penelitian ini dan dimaksudkan untuk memberikan kemudahan interpretasi, seleksi, dan penjelasan dalam bentuk deskripsi analisis.
Sementara itu Glaaser Strauss 1980 mengindentifikasi tahapan analisis data dalam penelitian kualitatif meliputi: 1 membandingkan kejadian yang
cocok dengan kategorinya, 2 mengintegrasikan kategori dengan ciri-cirinya, 3 merumuskan pemahaman konseptual, 4 menuliskan pemahaman konseptual
yang telah didapat. Pada tahap pengkategorian kejadian atau fenomena sosial dimulai dengan mengelompokan berdasarkan nama, fungsi atau alasan tertentu.
Dalam proses kategorisasi kejadian atau fenomena dengan sendirinya dilakukan identifikasi, komparasi, dan konseptualisasi. Pada tahap mengintegrasikan, selain
melakukan komparasi juga menghubungkan antar kategori dalam tata hubungan berdasarkan atribut secara eksplisit, untuk selanjutnya dirumuskan konstruksi
konsep dan teori. Sebelum perumusan konsep dan teori, kategori yang tersusun dimungkinkan untuk dimodifikasi sesuai dengan data yang terkumpul.
Selain itu analisis kualitatif dilakukan terhadap data dan informasi tentang proses kejadianperistiwa, tentang motivasi yang melandasi tindakan sosial
seorang aktor atau tindakan aktor lain yang berkaitan dengan tindakan sosial. Sebagaimana dikemukakan Lewis 1988, analisis kualitatif dapat digunakan
dalam mendeskripsikan pola-pola hubungan sosial baik dimensi struktur posisi dan peranan aktor, dimensi pengaturan prosedur serta sistem-sistem makna
yang melandasi dan memberi pedoman terhadap pola-pola hubungan tersebut. Dalam tahap analisis ini menurut Miles Huberman 1984 terdapat tiga
komponen pokok yang harus disadari oleh peneliti, yaitu data reduction, data display
dan conclusion drawing. Terkait dengan ketiga komponen pokok tersebut, analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan model analisis interaktif;
yaitu ketiga komponen tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data di lapangan sebagai proses siklus. Dalam bentuk ini peneliti
tetap bergerak di antara ketiga komponen dengan komponen pengumpulan data, selama proses pengumpulan data berlangsung. Demikian juga setelah
pengumpulan data dilakukan, kemudian bergerak diantara data reduction, data display, dan conclusion drawing untuk membangun pemahaman substantif
berdasar temuan empirik. Bagaimana mekanisme kerja model analisis interaktif, dapat diperhatikan gambar 2.
Gambar 2. Interactive Model of Analysis Miles Huberman, 1984
Sementara itu dalam upaya memperoleh validitas data yang kebenarannya dapat diyakini, keabsahan data diuji melalui teknik triangulasi triangulation
sumber dan metode. Hal itu antara lain juga dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan salah interpretasi. Menurut Stake 2000 triangulasi merupakan
proses penggunaan banyak persepsi multi perception dalam mengklarifikasi arti meaning dan dalam memverifikasi pengulangan pelaksanaan observasi dan
interpretasi. Triangulasi dalam mengklarifikasi arti juga dilakukan melalui identifikasi cara yang berbeda dalam mengamati suatu realitas. Dalam penelitian
ini, triangulasi akan dilakukan dengan mengklarifikasi atau membandingkan data dan informasi yang berasal dari sumber informasi dan cara pengumpulan data
yang berbeda.
D D
a a
t t
a a
R R
e e
d d
u u
c c
t t
i i
o o
n n
D D
a a
t t
a a
D D
i i
s s
p p
l l
a a
y y
C C
o o
n n
c c
l l
u u
s s
i i
o o
n n
D D
r r
a a
w w
i i
n n
g g
C C
o o
l l
l l
e e
c c
t t
i i
n n
g g
D D
a a
t t
a a
3.4. Pemilihan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah dan pemilihan daerah penelitian dilakukan secara purposive. Sebagai dasar
pertimbangannya adalah pertama, bahwa kabupaten Rembang merupakan salah satu kawasan produsen garam terbesar di Jawa sejak jaman kolonial di samping
daerah Banten, Krawang, Indramayu dan Sumenep Veth, 1969. Bahkan pada tahun 2008, Kabupaten Rembang Jawa Tengah bersama dua kabupaten lain di
Indonesia, yaitu; Jeneponto Sulawesi Selatan dan Sumenep Madura
oleh pemerintah RI ditetapkan
sebagai daerah percontohan penyangga garam nasional. Kedua, kondisi marjinalisasi tercermin pada komunitas petani garam di
Kabupaten Rembang. Hampir sama dengan daerah-daerah lain di Jawa, saat ini terdapat kecenderungan pengusahaan garam banyak yang mati, meskipun
pengusahaan garam di Kabupaten Rembang masih eksis, terdapat tren menurun untuk jumlah perusahaan dan jumlah petani pemilik 12 perusahaan 1990, 6 pada
tahun 2000 dan 4 tahun 2005 dengan jumlah petani pemilik 984 orang pada tahun 1990, 792 orang pada tahun 2000 dan 718 orang pada tahun 2005. Akan tetapi
untuk jumlah petaniburuh justru terdapat kecenderungan meningkat, yaitu pada tahun 2000 terdapat sebanyak 3.986 orang, pada tahun 2005 menjadi 4.793 orang
dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 6.514 orang Rembang Dalam Angka 1990, 2000, 2005,
dan Asniraya, 2007. Ketiga, fenomena ekspansi ekonomi global dapat ditemukan pada sektor
garam di Kabupaten Rembang. Sejak jaman kolonial sektor garam di daerah ini telah berkontribusi pada penerimaan devisa negara sebagai salah satu komoditi
ekspor. Pada jaman Indonesia kontemporer, Kabupaten Rembang menjadi pilot project
untuk penggunaan garam beriodium yang disponsori Bank Dunia dan UNICEF. Bahkan kemudian Pemda menindak lanjuti dengan membuat Peraturan
Daerah Perda tentang kewajiban penggunaan garam beriodium pada pabrik garam rakyat. Dari segi kesehatan, program iodisasi relatif sukses di Kabupaten
Rembang yang ditandai dengan diraihnya beberapa penghargaan dari Departemen Kesehatan RI antara lain Manggala Bhakti Usaha. Namun demikian dari segi
ekonomi dan sosial, program itu menciptakan multiplayer effect antara lain
ketergantuan zat iodium impor dan menjadi pintu masuk serta peredaran garam impor. Hal ini berimbas pada matinya beberapa pabrik garam rakyat dan jatuhnya
harga garam rakyat di tingkat petani, sehingga mereka semakin termarjinalkan. Sementara itu berhubung produksi garam Kabupaten Rembang
terkonsentrasi 90 di tiga wilayah kecamatan, yaitu Kaliori, Rembang dan Lasem, maka lokasi penelitian ini hanya fokus pada ketiga wilayah kecamatan itu.
Dari ketiga wilayah kecamatan, masing-masing dipilih dua desa sebagai sampel, yaitu; Desa Tasikharjo dan Desa Purworejo untuk wilayah Kecamatan Kaliori,
Desa Tireman dan Desa Pasar Banggi untuk wilayah Kecamatan Rembang, Desa Kedungmulyo dan Desa Dasun untuk kecamatan Lasem. Pemilihan desa-desa
tersebut didasarkan pada pertimbangan, bahwa mayoritas peruntukan lahannya untuk produksi garam. Untuk lebih jelasnya bagaimana alur pikir penelitian ini
dengan metodologi yang digunakan, dapat dilihat pada gambar 2 berikut.