183
multidimensional dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan.
Hasil dari analisis kebutuhan dan keberlanjutan menghasilkan 12 entry points untuk pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan. Ke 12 entry
points tersebut adalah: penegakan hukum, pemberdayaan Masyarakat disekitar hutan, pengamanan Hutan, kegiatan ladang berpindah, teknologi mitigasi
bencana kebakaran hutan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, penataan dan pengukuhan hutan, penyediaan lapangan kerja, program reboisasi, perlindungan
biota langka, ketersediaan basis data sumberdaya hutan, frekuensi kejadian kebakaran hutan.
Berdasarkan entry points yang didapat, akan dipilih faktor penggerakkunci dalam pengelolaan sumberdaya hutan berkelanjutan. Dalam
kajian ini ke 5 faktor kunci tersebut adalah: 1 Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, 2. Kegiatan ladang berpindah, 3. Teknologi mitigasi bencana kebakaran
hutan, 4. Perlindungan biota langka, 5. Penataan dan pengukuhan kawasan hutan.
Berdasarkan time frame yang dipilih 5 tahun ke depan disimulasikan skenario yang akan terjadi dalam rangka pencapaian tujuan pengelolaan
sumberdaya hutan berkelanjutan yang direpresentasikan dengan pemanfaatan sumberdaya hutan sebagai aset masa depan. Skenario yang disimulasikan
adalah skenario optimis, moderat dan pesimis. Rekomendasi yang dihasilkan akan tergantung pada skenario yang terjadi. Operasionalisasi model
memungkinkan untuk dilaksanakan dengan terlebih dahulu dijabarkan secara rinci dalam bentuk petunjuk pelaksanaan juklak maupun petunjuk teknis
juknis.
5.3.3. Peran dan Tanggung jawab Stakeholders
Stakeholders yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan merupakan aktor penentu dalam mewujudkan keberlanjutan sumberdaya
hutan di wilayah perbatasan Kaliman Barat. Ada 7 stakeholders dalam model ini
yang masing -masing memiliki peran, tugas dan fungsi sebagai berikut: 1. Pemerintah
Dari hasil snapshot kondisi existing sumberdaya hutan di wilayah perbatasan, peran, tugas dan fungsi pemerintah daerah tidak bisa lagi hanya sekedar
memfasilitasi saja. Pemerintah harus secara tegas mengambil alih
184
pengelolaan sumberdaya hutan melalui penegakan hukum secara konsisten, melakukan action plan berbagai program pemberdayaan masyarakat
disekitar kawasan hutan, melakukan penataan dan pengukuhan kawasan hutan sesuai peruntukannya serta menyiapkan peraturan – peraturan
tentang pengelolaan sumberdaya hutan yang lebih kongkrit, tegas dan membumi. Untuk mencapai tujuan ini maka koordinasi antar sektor perlu
dibangun sehingga memiliki persepsi yang sama dalam pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah perbatasan.
2. Pengusaha industri pengolahan Kayu. Para pengusaha perlu mencari alternatif usaha yang mengarah pada
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sehingga tersedia lapangan kerja baru bagi masyarakat serta melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan aturan –
aturan yang berlaku dengan prinsip-prinsip keberlanjutan. 3. Masyarakat
Masyarakat baik yang tinggal disekitar wilayah sumberdaya hutan maupun yang jauh dari lokasi hutan harus berperan aktif ikut mengamankan
keberadaan sumberdaya hutan agar terwujudnya kelestarian sumberdaya hutan diwilayah perbatasan Kalimantan Barat.
4. Perguruan Tinggi Perguruan tinggi harus berperan aktif memberikan kontribusi pemikiran
melalui berbagai kajian akademis yang dinamis mengenai konsep pengelolaan sumberdaya hutan berkelanjutan di wilayah perbatasan
Kalimantan Barat 5. LSMPemerhati bidang Kehutanan
Elemen masyarakat baik itu lembaga swadaya masyarakat maupun pemerhati dibidang kehutanan memerankan diri sebagai mitra pemerintah
sekaligus elemen fungsi kontrol sosial dengan memonitor serta memberikan masukan konstruktif atas jalannya pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah
perbatasan. 6. Petugas di wilayah Perbatasan
Aparat petugas yang berada di wilayah perbatasan harus secara tegas dan konsisten ikut mengamankan keberadaan sumberdaya hutan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
185
7. Badan Persiapan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Peran dan fungsi BP2KP tidak boleh hanya dilakukan secara parsial dalam
mempersiapkan pengelolaan kawasan perbatasan, tetapi harus komprehensif dan holistik pada semua sektor pembangunan dengan memperhatikan
aspek-aspek kebrlanjutan baik itu ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi maupun hukum dan kelembagaan
Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan model konseptual dan Operasionalisasi Model Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan di
Wilayah Perbatasan Provinsi Kalimantan Barat serta peran dan fungsi masing- masing stakeholders seperti yang terlihat pada Gambar 60.
187 187
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengamatan lapangan, studi pustaka dan fokus group discusion diperoleh 44 empat puluh empat atribut yang dapat mencerminkan indeks
status keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat. Atribut-atribut tersebut merupakan cerminan dari 5 dimensi
yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan.
2. Nilai indeks status keberlanjutan pengelolaan sumberdaya hutan Index Sustainability for Forestry Management di wilayah perbatasan Kalimantan
Barat secara multidimensi hasil analisis dengan metode Rap-INSUSFORMA adalah sebesar 36,85 pada skala sustainabilitas 0 – 100. Nilai indeks
tersebut termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan. Hasil analisis terhadap setiap dimensi pengelolaan sumberdaya hutan menunjukkan
bahwa dimensi ekonomi memiliki nilai indeks tertinggi, yaitu sebesar 53,17 cukup berkelanjutan, kemudian dimensi sosial-budaya sebesar 40,44
kurang berkelanjutan, dimensi ekolog i sebesar 36,11 kurang berkelanjutan, dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 26,09 kurang
berkelanjutan, dan yang paling rendah adalah dimensi teknologi sebesar 23,17 buruk. Hasil uji validasi statistik menunjukkan bahwa metode Rap-
INSUSFORMA relatif baik untuk dipergunakan sebagai alat evaluasi kinerja pengelolaan sumberdaya hutan di suatu daerahwilayah.
3. Dalam pengelolaan sumberdaya hutan berkelanjutan di kawasan perbatasan Kalimantan Barat perlu mengacu pada 5 lima faktor penggerakkunci driven
factor yaitu: 1. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, 2. Kegiatan ladang berpindah, 3. Teknologi mitigasi bencana kebakaran hutan, 4. Perlindungan
biota langka, 5. Penataan dan pengukuhan kawasan hutan, Ke lima faktor penggerak tersebut merupakan faktor yang memiliki pengaruh tinggi pada
kinerja sistem dengan ketergantungan faktor yang rendah.
4.
Berdasarkan simulasi perhitungan indeks yang dilakukan pada alternatif skenario optimis, moderat, pesimis dan ideal terlihat bahwa terjadi
perubahan nilai indeks status keberlanjutan baik untuk masing-masing dimensi maupun secara multidimensi. Perbedaan nilai indeks multidimensi