kecacatan dalam jumlah yang signifikan Barnes, Eveson, Reichart, Sidransky, 2005.
2.4. Etiologi
Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu
kayu, kulit, formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat kemungkinan terjadi keganasan sinonasal jauh lebih besar. Alkohol, asap
rokok, makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi kemungkinan terjadi
keganasan Roezin, 2007; Myers, 1989; D’Errico, Pasian, Baratti, Zanelli, Alfonzo, Gilardi, 2009.
Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras seperti beech dan oak, merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk
tumor ganas sinonasal. Peningkatan resiko 5-50 kali ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai
timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga
menjadi faktor resiko tambahan Roezin, 2007; Myers, 1989; Dhingra, 2007.
2.5. Gambaran Klinis
Tumor nasal dan sinus paranasal dalam keadaan tertentu tidak memberikan gejala yang tetap. Mungkin hanya berupa rasa penekanan atau nyeri, atau tidak
dijumpai rasa nyeri. Sumbatan nasal satu sisi dapat diduga suatu tumor sampai
Universitas Sumatera Utara
dapat dibuktikan dengan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain. Sekret dapat encer, serosanguinosa atau purulen. Mungkin ditemukan parastesia, anestesia atau
paralisis saraf-saraf otak. Nyeri apabila dijumpai, lebih terasa di malam hari atau bila pasien berbaring. Mungkin pula gejalanya menjalar ke gigi atas atau gigi palsu
bagian atas terasa menjadi tidak pas lagi. Dapat terjadi pembengkakan wajah sebelah atas seperti sisi batang nasal dan daerah kantus medius, penonjolan daerah
pipi, pembengkakan palatum durum, palatum mole, tepi alveolar atau lipatan mukosa mulut dan epistaksis. Pada 9 hingga 12 pasien sering asimtomatik
sehingga diagnosis sering terlambat dan penyakit telah memasuki stadium lanjut Bailey, 2006; Ballenger, 1994.
Perubahan daerah orbita pada tumor sinus relatif sering ditemukan. Dapat pula terdapat gangguan persarafan otot-otot eksterna bola mata. Isi rongga orbita dapat
terdorong ke berbagai arah dengan akibat timbulnya proptosis dan enoftalmus. Penonjolan di belakang tepi infraorbital atau tepi supraorbital dapat teraba.
Sumbatan saluran lakrimalis dapat timbul. Trismus merupakan gejala yang mengganggu dan ini merupakan pertanda perluasan penyakit ke arah daerah
pterigoid. Perluasan ke arah nasofaring dapat menimbulkan gejala sumbatan tuba Eustachius, seperti nyeri telinga, tinnitus dan gangguan pendengaran Ballenger,
1994. Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah
berada dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal bervariasi dari 1 hingga 26, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak
adalah kurang dari 10. Hanya 15 pasien dengan keganasan sinus paranasal berkembang menjadi metastasis setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini
Universitas Sumatera Utara
berkurang hingga 11 pada pasien yang mendapat terapi radiasi pada leher Bailey, 2006.
2.6. Diagnosis