merambah dan menggilas bidang pengadaanbudidaya production. Akibat dari proses itu adalah posisi petani garam menjadi semakin lemah
dan termarjinalkan.
Berbagai peran dari kekuatan supra lokal tersebut diduga mengalami dinamika dan perubahan dari waktu ke waktu ?. Pada jaman kolonial
pemerintah melakukan monopoli dalam produksi dan distribusi garam, setelah Indonesia merdeka pemerintah semula masih melanjutkan
monopoli tetapi kemudian cenderung melepas di pasar bebas yang berimbas pada semakin termarjinalkannya petani garam.
c. Pertanyaan tentang marginalisasi petani garam dalam kaitannya dengan persoalan struktural:
Struktur sosial petani garam diduga telah menempatkan petani garam petani kecil dan buruh pada posisi marginal. Hal ini antara lain tercermin
dari struktur sosial yang semakin terpolarisasi di mana petani kecil, petani penggarap dan buruh upah hanya bergerak di sektor produksipembuatan
garam dan ditutup aksesnya ke pasar. Terjadi proses polarisasi di mana petani kecil, petani penggarap dan buruh upah terkungkung pada bidang
jasa tenaga kerja sebagai buruh produksi, sedangkan bidang pengolahan lanjut advanced processing unit dan trading dikuasai pemodal yang juga
menguasai lahan, teknologi dan jalur pemasaran.
Pengaturan tata niaga garam oleh pemerintah diduga cenderung tidak berpihak pada petani garam, tetapi lebih berpihak pada pengusaha
utamanya pada aras supra lokal. Antara lain dapat dilacak dibalik kebijakan tentang penentuan SNI untuk produk garam rakyat, iodiumisasi
dan impor garam.
Moda produksi kapitalis diduga telah mendominasi moda produksi non kapitalis, sehingga berkontribusi bagi marginalisasi petani garam. Hal itu
antara lain tercermin dari adanya penetrasi kekuatan produksi forces of production
seperti struktur penguasaan lahan, kepemilikan modal, penggunaan teknologi dan penguasaan pasar. Selain itu juga tercermin dari
adanya hubungan-hubungan produksi relation of production yang
bergerak dari pola patron-client relationship, menjadi murni buruh- majikan.
d. Pertanyaan tentang perlawanan petani dalam menghadapi dominasi ekonomi kapitalis:
Terdapat beberapa bentuk perlawanan petani garam dalam menghadapi dominasi kekuatan ekonomi kapitalis dan berbagai bentuk perlawanan itu
diduga dipengaruhi oleh mean of production dan relation of production.
Berbagai bentuk perlawanan tersebut diduga merupakan manifestasi dari adanya upaya kaum marjinal untuk merebut kembali apa yang seharusnya
diperolehnya.
3.2. Paradigma Penelitian
Paradigma merupakan basic set of believe that guide action, seperangkat keyakinan yang menuntun tindakan, sehingga paradigma akan menentukan
bagaimana cara pandang peneliti sebagai interpretive bricoleur Guba, 1990. Oleh karena itu dalam penelitian pilihan paradigma menjadi hal yang penting.
Penelitian sosiologi mengenal lima jenis aliran paradigma, yaitu positivisme, post- positivisme, kelompok teori kritis, konstruktivisme dan partisipatoris Denzin
Lincoln, 2000. Dalam hal ini penelitian tentang marjinalisasi petani garam dan ekspansi ekonomi global dengan mengambil kasus di Kabupaten Rembang,
cenderung akan menggunakan paradigma konstruktivisme. Hal itu berkaitan dengan cakupan kajian yang meliputi dimensi historis
dan struktural dari petani garam. Relasi-relasi sosial yang terbangun dalam rentang waktu panjang diantara kelompok sosial dalam komunitas petani garam
merupakan suatu kondisi objektif dari realitas sosial yang berada dalam ranah subjektif individu maupun komunitas, bukannya realitas sosial yang terlepas dari
kesadaran individu “an independent existence outside of the individual consciousness” Denzin Lincoln, 2000. Terlebih yang berkaitan dengan
perlawanan petani garam terhadap tekanan-tekanan struktural yang diduga telah menimbulkan berbagai bentuk perlawanan yang merupakan manifestasi dari
adanya upaya kaum marjinal untuk merebut kembali apa yang seharusnya diperoleh. Perlawanan merupakan perilaku sosial yang tidak lepas dari konteks
kehidupan sosialnya baik yang menyangkut relasi sosial, sistem nilai sosial, keyakinan, norma dan lain-lain. Dengan melakukan perlawanan itu petani garam
dapat tetap survive ditengah-tengah tekanan struktural, meskipun dalam kondisi hidup yang subsisten. Selain itu dengan aksi perlawanan, juga terkandung harapan
terjadi perubahan struktural di mana petani garam dapat lebih terbuka aksesnya pada sumberdaya ekonomi yang terkait dengan komoditi garam.
Penggunaan paradigma konstruktivisme dalam penelitian ini antara lain didasarkan pertimbangan, bahwa paradigma konstruktivis yang dalam prakteknya
menurunkan metodologi konstruktivisme menjadi dasar bagi terbangunnya teori grounded
dan ini tentu dapat menjadi alternatif dalam memberi sumbangan positif terhadap perkembangan penelitian sosiologi. Dalam hal ini rigor pendekatan
grounded research selalu penelitian kualitatif untuk membangun frame work
dalam eksplanatori dan ini juga sangat berbeda dengan positivisme yang lebih didominasi kuantitatif dengan orientasi verifikatif Denzin Lincoln, 2000.
Paradigma konstruktivisme berada dalam pengaruh kuat pemikiran Weber dengan verstehen nya yang kemudian dikembangkan oleh teoritisi interpretif dan
fenomenologi Husserl dan Schultz. Dalam hal ini tampak bertolak belakang dengan positivisme, konstruktivisme sebagaimana interpretif dan fenomenologi
memiliki kecenderungan untuk menolak objektivitas. Objektivitas sebagaimana dianut positivisme sangat meyakini adanya fakta, realitas empiris yang objektif
yang berada di luar dunia subjektif, sedangkan konstruktivisme lebih meyakini bahwa yang ada adalah pemaknaan tentang empiris di luar yang dikonstruk,
empirical-constructed facts . Bahkan konstruktivisme lebih konsen bagaimana
interaksi antar manusia membantu menciptakan realitas sosial. Konstruktivis percaya bahwa manusia tidak menemukan pengetahuan yang sedemikian banyak
sebagaimana yang dikonstruksi atau dibuat Marvasti, 2004. Paradigma konstruktivisme secara umum mendasarkan pada frame work,
bahwa; 1 Realitas sosial adalah bukan sebagai sesuatu yang objektif melainkan subjektif, 2 Realitas sosial merupakan variabel-variabel situasional dan kultural,
3 Dalam realitas sosial terdapat kesadaran ideologi, pemikiran maupun intelektual Marvasti, 2004. Dengan demikian dalam kerangka kerja berfikir
konstruktivisme mensyaratkan adanya sensitivitas peneliti dan juga partisipan dari