Musim Barat Transek 1 Kecepatan Arus Geostropik ms
-900 -800
-700 -600
-500 -400
-300 -200
-100 -8
-6 -4
-2 2
st 1-2 st 2-3
Musim Timur Transek 1 Kecepatan Arus Geostropik ms
-900 -800
-700 -600
-500 -400
-300 -200
-100 -8
-6 -4
-2 2
Kedalaman m
st 7-8 st 8-9
Musim Barat Transek 2 Kecepatan Arus Geostropik ms
- 9 0 0 - 8 0 0
-700 - 6 0 0
-500 - 4 0 0
- 3 0 0 - 2 0 0
-100
-2 2
4 6
8 10
st 4-5 st 5-6
utara. Hal ini menunjukkan bahwa pada Musim Barat maupun Musim Timur arah arus di lapisan permukaan perairan Selat Lombok bergerak menuju ke selatan.
Menurut Mitnik et al., 2006, arus di Selat Lombok bergerak ke selatan dan utara, namun pada kedalaman di atas 200 m arah arus selalu bergerak ke selatan
sepanjang tahun.
4.6. Kecepatan arus dan volume transpor
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengukuran arus dilakukan dengan 2 cara, ya itu pengukuran dengan menggunakan alat ADCP dan
perhitungan dengan metode geostropik. Berikut disajikan grafik hasil perhitungan kecepatan arus geostropik menggunakan metode geostropik Gambar 20.
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Januari 2004 dan Juni 2005 Gambar 20. Grafik kecepatan arus geostropik pada aliran masuk transek 1 dan
aliran keluar transek 2 pada januari 2004 dan juni 2005
Arah gerak arus pada Gambar 20 sesuai dengan grafik selisih anomali kedalaman dinamik yang disajikan pada Gambar 18. Pada stasiun 7-8 Musim
Timur, arus bergerak ke selatan sampai kedalaman 156 m dengan kecepatan arus mencapai 5 mdet kemudian bergerak ke utara dengan kecepatan arus mencapai
0,23 mdet. Seperti halnya stasiun 7-8, pada stasiun 8-9 arus pada lapisan permukaan sampai kedalaman 133 m bergerak ke selatan dengan kecepatan
mencapai 1,35 mdet kemudian bergerak ke utara dengan kecepatan arus mencapai 0,65 mdet.
Pada stasiun 1-2 Musim Barat, transek 1 arus bergerak ke selatan dari lapisan permukaan hingga kedalaman 50 m dengan kecepatan arus mencapai
0,65 mdet kemudian bergerak ke utara dengan kecepatan arus 0,52 mdet. Berbeda dengan stasiun sebelumnya, arus pada stasiun 2-3 seluruhnya bergerak ke
selatan dengan kecepatan berkisar 5,7 mdet pada lapisan permukaan hingga 0,1 mdet pada lapisan dalam.
Berbeda dengan transek 1, pada transek 2 arus permukaan bergerak ke utara. Pada stasiun 4-5 arus bergerak ke utara dengan kecepatan 1,2 mdet
kemudian pada kedalaman 92 m arus bergerak ke utara dengan kecepatan arus mencapai 0,3 mdet. Pada stasiun 5-6 arus bergerak ke utara pada seluruh
kedalaman dengan kecepatan berkisar 0,1 sampai 9 mdet. Arus yang bergerak dengan kecepatan tinggi demikian menyebabkan transpor massa air bergerak ke
kiri menjauhi pantai sehingga paras laut di dekat Pantai Lombok stasiun 6 dan menaik ke arah lepas pantai stasiun 4. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari
keseimbangan gaya arah tegak lurus pantai. Semakin kuat arus ke utara harus diimbangi oleh gradien tekanan tegak lurus pantai yang mengakibatkan muka laut
lebih rendah di pantai Pedlosky, 1979; Gill, 1982. Hukum kontinuitas mengharuskan upwelling untuk mengisi kekosongan massa air di Pantai Lombok
stasiun 6. Pada Gambar 12 terlihat lapisan isotherm naik dari stasiun 5 ke 6, hal ini merupakan indikasi terjadinya upwelling di daerah dekat Pantai Lombok.
Kecepatan arus hasil pengukuran dengan menggunakan metode geostropik diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan nilai suhu dan salinitas yang
diukur oleh CTD. Sehingga nilai kedua parameter tersebut sangat berpengaruh pada hasil pengukuran kecepatan arus yang diperoleh. Pada transek 2, selisih nilai
suhu antara dua stasiun yang berdekatan mencapai mencapai 2 °C pada stasiun 4 dan 5 dan 3,76 °C pada stasiun 5 dan 6 di kedalaman yang sama, yaitu kedalaman
100 m. Jarak antara stasiun 4 dan 5 adalah 8285 m dan jarak antara stasiun 5 dan adalah 8252 m. Perbedaan suhu yang sangat mencolok pada dua stasiun yang
berdekatan menyebabkan perbedaan tekanan yang sangat tinggi antara kedua stasiun tersebut, sehingga nilai kecepatan arus geostropik yang terukur diantara
kedua stasiun menjadi terlalu tinggi. Kecepatan arus antara stasiun 4 dan 5 mencapai 1,2 mdet dan arus antara stasiun 5 dan 6 mencapai 8 mdet. Hal yang
sama terjadi pada pengukuran di transek 1. Kecepatan arus yang terukur pada kedua stasiun yang berdekatan di transek 1 dapat mencapai 5 mdet.
Hasil pengukuran arah dan kecepatan arus secara langsung dengan menggunakan ADCP disajikan pada Gambar 21. Melalui Gambar 21 diketahui
bahwa arah arus permukaan kedalaman kurang dari 200 m di perairan Selat Lombok didominasi ke arah selatan.
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Juni 2005
Gambar 21. Arah dan kecepatan arus hasil pengukuran secara langsung pada Musim Timur transek 1
Arah arus hasil pengukuran secara langsung ini bersesuaian dengan hasil pengukuran dengan metode geostropik. Namun kecepatan arus yang terukur oleh
ADCP lebih kecil. Sebagai perbandingan, berikut ini disajikan kecepatan arus hasil perhitungan secara langsung dan tidak langsung pada kedalaman standar
Tabel 5.
Tabel 5. Kecepatan arus hasil pengukuran secara langsung ADCP dan tidak langsung metode geostropik
KEDALAMAN meter
LANGSUNG ADCP mdet
TIDAK LANGSUNG Metode Geostropik
mdet 25
0,478-1,668 1,307-5,617
50 0,446-1,298
1,092-5,072 75
0,310-1,226 0,975-3,082
100 0,183-1,018
1,366-0,413 150
0,141-0,557 0,301-0,287
200 0,018-0,437
0,631-0,130 250
0,044-0,489 0,630-0,239
300 0,031-0,519
0,642-0,177 400
0,021-0,721 0,615-0,069
500 0,017-1,162
0,606-0,302 600
0,031-2,575 0,421-0,148
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Januari 2004 dan Juni 2005 Dari Tabel 5 diketahui bahwa pada kedalaman yang sama, kecepatan arus
hasil perhitungan kecepatan arus dengan menggunakan metode geostropik lebih besar daripada hasil pengukuran secara langsung. Hal ini disebabkan karena Selat
Lombok merupakan perairan yang sempit sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pengukuran arus secara tidak langsung dengan menggunakan metode
geostropik. Menurut Stewart 2003, suatu perairan bisa dilakukan pengukuran
Stasiun 8-9 ADCP
-0.6 -0.4
-0.2 0.2
Utara Selatan
Arah Arus
Volume Transpor Sv
Stasiun 7-8 ADCP
-1.5 -1
-0.5 Utara
Selatan
Arah Arus
Volume Transpor Sv
secara tidak langsung jika memiliki jarak lebih dari 50 km. Perairan yang sempit serta terjadinya pasang surut yang kuat menyebabkan hasil perhitungan arus
secara tidak langsung melalui nilai densitas tidak akurat karena variasi nilai densitas yang sangat besar pada stasiun yang berdekatan. Lebar Selat Lombok
hanya mencapai 30 km di bagian utara Selat dan menyempit menjadi 18 km di ujung selatan Selat Arief, 1997.
Hasil pengukuran volume transpor secara langsung dengan menggunakan ADCP dibagi menjadi tiga pengukuran, yaitu pengukuran pada lapisan permukaan
sampai kedalaman 200 m Gambar 22, pengukuran pada kedalaman lebih dari 200 m Gambar 23 dan pengukuran total seluruh kedalaman Gambar 24.
Tujuan dari pemisahan ini untuk melihat besarnya volume transpor yang melalui lapisan permukaan dan lapisan dalam. Untuk mengetahui secara lebih jelas, maka
nilai volume transport disajikan pada Tabel 6.
Sumber : Diolah dari data ADCP INSTANT bulan Juni 2005 Gambar 22. Grafik volume transpor dari lapisan permukaan sampai kedalaman
200 m
Stasiun 7-8 ADCP
-0.8 -0.6
-0.4 -0.2
0.2 utara
selatan
Arah Arus
Volume Transpor Sv
Stasiun 8-9 ADCP
-0.1 0.1
0.2 0.3
0.4 0.5
Utara Selatan
Arah Arus
Volume Transpor Sv
Stasiun 8-9 ADCP
-0.8 -0.6
-0.4 -0.2
0.2 0.4
0.6 Utara
Selatan
Arah Arus
Volume Transpor Sv
Stasiun 7-8 ADCP
-1.5 -1
-0.5 0.5
utara selatan
Arah Arus
Volume Transpor Sv
Sumber : Diolah dari data ADCP INSTANT bulan Juni 2005 Gambar 23. Grafik volume transpor pada kedalaman lebih dari 200 m
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Januari 2004 dan Juni 2005 Gambar 24. Grafik volume transpor total
Tabel 6. Nilai volume transpor hasil pengukuran ADCP .
Kedalaman m
Pengukuran Langsung ADCP ms
Stasiun 7-8 Stasiun 8-9
Utara Sv Selatan Sv
Utara Sv Selatan Sv
200 1,25
0,56 200
0,115 0,715
0,404 0,06
Total 0,115
1,96 0,404
0,62
Sumber : Diolah dari data INSTANT bulan Januari 2004 dan Juni 2005 Melalui Tabel 6, diketahui bahwa besarnya volume transpor pada bulan
Juni 2005 Musim Timur di daerah aliran masuk selat mencapai 3,01 Sv dengan total transpor massa air yang bergerak ke utara sebesar 16,74 dan bergerak ke
selatan sebesar 83,26 . Nilai volume transpor pada lapisan permukaan sampai kedalaman 200 m lebih besar daripada nilai volume transpor pada kedalaman
lebih dari 200 m. Volume transpor di lapisan permukaan sampai kedalaman 200 m mencapai
58,41 dari total transpor massa air yang melalui transek pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa debit air yang melalui lapisan permukaan sampai kedalaman
kurang dari 200 m lebih besar daripada kedalaman lebih dari 200 m. Menurut Murray dan Arief 1988 in Arief 1997, 80 aliran air di Selat Lombok terjadi
di kedalaman di atas 200 m.
5. KESIMPULAN DAN SARAN