Illegal logging sebagai isu utama di wilayah perbatasan

80 merupakan perusahaan yang bermasalah, bahkan diusulkandisarankan untuk dicabut izinnya. e. Kawasan transmigrasi Wilayah perbatasan merupakan salah satu daerah tujuan transmigrasi dari Pulau Jawa dan Bali. Program transmigrasi akan mempercepat perkembangan ekonomi wilayah karena setiap program transmigrasi selalu disertai dengan pembangunan infrastruktur berupa fasilitas umum seperti pasar, sekolah, pusat kesehatan masyarakat Puskesmas. Dari sisi lingkungan, program transmigrasi yang membutuhkan pencadangan areal yang cukup luas akan memberikan dampak berupa perubahan kondisi ekosistem setempat. Pembukaan lahan dalam jumlah besar akan menyebabkan hilangnya plasma nutfah baik berupa tumbuhan maupun hewan. Lokasi areal pencadangan untuk program transmigrasi di wilayah perbatasan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rencana dan realisasi pencadangan areal transmigrasi di wilayah perbatasan No. Lokasi WWPSKP Kab. Luas Ha SK Pencadangan Realisasi KK Keterangan 1 Seluas Pisang Bengkayang 1.400 476 Tahun 1996 7 Oktober 1996 - Belum ada rea lisasi penempatan 2 Seluas Bengkayang 2.200 240 Tahun 1965 12 Agustus 1985 - Belum ada realisasi penempatan 3 Berjokong Sambas 4.750 241 Tahun 1985 12 Agustus 1985 - Belum ada realisasi penempatan 4 Sungai Dangin Sanggau 3.700 153 Tahun 1986 3 Juni 1986 478 Sudah selesai penempatan 5 Dua Petunggu Sintang 7.660 242 Tahun 1985 12 Agustus 1985 - Belum ada realisasi penempatan Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat, 2003.

4.8. Illegal logging sebagai isu utama di wilayah perbatasan

Aktifitas illegal logging di wilayah perbatasan Kalimantan Barat – Serawak menjadi salah satu topik yang selalu aktual dalam penyusunan rencana pengembangan kawasan perbatasan Indonesia – Malaysia. Hal ini tidak terlepas 81 dari fakta bahwa kegiatan illegal logging di sepanjang wilayah perbatasan telah menjelma menjadi salah satu puncak krisis pengelolaan sumberdaya hutan yang bersifat kompleks dan multidimensi. Illegal logging merupakan resultante dari interaksi tiga faktor utama di luar faktor-faktor teknis kehutana n, yaitu 1 krisis ekonomi berkepanjangan, 2 euforia reformasi dan 3 ketidakjelasan rancang bangun desentralisasi. Ketiga faktor utama tersebut berdampak nyata terhadap lahirnya ketidakpastian hukum, tiadanya jaminan keamanan berusaha serta berkembangnya sistem ekonomi biaya tinggi di sektor kehutanan. Wibowo, 2006. Menurut data Dinas Kehutanan Kalimantan Barat 2004 ada beberapa fakta yang tercatat dari kegiatan illegal logging selama ini antara lain : 1. Jenis kayu yang ditebangdikerjakan antara lain jenis belian, meranti, dan bedaru. 2. Kayu hasil tebangan diolah menjadi kayu gergajian sawn timber dalam berbagai ukuran dan lebih dari 80 dipasarkan ke luar negeri Serawak Malaysia dan sisanya untuk keperluan domestik di Pontianak dan sekitarnya. 3. Pengeluaran kayu ke Serawak Malaysia dilakukan dengan menggunakan jalur darat melalui jalan-jalan tikus atau melalui jalur laut menggunakan kapal. 4. Pola kerja yang diciptakan oleh aktor illegal logging sudah melibatkan banyak pihak. Di wilayah perbatasan sebagian besar kepala keluarga bekerja dalam aktifitas ini. Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Putussibau, kerusakan sumberdaya hutan pada tahun 2003 terutama disebabkan oleh aktivitas penebangan liar illegal logging sebesar 47.837 truk atau setara 273.354 m 3 kayu bulat rendemen 70. Kerugian karena kegiatan ini sekitar Rp. 50.625.160.000. Angka hampir sepuluh kali lipat lebih besar daripada PAD Kabupaten Kapuas Hulu. Kayu -kayu ini berasal dari Taman Nasional Betung Kerihun TNBK, Taman Nasional Danau Sentarum TNDS dan Eks HPH Yamaker. Kerusakan areal hutan di TNBK akibat aktivitas illegal logging saat ini sudah mencapai 928,47 hektar. Kabri, 2004. Di samping itu, penjualan kayu illegal melalui wilayah perbatasan yang melintasi jalur perbatasan Entikong menuju Tebedu Serawak, setiap harinya rata-rata terdapat 50 truk Kusmayadi, 2003. 82

4.9. Kondisi Pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah perbatasan