Industri rokok memberikan kontribusi yang penting bagi pemerintah. Cukai rokok yang dikenakan oleh pemerintah menjadi salah satu sumber
penerimaan negara untuk pembiayaan pembangunan. Selama rentang waktu dari tahun anggaran 19951996 hingga semester I tahun anggaran 2003, penerimaan
pemerintah cukai hasil tembakau telah meningkat sekitar 7,6 kali, yaitu dari Rp. 3.667,60 miliar menjadi Rp. 26.300 smiliar. Mengingat begitu besarnya peranan
cukai hasil tembakau terhadap penerimaan negara sebagai sumber dana pembangunan, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Faktor-Faktor Makro yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah dari Cukai Hasil Tembakau”.
1.2. Permasalahan
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai menggantikan beberapa perundang-undangan produk kolonial Belanda,
sektor cukai mendapatkan perhatian yang cukup besar dari masyarakat luas, khususnya dari para pakar, pengusaha barang kena cukai dan para pejabat
eksekutif maupun legislatif. Salah satu faktor penting yang menjadi daya tarik mengapa cukai sering dibicarakan oleh berbagai kalangan masyarakat adalah
peranannya terhadap pembangunan dalam bentuk sumbangannya kepada penerimaan negara yang tercermin pada APBN khususnya dalam kelompok
penerimaan dalam negeri yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk kegiatan
pemerintahan di satu pihak, semakin berfluktuasinya penerimaan negara dari sektor migas, serta semakin sulitnya memperoleh pinjaman luar negeri, maka
diperlukan upaya peningkatan dana yang berasal dari dalam negeri termasuk penerimaan cukai. Disamping itu, masih rendahnya rasio antara penerimaan cukai
terhadap PDB di Indonesia yaitu baru sekitar 0,75 persen, sementara di negara- negara lain telah mencapai rata-rata diatas 2 persen, mengindikasikan bahwa
penerimaan cukai masih mungkin untuk terus ditingkatkan. Begitu juga dengan penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau yang menunjukkan tren yang
selalu meningkat dari tahun ke tahun. Asumsi makro yang digunakan dalam memperkirakan penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau pada penelitian
ini adalah Gross Domestic Product GDP, nilai tukar, konsumsi, dan dummy krisis Isdijoso, 2004. Oleh karena itu, permasalahan yang dibahas oleh penulis
dalam penelitian ini adalah bagaimana faktor-faktor dari sisi makro dapat mempengaruhi penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor makro yang mempengaruhi penerimaan pemerintah
dari cukai hasil tembakau.
1.4. Ruang Lingkup
Dalam tulisan ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan pada faktor-faktor secara makro yang mempengaruhi penerimaan pemerintah dari cukai
hasil tembakau dari tahun 1992 sampai 2005. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain Isdijoso, 2004:
1. Gross Domestic Product GDP
2. Nilai tukar
3. Konsumsi
4. Dummy krisis.
Menurut Nusantoro 2004, penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau sebagian besar, sekitar 98 persen berasal dari industri rokok. Oleh
karena itu, pengertian cukai hasil tembakau dalam tulisan ini lebih ditekankan kepada cukai rokok untuk semua jenis, yaitu Sigaret Kretek Mesin SKM, Sigaret
Kretek Tangan SKT, dan Sigaret Putih Mesin SPM.
1.5. Manfaat Penelitian