artinya 97,85 persen variabel-variabel independen yang terdapat dalam model yaitu, GDP, proporsi pengeluaran untuk konsumsi rokok, nilai tukar, dan dummy
krisis dapat menjelaskan variabel penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau, sisanya sebesar 2,15 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar
persamaan. Pengujian terhadap variabel-variabel independen dalam model persamaan
secara bersama-sama dapat dilakukan melalui uji F. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas F-statistik. Analisis regresi pada penelitian ini menggunakan taraf
nyata sebesar 10 persen, artinya tingkat kepercayaan sebesar 90 persen. Mengacu pada nilai probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0,0000 yang lebih kecil dari taraf
nyata 10 persen α= 0,1, maka persamaan ini melewati uji F. Nilai ini
menandakan bahwa variabel-variabel independen dalam model persamaan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pemerintah dari cukai
hasil tembakau pada taraf nyata 10 persen.
4.3.1. Gross Domstic Product
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa variabel GDP memiliki nilai probabilitas sebesar 0.0001 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen dan besarnya
nilai koefisien adalah 0,717413. Berdasarkan nilai probabilitas dan koefisien tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa variabel GDP memiliki pengaruh positif
dan signifikan terhadap penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau, artinya peningkatan GDP sebesar 1 persen akan meningkatkan penerimaan pemerintah
dari cukai hasil tembakau sebesar 0,717413 persen dengan asumsi cateris paribus faktor lain dianggap konstan.
Besarnya GDP dapat digambarkan sebagai ukuran total output yang diproduksi oleh semua aktifitas ekonomi. Ketika GDP atau total output yang
diproduksi meningkat, termasuk produksi rokok, maka pemesanan pita cukai rokok kepada pemerintah akan meningkat dan akhirnya penerimaan pemerintah
dari cukai hasil tembakau juga meningkat. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal pada penelitian. Produksi rokok cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 2004, sekitar 2600 industri rokok legal yang terdaftar di Departemen Perindustrian menghasilkan rokok
sekitar 203,88 miliar batang setiap tahun. Produksi industri rokok mengalami masa kejayaan pada tahun 1998, dimana produksi rokok hampir mencapai 270
miliar batang.
4.3.2. Konsumsi
Variabel konsumsi yang dalam penelitian ini diproksi dari proporsi pengeluaran untuk konsumsi rokok memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap penerimaan cukai rokok. Berdasarkan Tabel 4.3 variabel konsumsi memiliki nilai probabilitas sebesar 0,0829 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen
dan besarnya nilai koefisien sebesar 0,045497. Peningkatan proporsi pengeluaran untuk konsumsi rokok sebesar 1 persen akan meningkatkan penerimaan
pemerintah dari cukai rokok sebesar 0,045497 persen, asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal dan teori permintaan dan penawaran oleh
Marshall yang terdapat pada tinjauan pustaka dalam penelitian ini. Ketika terjadi peningkatan proporsi pengeluaran untuk konsumsi rokok, yang dapat
mengindikasikan terjadi peningkatan permintaan rokok, maka pabrik rokok akan
meningkatkan jumlah produksinya penawaran rokok meningkat. Jumlah produksi rokok yang meningkat akan menyebabkan pemesanan pita cukai kepada
pemerintah meningkat sehingga penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau juga meningkat. Konsumsi rokok global terus meningkat signifikan sejak
tembakau diperkenalkan kepada dunia awal abad ke-20. Konsumsi rokok di Indonesia mendapat peringkat kelima tertinggi di dunia setelah Cina, Amerika
Serikat, Jepang, dan Rusia. Mayoritas perokok di Indonesia adalah dari kalangan masyarakat miskin. Survei Bappenas 1995 menunjukkan bahwa orang miskin
mengalokasikan 9 persen total pendapatannya untuk mengkonsumsi rokok. Berdasarkan kedua variabel di atas, variabel GDP memiliki pengaruh yang
lebih besar terhadap penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau dari pada variabel konsumsi. Peningkatan GDP atau total produksi secara keseluruhan,
termasuk peningkatan produksi rokok akan secara langsung mempengaruhi penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau. Ketika terjadi peningkatan
produksi rokok, maka pemesanan pita cukai kepada pemerintah juga akan meningkat dan akhirnya penerimaan pemerintah dari cukai hasil tembakau juga
akan meningkat.
4.3.3. Nilai Tukar