Karakteristik Penderita Tumor Ganas Laring di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR GANAS LARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010-2011

Oleh

IKKE ERNAWATI 090100312

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR GANAS LARING DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010-2011

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh

IKKE ERNAWATI 090100312

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Penderita Tumor Ganas Laring di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

Nama : Ikke Ernawati NIM : 090100312

Pembimbing Penguji I

(dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, Sp.THT-KL) (dr. Maya Savira, M.kes) NIP. 198109142009121002 NIP. 197611192003122001

Penguji II

(dr. Sri Amelia, M.kes) NIP. 197409132003122001

Medan, 10 Januari 2013

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP. 19540220198110100


(4)

ABSTRAK

Seiring dengan perkembangan zaman, kanker laring bukanlah hal yang jarang ditemui. Etiologi kanker laring belum sepenuhnya diketahui tetapi kanker laring dapat terjadi oleh karena perubahan gaya hidup seseorang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain retrospective. Sampel penelitian ini adalah semua penderita tumor ganas laring di RSUP HAM Medan dalam kurun waktu Januari 2010 sampai Desember 2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder dari rekam medis penderita tumor ganas laring.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita tumor ganas laring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2010-2011.

Hasil penelitian dari 36 penderita kanker laring didapatkan laki-laki sebanyak 34 (94,4%) dan wanita dua orang (5,6%). Usia terbanyak 51-60 tahun lima belas orang (41,7%). Faktor risiko perokok 21 orang (58,3%) diikuti konsumsi alkohol enam orang (16,7%). Kemudian, didapati keluhan suara serak 33 orang (91,7%), sesak 29 orang (80,6%), batuk 21 orang (58,3%) dan massa dileher dua belas orang (33,3%). Letak tumor di glottis dua puluh orang (55,6%), supraglottis sepuluh orang (27,8%), dan subglottis empat orang (11,1%). Gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa 25 orang (69,4%), adenokarsinoma dan carcinoma papilary masing-masing satu orang (2,8%). Stadium I dua belas orang (33,3%), stadium III sebelas orang (30,6%), Stadium II enam orang (16,7%) dan stadium IV lima orang (13,5%). Penderita tumor ganas laring yang melakukan operasi tiga puluh orang (83,3%), kemoterapi delapan belas orang (50%) dan radiasi dua belas orang (33,3%).

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagian besar penderita kanker laring adalah laki-laki dengan kategori usia terbanyak 51-60 tahun. Faktor risiko tertinggi adalah perokok dan keluhan tersering yaitu suara serak. Sebagian besar penderita menderita kanker glottis. Gambaran histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. Selain itu pasien juga banyak berada pada stadium I dan operasi adalah tindakan yang banyak diterima pasien.


(5)

ABSTRACT

Nowadays, laryngeal cancer is a common case. The etiology of laryngeal cancer is not fully known but it may caused by lifestyle. This research is a descriptive study with retrospective design. Subjects are all laryngeal cancer patients in RSUP HAM Medan in January 2010 to December 2011, taken by using total sampling technique. Data is the secondary data from laryngeal cancer patient’s medical records.

This study aim to know the laryngeal cancer patient’s characteristics in RSUP HAM Medan in 2010 to 2011.

Result of this study shows from 36 laryngeal cancer patients obtained 34 males 94,4% and 2 females 5,6%. The majority of age 51-60 years 15 persons (41,7%). Smoker risk factor 21 persons 58, 3% followed by alcohol consumption six persons (16, 7%). In addition, there are hoarseness complaints 33 persons (91, 7%), dyspnoea 29 persons (80, 6%), cough 21 persons (58, 3%) and mass in the neck 12 persons (33, 3%). According tumour position, glottic 20 persons (55,6%), supraglottic 10 persons (27,8%) and subglottic 4 persons (11,1%). According to histopathologic appearances, squamous cell carcinoma 25 persons (55,6%), Adenocarcinoma and carcinoma papillary each 1 person ( 2,8%). Stage I 12 persons (33,3%), stage II 6 persons (16,7%) stage III 11 persons (30,6%), and stage IV 5 persons (13,9%). Patients with laryngeal cancer who receive the surgery 30 persons (83,3%), chemotherapy 18 persons (50%) and radiation 12 persons (33,3%).

The conclusion of this study is the most laryngeal cancer patients are male with highest age category 51-60 years. The most common risk factor is smoker. The most common complaint is hoarseness. Majority of patients get the glottis cancer and squamous cell carcinoma appearance. Most of patients in the stage I and get surgery.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul “Karakteristik Penderita Tumor Ganas Laring di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2011”. Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Guslihan dasa Tjipta, SpA (K) Selaku Pembantu Dekan I.

3. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD., SpJP(K) selaku Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas izin penelitian yang telah diberikan.

4. dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, Sp. THT-KL sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. dr. Maya Savira, Mkes dan dr. Sri Amelia, Mkes selaku dosen penguji yang telah memberikan saran-saran untuk pembuatan karya tulis ilmiah ini.

6. Drs. Palas Tarigan, Apt, Kepala Instalasi Litbang yang telah mengizinkan penulis untuk mengambil data penelitian di ruang penyimpanan rekam medis RSUP HAM Medan.

7. Semua dosen dan staf/ pegawai di Fakultas Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.


(7)

8. Orang tua tercinta, ayahanda Paidi dan ibunda Mudiyah serta adik penulis Hanang Yus Setiawan yang tak henti-hentinya memberikan semangat, dukungan baik moral dan materi serta doa kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penyelesaian karya tulis ilmiah ini

9. Seluruh teman-teman saya tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan, kritik dan saran serta dukungannya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

10.Dan berbagai pihak lain, yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis pada kesempatan ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Januari 2013 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1. RSUP HAM Medan ... 4

1.4.2. Peneliti ... 4

1.4.3. Pembaca ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Definisi ... 5

2.2. Etiologi dan Faktor Risiko Tumor Ganas Laring ... 5

2.3. Patofisiologi Tumor Ganas laring... 9

2.3.1 Dasar Molekuler Kanker: Karsinogenesis ... 10

2.4. Gejala Klinis Tumor Ganas Laring... 14

2.5. Lokasi Terjadinya Tumor Ganas Laring ... 16

2.6. Diagnosis Tumor Ganas Laring... 17

2.7. Gambaran Histopatologi Tumor Ganas Laring ... 20

2.8. Stadium Tumor Ganas Laring ... 21


(9)

2.5. Lokasi Terjadinya Tumor Ganas Laring ... 16

2.6. Diagnosis Tumor Ganas Laring... 17

2.7. Gambaran Histopatologi Tumor Ganas Laring ... 20

2.8. Stadium Tumor Ganas Laring ... 21

2.9. Pengobatan Tumor Ganas Laring ... 24

2.10. Komplikasi Tumor Ganas Laring ... 28

2.11. Pencegahan Tumor Ganas Laring ... 28

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 29

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 29

3.2. Definisi Operasional ... 30

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 33

4.1. Rancangan Penelitian ... 33

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 33

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 33

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1. Hasil Penelitian ... 35

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35

5.1.2. Karakteristik Individu... 35

5.2. Hasil Analisa Data ... 37

5.2.1. Distribusi Frekuensi Riwayat faktor Risiko ... 37

5.2.2. Tabulasi Silang Frekuensi Jenis Kelamin dan Faktor Risiko ... 39

5.2.3. Distribusi Frekuensi Keluhan ... 39

5.2.4. Distribusi Lokasi Terjadinya Tumor Ganas Laring ... 41 5.2.5. Distribusi Frekuensi Gambaran Histopatologi Tumor


(10)

Ganas Laring ... 41

5.2.6. Distribusi Frekuensi Stadium Kanker pada Tumor Ganas Laring ... 42

5.2.7. Distribusi Frekuensi Pengobatan yang Diterima Pasien Penderita Tumor Ganas Laring ... 42

5.3. Pembahasan ... 45

5.3.1. Faktor Risiko Jenis Kelamin, Usia, dan Pekerjaan Penderita Tumor Ganas Laring ... 45

5.3.2. Faktor Risiko Riwayat Merokok dan Konsumsi Alkohol pada Penderita Tumor Ganas Laring Secara keseluruhan ... 46

5.3.3. Penderita Tumor Ganas Laring dengan Satu atau Lebih Riwayat Faktor Risiko ... 46

5.3.4. Keluhan yang Dialami Penderita Tumor Ganas Laring Secara Keseluruhan ... 47

5.3.5. Penderita tumor Ganas Laring dengan Satu atau Lebih Keluhan ... 48

5.3.6. Lokasi terjadinya Tumor Ganas Laring pada Penderita Tumor Ganas Laring ... 48

5.3.7. Gamabaran Histopatologi Tumor Ganas Laring pada Penderita Tumor Ganas Laring ... 49

5.3.8. Stadium Tumor Ganas Laring pada Penderita Tumor Ganas laring ... 49

5.3.9. Penderita Tumor Ganas Laring yang Menerima Pengobatan secara Keseluruhan ... 50

5.3.10.Penderita Tumor Ganas Laring yang Menerima Satu atau Lebih Tindakan Pengobatan ... 50

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

6.1. Kesimpulan ... 52


(11)

DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Insidensi Kanker Laring Berdasarkan Ras 7

5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin 36

5.2 Distribusi Frekuensi Usia 36

5.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan 37

5.4 Distribusi Frekuensi Riwayat Merokok 37 5.5 Distribusi Frekuensi Konsumsi Alkohol Penderita

Tumor Ganas Laring

38

5.6 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas Laring

dengan Satu atau Lebih Faktor Risiko 38 5.7 Tabulasi Silang Frekuensi Jenis Kelamin dan Faktor

Risiko 39

5.8 Distribusi Frekuensi Keluhan yang Dialami

Penderita Tumor Ganas Laring Secara Keseluruhan 39 5.9 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas Laring

dengan Satu atau Lebih Keluhan 40

5.10 Distribusi Frekue nsi Lokasi Terjadinya Tumor

Ganas Laring 41

5.11 Distribusi Frekuensi Gambaran Histopatologi

Tumor Ganas Laring 41

5.12 Distribusi Frekuensi Stadium Tumor Ganas Larin 42 5.13 Distribusi Frekuensi Pengobatan yang Diterima

Penderita Tumor Ganas Laring secara Keseluruhan 42 5.14 Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas Laring

dengan Satu atau Lebih pengobatan 43

5.15 Tabulasi Silang Frekuensi Stadium dan Satu

Tindakan Pengobatan 43

5.16 Tabulasi Silang Frekuensi Stadium dan Dua


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Riwayat Hidup Peneliti 2. Surat Izin Penelitian 3. Ethical Clearance 4. Data Induk


(15)

ABSTRAK

Seiring dengan perkembangan zaman, kanker laring bukanlah hal yang jarang ditemui. Etiologi kanker laring belum sepenuhnya diketahui tetapi kanker laring dapat terjadi oleh karena perubahan gaya hidup seseorang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain retrospective. Sampel penelitian ini adalah semua penderita tumor ganas laring di RSUP HAM Medan dalam kurun waktu Januari 2010 sampai Desember 2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder dari rekam medis penderita tumor ganas laring.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita tumor ganas laring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2010-2011.

Hasil penelitian dari 36 penderita kanker laring didapatkan laki-laki sebanyak 34 (94,4%) dan wanita dua orang (5,6%). Usia terbanyak 51-60 tahun lima belas orang (41,7%). Faktor risiko perokok 21 orang (58,3%) diikuti konsumsi alkohol enam orang (16,7%). Kemudian, didapati keluhan suara serak 33 orang (91,7%), sesak 29 orang (80,6%), batuk 21 orang (58,3%) dan massa dileher dua belas orang (33,3%). Letak tumor di glottis dua puluh orang (55,6%), supraglottis sepuluh orang (27,8%), dan subglottis empat orang (11,1%). Gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa 25 orang (69,4%), adenokarsinoma dan carcinoma papilary masing-masing satu orang (2,8%). Stadium I dua belas orang (33,3%), stadium III sebelas orang (30,6%), Stadium II enam orang (16,7%) dan stadium IV lima orang (13,5%). Penderita tumor ganas laring yang melakukan operasi tiga puluh orang (83,3%), kemoterapi delapan belas orang (50%) dan radiasi dua belas orang (33,3%).

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagian besar penderita kanker laring adalah laki-laki dengan kategori usia terbanyak 51-60 tahun. Faktor risiko tertinggi adalah perokok dan keluhan tersering yaitu suara serak. Sebagian besar penderita menderita kanker glottis. Gambaran histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. Selain itu pasien juga banyak berada pada stadium I dan operasi adalah tindakan yang banyak diterima pasien.


(16)

ABSTRACT

Nowadays, laryngeal cancer is a common case. The etiology of laryngeal cancer is not fully known but it may caused by lifestyle. This research is a descriptive study with retrospective design. Subjects are all laryngeal cancer patients in RSUP HAM Medan in January 2010 to December 2011, taken by using total sampling technique. Data is the secondary data from laryngeal cancer patient’s medical records.

This study aim to know the laryngeal cancer patient’s characteristics in RSUP HAM Medan in 2010 to 2011.

Result of this study shows from 36 laryngeal cancer patients obtained 34 males 94,4% and 2 females 5,6%. The majority of age 51-60 years 15 persons (41,7%). Smoker risk factor 21 persons 58, 3% followed by alcohol consumption six persons (16, 7%). In addition, there are hoarseness complaints 33 persons (91, 7%), dyspnoea 29 persons (80, 6%), cough 21 persons (58, 3%) and mass in the neck 12 persons (33, 3%). According tumour position, glottic 20 persons (55,6%), supraglottic 10 persons (27,8%) and subglottic 4 persons (11,1%). According to histopathologic appearances, squamous cell carcinoma 25 persons (55,6%), Adenocarcinoma and carcinoma papillary each 1 person ( 2,8%). Stage I 12 persons (33,3%), stage II 6 persons (16,7%) stage III 11 persons (30,6%), and stage IV 5 persons (13,9%). Patients with laryngeal cancer who receive the surgery 30 persons (83,3%), chemotherapy 18 persons (50%) and radiation 12 persons (33,3%).

The conclusion of this study is the most laryngeal cancer patients are male with highest age category 51-60 years. The most common risk factor is smoker. The most common complaint is hoarseness. Majority of patients get the glottis cancer and squamous cell carcinoma appearance. Most of patients in the stage I and get surgery.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, kanker laring bukanlah hal yang jarang ditemui. Perubahan gaya hidup juga sangat mempengaruhi terjadinya kanker laring ini.

Di USA jumlah penderita kanker laring sekitar 1% dari semua jenis kanker dan merupakan 0,75% kasus kematian yang disebabkan oleh semua jenis kanker. Dari 30% kasus kanker kepala dan leher, sekitar 90% merupakan karsinoma sel skuamosa. Berdasarkan lokasinya, kanker laring terbagi menjadi 3 yaitu tumor glottis, supraglottis dan subglottis. Angka kejadian tumor glottis adalah 60-70% kasus, supraglottis 25-40% kasus, sedangkan tumor subglottis <15% kasus ( Kumar dan Maitra, 2007).

American Cancer Society memperkirakan angka kejadian kanker laring pada tahun 2012 adalah sekitar 12.360 kasus dengan kasus pada laki-laki 9840 dan wanita 2520 kasus, sedangkan angka kematian dapat mencapai 3650 kasus yaitu 2880 kasus pada laki-laki dan 770 kasus pada wanita (American Cancer Society, 2011).

Penelitian di UK yang diterbitkan pada bulan Desember 2011 memperkirakan bahwa lebih dari 90% kanker laring berhubungan dengan gaya hidup dan faktor lingkungan (Cancer Research UK, 2012). Penelitian tahun 2010 di UK, 79% kasus kanker laring disebabkan oleh rokok, 25% berhubungan dengan alkohol dan efek kombinasi dari merokok dan konsumsi alkohol sekitar 89% (Cancer Research UK, 2012). Kleinsasser (1988) dalam Hannu Raitiola (2000) menyebutkan bahwa penderita kanker laring 88-98% adalah perokok.

Data Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM selama periode 2000-2005 ditemukan 3.344 kasus tumor ganas didaerah kepala dan leher, dimana kanker laring menempati urutan kedua yaitu sekitar 213 kasus (6,73%) setelah kanker nasofaring 28,35% atau sekitar 948 kasus (Hermani, 2007).


(18)

Laporan penelitian yang dilakukan di departemen THT-FKUI/ RSCM periode 1982-1987, proporsi kanker laring adalah 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata adalah 25 per tahun. Periode 1988-1992 kanker laring sebesar 9,97%, menduduki urutan ketiga dari keganasan THT (712 kasus), setelah kanker nasofaring sebesar 71,77%, diikuti keganasan hidung dan paranasal 10,11% (Hermani dan Abdurrahman, 2007).

Insidensi tertinggi kanker laring ini terjadi pada dekade 70 dan lebih banyak terjadi pada laki- laki dibandingkan dengan wanita yaitu sekitar 5:1 (Lee, 2003). Hermani dan Abdurrachman (2007) menyebutkan perbandingan terjadinya kanker laring antara laki-laki dan perempuan adalah 11:1 dan terbanyak pada usia 56-69 tahun dengan kebiasaan merokok. Di RSUP HAM Medan, Februari 1995-Juni 2003 dijumpai 97 kasus karsinoma laring terjadi pada penderita dengan usia berkisar antara 30-79 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 8:1 (Haryuna, 2004).

Abdoerrachman, et al (1989) menyebutkan bahwa pemeriksaan histopatologi yang dilakukan terhadap 188 pasien dengan tumor ganas laring di departemen bagian THT FKUI/ RSCM (1980-1987) terdapat 170 kasus karsinoma sel skuamosa (90,43%), 5 kasus karsinoma anaplastik (2,66%), 3 kasus adenokarsinoma (1,59%), 1 kasus papilary carcinoma (0,53%) dan 9 kasus tanpa keterangan yang jelas (4,79%). Selain itu keluhan terbanyak yang yang dialami pasien adalah disfonia/ afonia yaitu sebanyak 13 orang (92,02%). Keluhan lainnya adalah dispneu pada 102 orang (54,80%), batuk 59 orang (31,38%), hemoptoe 26 orang (13,38%), benjolan dileher 8 orang (4,26%) dan tanpa keterangan yang kelas 3 orang (1,60%). Berdasarkan stadium, stadium tumor ganas laring yang terbanyak adalah stadium IV yaitu sekitar 57 kasus (30,32%) di ikuti stadium III sekitar 53 kasus (28,19%). Sedangkan stadium II sebanyak 45 kasus (23,94%) dan stadium I sebanyak 23 kasus (12,23%). Dari data penelitian yang telah dilakukan juga didapatkan bahwa 78 orang (41,50%) yang sudah dilakukan operasi, 77 orang (40,96%) tanpa operasi dan 33 orang (40,49%) tanpa keterangan jelas.


(19)

Penelitian oleh Haryuna (2009) pada bulan Oktober 2005- September 2006 di Departemen THT-KL RSUP HAM Medan yang dilakukan terhadap 107 orang dengan keluhan serak, 21 diantaranya merupakan kasus keganasan laring. Lokasi tumor ganas laring yang menyebabkan suara serak terbanyak adalah tumor ganas laring pada supraglottis dan glottis yaitu 10 kasus (47,6%) diikuti tumor pada glottis sebanyak 6 kasus (28,6%), 4 kasus (19%) tumor ganas supraglottis serta tumor ganas pada glottis dan subglottis sebanyak 1 kasus (4,8%).

Setiap penderita tumor ganas laring ini memiliki karakteristik tersendiri. Atas dasar itulah peneliti tertarik untuk meneliti mengenai karakteristik penderita tumor ganas laring di RSUP HAM Medan tahun 2010-2011.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah karakteristik penderita tumor ganas laring di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2011?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita tumor ganas laring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2010-2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi penderita tumor ganas laring berdasarkan umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.

b. Mengetahui distribusi frekuensi kebiasaan merokok dan minum alkohol sebagai faktor resiko terjadinya tumor ganas laring.

c. Mengetahui distribusi frekuensi keluhan yang dialami penderita tumor ganas laring.

d. Mengetahui distribusi frekuensi lokasi terjadinya tumor ganas laring pada penderita tumor ganas laring.

e. Mengetahui distribusi frekuensi gambaran histopatologi pada penderita tumor ganas laring.


(20)

f. Mengetahui distribusi frekuensi stadium tumor ganas laring berdasarkan klasifikasi TNM pada penderita tumor ganas laring.

g. Mengetahui persentase jenis terapi yang diterima penderita tumor ganas laring.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1.4.1. RSUP HAM Medan

a. Memberikan informasi bagi pihak RSUP H. Adam Malik Medan mengenai karakteristik penderita tumor ganas laring tahun 2010-2011.

1.4.2. Peneliti

a. Peneliti akan mendapatkan informasi mengenai karakteristik penderita tumor ganas laring.

b. Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan suatu penelitian. Selain itu peneliti dapat mengembangkan minat serta kemampuan membuat karya tulis ilmiah.

1.4.3. Pembaca

a. Memberikan informasi bagi pembaca mengenai karakteristik tumor ganas laring sehingga pembaca dapat mendeteksi kemungkinan dirinya menderita tumor ganas laring secara dini. b. Memberikan infomasi tambahan sebagai bahan acuan untuk


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tumor ganas (neoplasma) secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Dengan kata lain, neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal meskipun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al, 2007). Tumor ganas (kanker) laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan sebuah tumor yang berasal dari epitel struktur laring (Kamus Saku Mosby, 2008).

2.2. Etiologi dan Faktor Risiko Tumor Ganas Laring

Penyebab utama kanker laring belum sepenuhnya diketahui, namun diperkirakan berkaitan dengan kebiasaan merokok, konsumsi alkohol berlebihan, paparan radiasi serta sekuensi HPV (Human Papiloma virus) pada sebagian kecil kasus (Kumar dan Maitra, 2007). Menurut Shangina et al (2006) dan Becher et al (2005) dalam Ramroth (2011), terdapat beberapa etiologi lain terjadinya kanker laring diantaranya karena terpapar bahan atau substansi berbahaya misalnya asbes, Polycyclic Aromatic Hydrocarbons, debu dan larutan berbahaya lainnya. Menurut Negri E (2009) dalam Ramroth H (2011), terdapat beberapa bukti yang menunjukkan peningkatan risiko terjadinya kanker laring yaitu jika terdapat keluarga yang memiliki riwayat menderita kanker kepala dan leher.


(22)

Risiko terjadinya tumor ganas laring ini akan meningkat seiring dengan berat dan banyaknya faktor risiko yang terdapat pada seseorang. Faktor risiko tersebut diantaranya adalah:

a. Usia

Kanker laring merupakan kanker yang sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua dengan puncak insidensi terjadi pada dekade ke enam sampai dekade ke delapan (Robin et al, 1991 dalam Ratiola, 2000).

Lee, 2003 menyebutkan bahwa insidensi penderita tumor ganas laring terbanyak pada dekade 70. American Cancer Society (2011), lebih dari setengah kasus kanker laring terjadi pada usia 65 tahun.

Berdasarkan National Cancer Institute’s Surveilance Epidemiology and End Result Cancer Statistic Review (2012), dari tahun 2005-2009 rata-rata penderita tumor ganas laring adalah pada usia 65 tahun, tidak ditemukan (0%) pada usia kurang dari dua puluh tahun. Namun ditemukan 0,4% antara usia 20-34 tahun; 2,7% antara usia 35-44 tahun; 16,3% antara usia 45-54 tahun; 29,8% antara usia 55-64 tahun; 28,6% antara usia 65-74 tahun, 17,3% pada usia 75-84 tahun dan 4,8% pada usia 85 tahun keatas.

b. Jenis Kelamin

Angka kejadian masih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita adalah karena masih tingginya kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol pada laki-laki (American cancer Society, 2011)

Insidensi tertinggi kanker laring ini lebih banyak terjadi pada laki- laki dibandingkan dengan wanita yaitu sekitar 5:1 (Lee, 2003). 1 Januari 2008, di United States diperkirakan jumlah tumor ganas laring 88.941 kasus, yang terdiri dari 71.273 laki-laki dan 17.668 wanita (National Cancer Institute, 2012).

c. Ras

Tumor ganas laring lebih sering pada ras African American dan kulit putih dibandingkan dengan ras asia dan latin (American Cancer Society, 2011). Data National Cancer Institute (2012), insidensi terjadinya kanker laring berdasarkan ras yang telah didiagnosis pada 18 area SEER (San Francisco, Connecticut, Detroit, Hawaii, Iowa, New Mexico, Seattle, Utah, Atlanta, San Jose-Monterey,


(23)

Los Angeles, Alaska Native Registry, Rural Georgia, California excluding SF/SJM/LA, Kentucky, Louisiana, New Jersey and Georgia excluding ATL/RG) terdapat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Insidensi kanker laring berdasarkan ras. Incidence Rates by Race

Race/Ethnicity Male Female

All Races 6.2 per 100,000 men 1.3 per 100,000 women White 6.1 per 100,000 men 1.3 per 100,000 women Black 9.9 per 100,000 men 1.8 per 100,000 women Asian/Pacific Islander 2.3 per 100,000 men 0.3 per 100,000 women American Indian/Alaska

Nati 4.2 per 100,000 men

Hispanic 4.7 per 100,000 men 0.6 per 100,000 women National Cancer Institute’s Surveilance Epidemiology and End Result Cancer Statistic Review, 2012. Cancer Statistic: Cancer of the Larynx. Available

from:

[Accessed 26 Mei 2012].

d. Merokok

Sebagian besar (88-89%) penderita tumor ganas laring adalah perokok. Kebiasaan merokok merupakan hal penting yang dapat meningkatnya risiko terjadinya tumor ganas laring. Peningkatan itu juga tergantung dari lama dan intensitas seseorang itu merokok (Ramroth, 2011; Rothman, 1980 dalam Adams, 2005; dan Lee, 2009). La Vecchia (1990) dalam Adams (2005) menyebutkan bahwa merokok dengan >22 mg tar memiliki insidensi 2 kali lebih tinggi menderita kanker laring dibandingkan dengan orang yang tidak merokok atau perokok dengan tar yang rendah. Kandungan yang terdapat dalam rokok merupakan bahan karsinogenik. Berdasarkan Brunneman dan Hoffman (1992) dalam World Health Organization International Agency for Research on Cancer (IARC, 2007) telah menyebutkan bahwa terdapat 28 jenis bahan karsinogen yang terkandung dalam rokok.


(24)

Secara garis besar terdapat tiga jenis nitroso dalam rokok, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Non-volatile TSNA ( Tobacco-Specific N-nitrosamin Acids) yang terdiri atas 4-(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanon (NNK) dan N2-nitrosonornicotine (NNN).

2) N-nitrosamino acids yang terdiri dari N-nitrososarcosine (NSAR), 3 (methylnitrosamino) propionic acids (MNPA) dan 4-(methylnitrosamino) butyric acids (MNBA).

3) Volatile N-nitrosamin yang terdiri atas N-nitrosodimethylamine (NMDA), N-nitrosopyrrolidine (NPYR), nitrosopiperidine (NPIP) dan N-nitrosomorpholine (NMOR).

Kandungan lain yang terdapat dalam rokok diantaranya adalah benzene, arsenik, dan hidrokarbon. Selain dari kandungan rokok tersebut, bahan karsinogenik juga dihasilkan dari pembakaran rokok (tembakau) oleh para perokok aktif diantaranya adalah nikotin, karbon monoksida, hydrogen sianida dan ammonia. Pemaparan bahan-bahan tersebut baik pada perokok aktif maupun pasif dapat menyebabkan kerusakan dari mukosa laring dimana sel-selnya akan bermetaplasia dan akan berkembang kearah keganasan. Hal tersebut akan meningkat jika seseorang juga mengkomsumsi alkohol.

e. Alkohol

Alkohol bukan merupakan faktor risiko tunggal yang menyebabkan terjadinya kanker laring, namun kombinasi antara penggunaan rokok dan konsumsi alkohol serta faktor lain yang memicu terjadinya karsinogenik memiliki risiko tinggi terjadinya kanker laring (American Cancer Society, 2011). Sebuah penelitian di Perancis menunjukkan bahwa peningkatan terjadinya tumor ganas laring dijumpai pada perokok dengan peminum alkohol (anggur) lebih dari 1,5 L per hari ( Andrew, 1995)


(25)

f. Virus

Berdasarkan Heller dalam Ballenger (1977), virus dapat menyebabkan terjadinya kanker. Infeksi virus tersebut tidak secara langsung menyebabkan kanker laring namun menyebabkan kanker secara umum. Pada awalnya virus akan melekatkan dirinya dalam mekanisme genetik sel yang abnormal dan akan memodifikasinya menjadi sel yang abnormal. Kemudian virus yang dorman dan bersembunyi didalam sel akan teraktivasi jika terpapar agen eksternal seperti X-rays sehingga sel akan tumbuh menjadi malignan.

g. Paparan terhadap substansi (bahan) berbahaya dilingkungan kerja.

Bahan karsinogen yang berhubungan dengan terjadinya kanker laring dapat berupa asbestos, komponen nikel, dan beberapa minyak mineral, radiasi (Adams, 2005). Penelitian di Italia disebutkan bahwa, Serbuk kaca juga dapat meningkatkan angka kematian pada penderita kanker laring (Bertazzi, 1980 dalam Adams, 2005).

2.3. Patofisiologi Tumor Ganas Laring

Tumor atau sering dikenal dengan neoplasma, sesuai definisi Willis dalam kumar et al (2007), adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal dan terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.

Tumor ganas atau neoplasma ganas ditandai dengan differensiasi yang beragam dari sel parenkim, dari yang berdiferensiasi baik (well differentiated) sampai yang sama sekali tidak berdiferensiasi. Neoplasma ganas yang terdiri atas sel tidak berdiferensiasi disebut anaplastik.


(26)

Tidak adanya diferensiasi, atau anaplasia dianggap sebagai tanda utama keganasan. Neoplasma ganas (kanker) tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi dan penetrasi progresif ke jaringan sekitar. Kanker tidak membentuk kapsul yang jelas. Cara pertumbuhannya yang infiltratif menyebabkan perlu dilakukannya pengangkatan jaringan normal disekitar secara luas apabila suatu tumor ganas akan diangkat secara bedah (Kumar et al, 2007).

2.3.1. Dasar Molekular Kanker: Karsinogenesis

Kanker berhubungan dengan dua hal yaitu genetik dan perubahan epigenetik yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang memicu aktivasi atau inaktivasi yang tidak semestinya dari gen spesifik sehingga menyebabkan transformasi neoplastik (IARC/ International agency for Research on Cancer, 2007). Perkembangan kanker ini dikendalikan karena adanya perubahan dari struktur dan fungsi genom (IARC, 2007) .

Berdasarkan Kumar et al, 2007, pada awalnya kerusakan genetik nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan genetik ini mungkin dapat dipengaruhi oleh llingkungan seperti zat kimia, radiasi, virus atau diwariskan dalam sel germinativum. Terdapat suatu hipotesis genetik pada kanker bahwa massa tumor terjadi akibat adanya ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan genetik. Sasaran utama kerusakan genetik tersebut adalah tiga kelas gen regulatorik yang normal yaitu protoonkogen yang mendorong pertumbuhan, gen penekan kanker (tumor supresor gen) yang menghambat pertumbuhan (antionkogen), dan gen yang mengatur kematian sel yang terencana (programmed cell death), atau apoptosis. Selain gen-gen tersebut terdapat juga gen yang mengatur perbaikan DNA yang rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki DNA mempengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan mempengaruhi kemampuan organisme memperbaiki kerusakan nonletal di gen lain, termasuk protoonkogen, gen penekan tumor dan gen yang mengendalikan apoptosis. Kerusakan pada gen yang memperbaiki DNA dapat memudahkan terjadinya mutasi luas digenom dan transformasi neoplastik.


(27)

Karsinogenesis memiliki beberapa proses baik pada tingkat fenotipe maupun genotipe. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya pertumbuhan berlebihan, sifat invasif lokal dan kemampuan metastasis jauh. Sifat ini diperoleh secara bertahap yang disebut sebagai tumor progression. Pada tingkat molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetik yang pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA.

Perubahan genetik tersebut melibatkan terjadinya angiogenesis, invasi dan metastasis. Sel kanker juga akan melewatkan proses penuaan normal yang membatasi pembelahan sel. Tiap gen kanker memiliki fungsi spesifik, yang disregulasinya ikut berperan dalam asal muasal atau perkembangan keganasan.

Gen yang terkait dengan kanker perlu dipertimbangkan dalam konteks enam perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang menentukan fenotipe ganas, diantaranya:

a. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan.

Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker adalah onkogen. Gen ini berasal dari mutasi protoonkogen dan ditandai dengan kemampuan mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal pendorong pertumbuhan yang normal. Produk gen ini disebut onkoprotein. Pada keadaan fisiologik, proliferasi sel awalnya terjadi karena terikatnya suatu faktor pertumbuhan ke reseptor spesifiknya di membran sel. Aktivasi reseptor pertumbuhan secara transien dan terbatas, yang kemudian mengaktifkan beberapa protein transduksi sinyal di lembar dalam plasma. Transmisi sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel melalui perantara kedua. Induks i dan aktivasi faktor regulatorik inti sel yang memicu transkrip DNA. Selanjutnya sel masuk kedalam dan mengikuti siklus sel yang akkhirnya menyebabkan sel membelah. Dengan latar belakang ini, kita dapat mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan sel kanker untuk memperoleh self-sufficiency dalam sinyal pertumbuhan (Kumar et al, 2007).


(28)

b. Insensitivitas Terhadap Sinyal yang Menghambat Pertumbuhan.

Salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi adalah gen penekan tumor TP53 (dahulu p53). TP53 ini dapat menimbulkan efek antiproliferatif, tetapi yang tidak kalah penting gen ini juga dapat mengendalikan apoptosis. Secara mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stres, mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa penghentian siklus sel maupun apoptosis.

Berbagai stres yang dapat memicu jalur respon TP53, termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai (misalnya MYC) dan kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respon kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalam mempertahankan integritas genom.

Apabila terjadi kerusakan TP53 secara homozigot, maka kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi disel yang membelah sehingga sel akan masuk jalan satu-satunya menuju transformasi keganasan (Kumar et al, 2007).

c. Menghindar dari Apoptosis

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu sel dipengaruhi oleh gen yang mendorong dan menghambat apoptosis. Rangkaian kejadian yang menyebabkan apoptosis yaitu melalui reseptor kematian CD95 dan kerusakan DNA. Saat berikatan dengan ligannya, CD95L, CD95 mengalami trimerisasi, dan domain kematian sitoplasmanya menarik protein adaptor intrasel FADD. Protein ini merekrut prokaspase (prokaspase) 8 untuk membentuk kompleks sinya penginduksi kematian. Kaspase 8 mengaktifkan kaspase di hilir sepersi kaspase 3, suatu kaspase eksekutor tipikan yang memecah DNA dan substrat lain yang menyebabkan kematian. Jalur lain dipicu oleh kerusakan DNA akibat paparan radiasi, bahan kimia dan stres . Mitokondria berperan penting dijalur ini dengan membebaskan sitokrom c. Pembebasan sitokrom c ini diperkirakan merupakan kejadian kunci dalam apoptosis, dan hal ini dikendalikan oleh gen famili BCL2. Dengan kata lain bahwa peran BCL2 dapat melindungi sel tumor dari apoptosis (Kumar et al, 2007).


(29)

d. Kemampuan Replikasi Tanpa Batas

Secara normal, sel manusia memiliki kapasitas replikasi 60 sampai 70 kali dan setelah itu sel akan kehilangan kemampuan membelah diri dan masuk masa nonreplikatif. Hal ini terjadi karena pemendekan progresif telomer di ujung kromosom. Namun pada sel tumor akan menciptakan cara untuk menghindar dari proses penuaan yaitu dengan mengaktifkan enzim telomerase sehingga telomer tetap panjang. Hal inilah yang menyebabkan replikasi sel tanpa batas (Kumar et al, 2007).

e. Terjadinya Angiogenesis Berkelanjutan

Angiogenesis merupakan aspek biologik yang sangat penting pada keganasan. Angiogenesis tidak hanya untuk kelangsungan pertumbuhan tumor, tetapi juga untuk bermetastasis.

Faktor angiogenetik terkait tumor (tumor associated angiogenic factor) mungkin dihasilkan oleh sel tumor atau mungkin berasal dari sel radang (misal, makrofag). Terdapat dua faktor angiogenik terkait tumor yang palling penting yaitu vascular endothelial growth factor (VEGF, faktor pertumbuhan endotel vaskular) dan basic fibroblast growth factor. Paradigma menyatakan bahwa pertumbuhan tumor dikendalikan oleh keseimbangan antara faktor angiogenik dengan faktor yang menghambat angiogenesis (antiangiogenesis). Faktor antiangiogenesis tersebut diantaranya trombospondin-1 yang diinduksi oleh adanya gen TP53 wild-type, angiostatin, endostatin dan vaskulostatin. Mutasi gen TP53 wild-type ini menyebabkan penurunan kadar trombospondin-1 sehingga keseimbangan condong ke faktor angiogenik (Kumar et al, 2007).

g. Kemampuan Melakukan Invasi dan Metastasis.

Pada awalnya invasi terjadi karena peregangan dari sel tumor. Peregangan ini dapat terjadi oleh karena mutasi inaktivasi gen E-kaderin. Secara fisiologis gen E-kaderin bekerja sebagai lem antarsel agarsel tetap menyatu. Proses selanjutnya adalah degradasi lokal membran basal dan jaringan interstitium. Invasi ini mendorong sel tumor berjalan menembus membran basal yang telah rusak dan matriks yang telah lisis (Kumar et al, 2007).


(30)

2.4. Gejala Klinis Tumor Ganas Laring

Tanda dan gejala klinis yang dialami penderita tumor ganas laring diantaranya suara serak, disfagia, hemoptisis, adanya massa di leher, nyeri tenggorok, nyeri telinga, gangguan saluran nafas dan aspirasi (Concus et al, 2008). Gejala klinis kanker laring ini bermacam-macam sesuai dengan sruktur laring yang terkena (Johnson, 2012).

2.4.1. Suara Serak

Sebagian besar penderita kanker laring datang ke rumah sakit atau dokter spesialis THT dengan mengeluhkan suara serak atau perubahan suara (Lee, 2003). Serak disebabkan oleh gangguan fungsi fonasi laring.

Pada tumor ganas laring, pita suara tidak berfungsi dengan baik disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glottik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi, ligamen krikotiroid dan kadang menyerang saraf. Serak menyebabkan kualitas suara mennjadi kasar, menganggu, sumbang dan nadanya rendah dari biasa ( Hermani dan Abdurrachman, 2007).

Timbulnya suara serak tergantung dari letak tumor pada laring. Apabila tumor timbul pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Tumor yang tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas bawah plika ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Namun tumor yang tumbuh pada daerah supraglottis dan subglottis, serak akan timbul kemudian atau bahkan tidak timbul (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

2.4.2. Obstruksi Saluran Nafas

Obstruksi saluran nafas oleh karena massa tumor dapat menyebabkan dispnea dan stridor. Keluhan ini dapat timbul pada setiap lokasi laring yang terlibat, baik tumor supraglottis, glottis dan subglottis (Lee, 2003 dan Hermani & Abdurrachman, 2007).


(31)

2.4.3. Disfagia dan Odinofagia

Disfagia dan odinofagia sering terjadi pada karsinoma supraglottis atau tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring (Lee, 2003 dan Hermani & Abdurrachman, 2007).

2.4.4. Batuk dan Hemoptisis

Batuk jarang ditemukan pada pada tumor ganas glottis, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir kedalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glottis dan supraglottis (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

2.4.5. Nyeri Tenggorok

Keluhan nyeri tenggorokan yang persisten berhubungan dengan lokasi tumor pada daerah faring misalnya pada sinus piriform, ariepiglottis dan bagian dasar lidah. Keluhan ini juga dihubungkan dengan lesi epiglottis (Concus, 2008). Nyeri tenggorok ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

2.4.6. Benjolan dileher

Benjolan di leher tumor ganas laring berhubungan dengan pembesaran kelenjar getah bening leher. Hal ini menunjukkan adanya metastasis tumor pada stadium lanjut (Hermani dan abdurrachman, 2007; dan Lee, 2003).

2.4.7. Gejala Lain

Gejala lain dapat berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, hemoptisis, dan penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar laring atau metastasis jauh ( Hermani dan abdurrachman, 2007).


(32)

2.4. Lokasi Terjadinya Kanker Laring.

Sobin (1997) dalam Lee (2003), laring dibagi menjadi 3 bagian yaitu supraglottis, glottis dan subglottis. Masing-masing bagian laring memiliki subbagian yang telah ditentukan oleh UICC (Union International Centre le Cancer). Subbagian tersebut adalah sebagai berikut:

2.5.1. Supraglottis

a. Suprahyoid epiglottis (tip, lingual anterior, laryngeal surface) b. Aryepiglottis fold, laryngeal aspect

c. Arytenoid

d. Infrahyoid epiglottis

e. Ventricular bands (false cords)

Tumor supraglottis ini terbatas mulai dari tepi atas epiglottis sampai batas atas glottis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

2.5.2. Glottis

a. Vocal cords

b. Anterior commisure c. Posterior commisure

Tumor glottis mengenai pita suara asli. Batas inferior glottis adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otat intrinsik pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh sebab itu, tumor glottis dapat mengenai satu atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglottis sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atai prosesus vokalis kartilagi aritenoid (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

2.5.3. Subglottis

Tumor subglottis tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli sampai batas inferior krikoid. Tumor yang menyeberangi ventrikel dan mengenai pita suara asli dan pita suara palsu ataupun meluas ke subglottis lebih dari 10 mm merupakan tumor ganas transglottis (Hermani dan Abdurrachman, 2007).


(33)

2.6. Diagnosis Tumor Ganas Laring 2.6.1. Anamnesis

Anamnesis mengenai perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya tumor ganas laring seperti merokok, konsumsi alkohol serta faktor lain seperti usia, jenis kelamin dan riwayat pekerjaan (Lee, 2003 dalam Sofyan, 2011).

2.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan. Pemeriksaan ini meliputi penilaian saluran nafas jika pasien mengeluhkan sesak nafas, melihat kondisi pasien apakah tampak sakit berat, serta menilai status nutrisi yang terlihat dari penurunan berat badan.

Selain itu juga untuk menilai status fisik untuk tindakan biopsi, pembedahan, radioterapi dan kemoterapi (Concus et al, 2008; Lee, 2003 dan Sofyan, 2011).

Pada saat kanker laring telah dicurigai maka pemeriksaan kepala dan leher lengkap juga harus dilakukan, khususnya pada laring dan leher. Kualiatas suara juga perlu diperhatikan. Suara nafas bisa menunjukkan adanya paralisis pita suara dan suara yang meredam adanya lesi di supraglottis (Concus et al, 2008).

a. Pemeriksaan Laring

Pemeriksaan laring dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan menggunakan indirect laryngoscopy (kaca laring) atau secara langsung dengan direct laryngoscopy (Ballenger, 1977 dan Hermani & abdurrachman, 2007). Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat batas yang irregular, warna, karakteristik dan mobilitas pita suara. Lesi pada kanker laring akan tampak seperi kembang kol, lunak, ulseratif atau terdapat perubahan warna mukosa (Concus et al, 2008).


(34)

Dalam Sofyan (2011), dengan pemeriksaan laringoskopi langsung kita dapat membedakan massa tumor laring berdasarkan gambarannya yaitu sebagai berikut: i) Tumor supraglottis akan tampak tepi tumor yang meninggi dan banyak bagian

sentral yang ulseratif atau kemerahan dan sering kali meluas.

ii) Tumor glottis akan tampak lebih proliferatif daripada ulseratif. Gambaran khas lesi menyerupai kembang kol dan berwarna keputihan.

iii) Tumor subglottis akan tampak lebih difus dan memiliki ulkus yang superfisial dengan tepi yang lebih tinggi.

b. Pemeriksan Leher

Pemeriksaan leher dilakukan dengan palpasi, hal ini untuk menentukan apakah terdapat pembesaran kelenjar limfa dan metastasis tumor ke ekstra laring (Concus et al, 2008 dan Probst et al, 2006). Palpasi dilakukan dengan sistematis dimulai dari submental berlanjut kearah angulus mandibula, sepanjang muskulus sternokleimastoid, klavikula dan diteruskan sepanjang saraf assesorius. Pada saat pemeriksaan perlu diperhatikan mengenai lokasi, ukuran, batas, dan mobilitas tumor.

2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang a. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan biopsi pada lesi laring dengan laringoskop langsung. Hal ini perlu dilakukan untuk menilai keganasan (Concus et al, 2008 dan Ballenger, 1977) dan membedakannya dengan lesi jinak atau lesi lain misalnya oleh karena infeksi bakteri, virus dan jamur (Sofyan, 2011 dan Adams, 2005). Selain itu pemeriksaan biopsi ini juga dapat mengidentifikasi tipe tumor dan diferensiasinya (Sofyan, 2011). Biopsi dilakukan diruang operasi dan pasien diberikan anestesi umum serta diberi neuromuskular paralisis sebelum dilakukan operasi.


(35)

b. Pencitraan Toraks

Metastasis kanker laring pada awalnya adalah pada nodus servikal regional setelah itu akan bermetastasis ke paru. Oleh karena itu, pasien dengan kanker kepala dan leher harus dilakukan foto toraks rutin sekali atau dua kali dalam setahun untuk evaluasi dan skrining metastasis tumor. Jika terdapat abnormalitas yang signifikan maka computed tomography (CT) scan dada harus dilakukan untuk konfirmasi lesi. Bronkoskopi dengan evaluasi apusan bronkial atau biopsi transbronkial harus dilakukan jika dicurigai adanya lesi (Concus et al, 2008 dan Adams, 2005).

2.6.4. Studi Pencitraan

Pencitraan radiologis secara umum dilakukan pada kanker laring stadium lanjut untuk menentukan stadium dan rencana terapi. CT scan atau MRI bermanfaat dalam mengidentifikasi invasi preepiglottis dan paraglottis, erosi pada kartilago laring dan metastasis servikal. Kedua modalitas pencitraan ini sangat berguna untuk menilai karakteristik kelainan oleh kanker laring. MRI lebih sensitif untuk menilai abnormalitas jaringan lunak sedangkan CT scan lebih baik untuk menilai defek tulang ataupun kartilago (Concus et al, 2008).

Pencitraan lain yang digunakan untuk menegakkan diagnosis kanker laring adalah positron emmision tomography (PET) scan. Pencitraan ini digunakan untuk mengidentifikasi metastasis yang tersembunyi, membedakan keganasan yang rekuren dari radionekrosis atau sekuele pengobatan yang telah direncanakan. Selain itu, PET scan juga digunakan untuk mengidentifikasi lokasi kanker primer yang tidak diketahui. Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa PET scan mampu mendeteksi kanker laring superfisial yang pada pencitraan CT scan tidak dapat terdeteksi (Concus et al, 2008).


(36)

2.7. Gambaran Histopatologi Penderita Tumor Ganas Laring 2.7.1. Karsinoma Sel Skuamosa

Lebih dari 90% penderita tumor ganas laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa dan berhubungan dengan penggunaan rokok dan konsumsi alkohol berlebihan. Secara histologi karsinogenesis menunjukkan perubahan dari fenotipe normal menjadi hiperplasia, displasia, karsinoma in-situ, karsinoma invasif. Karsinoma sel skuamosa invasif dapat berdifferensiasi dengan baik, sedang dan buruk. Varian karsinoma sel skuamosa terdiri dari verrucous carcinoma, spindle carcinoma, basaloid squamous cell carcinoma dan adenosquamous carcinoma (Concus et al, 2008). verrucous carcinoma memiliki insidensi 1-2 % dari seeluruh kasus keganasan pada laring (Lee, 2003).

2.7.2. Salivary Gland Cancers

Keganasan ini dapat muncul dari kelenjar saliva minor pada mukosa laring. Karsinoma kistik adenoid dan karsinoma mukoepidermoid paling sering terjadi. Laki-laki dan perempuan memiliki rasio yang sama untuk terjadinya karsinoma kistik adenoid laring. Pembedahan dapat dipilih sebagai terapi untuk dua jenis karsinoma ini, serta terapi adjuvan radiasi seperti pada keganasan kelenjar saliva mayor (Concus et al, 2008).

2.7.3. Sarkoma

Keganasan yang berasal dari pertumbuhan sel mesenkim ini sangat jarang terlihat. Sarkoma yang paling sering terjadi adalah kondrosarkoma. Kondrosarkoma laring ini muncul paling sering dari kartilago krikoid dan massa submukosa glottis posterior. Diagnosis keduanya sangat sulit.

Kondrosarkoma memiliki sifat yang non-agresif sehingga terapinya dapat dilakukan pembedahan parsial laring. Radiasi secara umum tidak efektif untuk kondrosarkoma (Concus et al, 2008).


(37)

2.7.4. Neoplasma lain

Tumor lain yang dapat terjadi pada laring diantaranya adalah tumor neuroendokrin seperti tumor karsinoid, limfoma dan metastasis dari tumor primer lain. Tumor ganas tiroid dapat menginvasi laring dengan atau tanpa paralisis pita suara (Concus et al, 2008).

2.8. Stadium Tumor Ganas Laring

Berdasarkan UICC (Union International Centre le Cancer) atau AJCC (American Joint Committe on Cancer) 1995, dalam Lee (2003) dan Probst et al (2006) klasifikasi tumor ganas laring adalah sebagai berikut:

Tumor Primer (T) Supraglottis:

Tis : Karsinoma insitu

T1 : Tumor terbatas pada satu sisi supraglottis dengan gerakan (mobilitas) pita suara masih normal.

T2 : Tumor menginvasi mukosa lebih dari satu sisi supraglottis tanpa ada fiksasi dari laring.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara dan/ atau telah menginvasi area postcricotiroid, jaringan pre-epiglottis dan bagian dasar lidah.

T4 : Tumor telah menginva si tulang rawan tiroid dan/ atau meluas kedalam jaringan lunak leher, tiroid dan/ atau esofagus.


(38)

Glottis

Tis : Karsinoma insitu

T1 : Tumor terbatas pada pita suara (bisa melibatkan komisura anterior ataupun posterior), mobilitas pita suara normal.

T1a : Tumor terbatas pada satu pita suara. T1b : Tumor melibatkan kedua pita suara.

T2 : Tumor meluas sampai ke supraglottis dan/ atau subglottis dan/ atau dengan gangguan mobilitas pita suara.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara.

T4 : Tumor menginvasi tulang rawan tiroid dan/ atau meluas ke jaringan lain selain laring: trakea, jaringan lunak leher, tiroid, faring.

Subglottis

Tis : Karsinoma insitu

T1 : Tumor terbatas pada subglotis.

T2 : Tumor meluas ke pita suara dengan mobilitas normal atau terdapat gangguan.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara.

T4 : Tumor menginvasi krikoid atau tulang rawan tiroid dan/ atau meluas ke jaringan lain selain laring: trakea, jaringan lunak leher, tiroid, esofagus.


(39)

Penjalaran ke Kelenjar Limfa (N)

Nx : Kelenjar limfa regional tidak teraba.

N0 : Tidak ada metastasis regional/ secara klinis tidak teraba.

N1 : Metastasis pada satu kelenjar limfa ipsilateral dengan ukuran diameter 3 cm atau kurang.

N2a : Metastasis pada satu kelenjar limfa ipsilateral dengan ukuran diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.

N2b : Metastasis pada multipel kelenjar limfa ipsilateral dengan diameter tidak lebih dari 6 cm.

N2c : Metastasis bilateral atau kontralateral kelenjar limfe dengan ukuran diameter tidak lebih dari 6 cm.

N3 : Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.

Metastasis Jauh (M)

Mx : Metastasis jauh tidak dapat dinilai. M0 : Tidak ada metastasis.

M1 : Terdapat metastasis jauh.

Stadium

Stadium 0 : Tis N0 M0

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T1, T2 N1 M0

T3 N0, N1 M0

Stadium IVA : T4 N0, N1 M0

T mana saja N2 M0

Stadium IVB : T mana saja N3 M0 Stadium IVC : T mana saja N mana saja M1


(40)

2.9. Pengobatan Tumor Ganas Laring

Manajemen pasien kanker laring perlu mempertimbangkan usia pasien, kondisi umum, keputusan pribadi pasien, fasilitas institusi yang melakukan terapi, lokasi dan stadium tumor. Sehingga keputusan manajemen kanker laring melibatkan penilaian multidisiplin (Lee, 2003 dan Concus et al, 2008).

Pengobatan tumor ganas laring dapat berupa operasi, terapi radiasi atau keduanya (Dolowitz, 1964), dapat juga dengan kemoterapi atau obat-obat sitostatistika (Hermani dan abdurrachman, 2007).

Sebagai patokan dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dilakukan operasi sedangkan stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan dapat dikirim untuk mendapatkan radiasi (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

Pengobatan dengan operasi tergantung pada lokasi lesi primer dan stadium kanker. a. Pengobatan Kanker Laring Stadium Awal

Kanker laring stadium awal (stadium I dan II) dapat diterapi dengan pembedahan atau radiasi sebagai terapi single modaliti. Pada stadium ini kanker masih memberikan respon baik terhadap radiasi, reseksi laser transoral atau operasi laring parsial. Angka kesembuhan primer diperkirakan sekitar 80-85% dan jika ditambahkan pengobatan lini kedua angka kesembuhan >90% (Concus et al, 2008 dan Lee, 2003).

Terapi radiasi diberikan pada penderita kanker laring glottis dan supraglottis stadium awal. Terapi ini dilakukan lebih dari 5 sampai 8 minggu. Dengan terapi radiasi tentu saja akan menurunkan angka kesakitan akibat operasi dan kualitas suara yang lebih baik setelah terapi meskipun suara tidak akan kembali seutuhnya seperti semula. Terapi radiasi ini dapat menyebabkan terjadinya kondronekrosis, edem laring dan kadang- kadang akan menginduksi tumor yang baru (Lee, 2003).


(41)

Reseksi laser transoral menggunakan cairan mikrolaringoskop dimana tumor direseksi dari dari laring dibawah kontrol frozen section (Lee, 2003). Operasi laring parsial merupakan modalitas primer untuk kanker laring stadium awal untuk beberapa tahun dengan hasil yang memuaskan, namun operasi ini memiliki angka kegagalan yang masih tinggi tergantung dari kondisi pasien dan keahlian dokter yang menangani (Lee, 2003).

b. Pengobatan kanker laring stadium lanjut.

Kanker laring stadium lanjut ( stadium III dan IV) dapat diterapi dengan dual-modality yaitu terapi pembedahan dan radiasi.

2.9.1. Terapi Bedah Tumor Ganas Laring a. Bedah Mikrolaring

Pembuangan jaringan kanker melalui endoskopi kanker laring dapat dipilih dengan aman dan efektif dengan penggunaan mikroskop bedah dan instrumen pembedahan mikrolaringeal.

Laser karbondioksida digunakan dengan laringoskop langsung dan mikroskop sebagai petunjuk sekaligus digunakan sebagai alat pembedahan. Pada umumnya pembedahan ini dilakukan untuk lesi supraglottis (Concus et al, 2008). b. Hemilaringektomi

Pembedahan ini dapat dilakukan jika (1) tumor subglottis tidak lebih dari 1 cm dibawah pita suara asli, (2) pita suara yang terlibat masih mobil, (3) Keterlibatan unilateral atau keterlibatan komisura anterior dan kontralateral anterior pita suara asli dapat diterapi dengan hemilaringektomi vertikal secara luas, (4) tumor belum menginvasi kartilago, dan (5) tidak ada keterlibatan jaringan lunak ekstralaring (Concus et al, 2008).


(42)

c. Laringektomi Supraglottis

Pembedahan ini dilakukan untuk membuang jaringan tumor di daerah supraglottis atau bagian atas laring. Pembedahan ini dapat dipertimbangkan jika (1) tumor dengan stadium T1, T2, atau T3 dengan hanya melibatkan preepiglottis, (2) pita suara masi mobil, (3) kartilago tidak terlibat, (4) komisura anterior tidak terlibat, (5) pasiem memiliki status pulmonologi yang baik, (6) bagian dasar lidah tidak terlibat, (7) sinus piriform pre-apex tidak terlibat, dan (8) FEV 1 diprediksikan lebih dari 50% (Concus et al, 2008).

d. Suprakrikoid Laringektomi

Pembedahan ini masih terbilang baru dan merupakan pengembangan dari prosedur pembedahan laringektomi supraglottis. Terapi ini dilakukan jika tumor di lokasi glottis anterior, komisura, atau keterlibatan ruang pre-epiglottis yang lebih luas (Concus et al, 2008).

e. Near-Total Laryngectomy

Terapi pembedahan ini merupakan laringektomi parsial yang lebih luas dimana hanya satu aritenoid yang diselamatkan dan kanal transesofageal dikonstruksi untuk fungsi bicara.

Pembedahan ini di indikasikan untuk pasien dengan lesi T3 dan T4 tanpa keterlibatan satu aritenoid, atau dengan tumor tranglottis unilateral dengan fiksasi pita suara (Concus et al, 2008).

f. Laringektomi Total

Pembedahan ini di lakukan untuk membuang seluruh jaringan laring yang terkena, terdiri atas tiroid dan kartilago tiroid, mungkin juga beberapa cincin trakea bagian atas dan tulang hyoid. Indikasi laringektomi total adalah (1) lesi T3 dan T4 tidak dapat dilakuka parsial laringektomi atau terapi penyelatan organ dengan kemoterapi, (2) keterlibatan tiroid dan kartilago tiroid secara luas, (3) terdapat invasi langsung pada jaringan lunak dileher, dan (4) keterlibatan bagian dasar lidah sampai papila sirkumvalata (Concus et al, 2008).


(43)

2.9.2. Terapi Non-Bedah Tumor Ganas Laring a. Terapi Fotodinamik

Terapi ini menggunakan photosensitizing agent yang diberikan secara intravena. Kemudian sinar laser digunakan untuk mengaktifkan photosensitizing agent dan menginduksi destruksi jaringan tumor. Terapi ini efektif untuk pengobatan tumor ganas laring stadium awal. Efek samping terapi fotodinamik ini adalah pasien menjadi sangat sensitif terhdap cahaya, hal ini akan menetap hingga beberapa minggu setelah pemberian photosensitizing agent. Oleh sebab itu, pasien harus memakai baju pelindung untuk menghindari sinar matahari selama terapi (Concus et al, 2008).

b. Terapi Radiasi

Radiasi diberikan sebagai terapi primer untuk kanker laring atau terapi tambahan setelah pembedahan. Terapi ini sering dilakukan dengan tekhnik penyinaran eksternal dengan dosis 6000-7000 cGy yang diberikan pada lokasi primer tumor. Terapi radiasi pos-operatif dilakukan pada kanker dengan stadium lanjut, penyebaran tumor ke ekstrkapsular dalam nodus limfa, penyebaran ke perineural atau angiolimfatik, keterlibatan nodus secara multipel ditingkan leher (terutama level IV dan V, atau mediastinuum). Efek samping terapi radiasi dalam jangka pendek akan berakhir sampai 6 minggu setelah terapi.

Efek samping tersebut diantaranya adalah terjadinya mukositis, odinofagia, disfagia, eritema, dan edema. Efek jangka panjang diantaranya xerostomia, fibrosis dan edema. Kadang-kadang efek samping dapat berupa hipotiroidisme, kondroradionekrosis dan osteoradionekrosis (Concus et al, 2008).


(44)

c. Kemoterapi

Cisplatin dan 5-fluorouracil merupakan dua agen yang paling efektif untuk pengobatan kanker laring. Kemoterapi dapat digunakan sebagai neoadjuvan secara simultan dengan radiasi dan juga sebagai adjuvan. Penelitian dengan neoadjuvan dan kemoterapi intra arterial secara simultan menunjukkan respon lokal tumor yang bagus pada kasus tertentu, namun juga dapat menyebabkan lokal toksisitas. Kemoterapi juga dapat digunakan sebagai terapi paliatif pada tumor ganas laring stadium lanjut. Kemoterapi ini bukanlah terapi lini pertama atau terapi standar untuk kanker laring stadium awal ( stadium I dan II) (Concus et al, 2008).

3.0. Komplikasi Tumor Ganas Laring

Komplikasi kanker laring menggambarkan modalitas terapi yang digunakan. Adapun komplikasi tersebut diantaranya (Concus et al, 2008):

a. Gangguan vokal b. Gangguan menelan

c. Kehilangan penciuman dan perasa d. Timbulnya fistula

e. Gangguan saluran nafas f. Kerusakan saraf cranial g. Kerusakan vaskular h. Fibrosis jaringan i. Hipotiriodisme

j. Komplikasi lain seperti hematom dan infeksi.

3.1 Pencegahan Tumor Ganas Laring

Tahun 1991, peserta International Works on Perspectives on Secondary Prevention of Laryngeal Cancer menyebutkan bahwa berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol serta menghindari bahan-bahan karsinogenik dapat menurunkan terjadinya kanker laring (Adams, 2005).


(45)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

a. Jenis kelamin b. Usia

c. Pekerjaan yang

berhubungan dengan paparan

substansi/bahan berbahaya ditempat kerja

d. Merokok

e. Konsumsi alkohol

a. Keluhan

b. Lokasi laring yang terkena c. Gambaran histopatologi tumor d. Stadium tumor

e. Pengobatan


(46)

3.2. Defenisi Operasional

a. Karakteristik penderita tumor ganas laring adalah gambaran kondisi atau keadaan penderita tumor ganas laring yang telah ditentukan. Dalam hal ini kondisi/ keadaan tersebut diantaranya meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tumor ganas laring, gejala klinis yang dialami pasien, lokasi laring yang terkena, gambaran histopatologi serta pengobatan yang diterima pasien di RSUP HAM Medan periode Januari 2010 sampai Desember 2011.

b. Penderita tumor ganas laring adalah semua pasien yang dinyatakan menderita tumor ganas laring berdasarkan diagnosis dokter sesuai yang tercatat dalam rekam medis di RSUP HAM Medan.

c. Usia adalah jumlah tahun hidup pasien penderita tumor ganas laring sejak lahir sampai ulang tahun terakhir yang sesuai dengan rekam medis.

d. Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien penderita tumor ganas laring baik laki-laki ataupun perempuan yang sesuai dengan rekam medis.

e. Pekerjaan adalah kegiatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh pasien penderita tumor ganas sesuai dengan data rekam medis. Pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang berhubungan dengan paparan bahan berbahaya di lingkungan kerjanya.

f. Merokok adalah kebiasaan merokok sehari-hari yang dilakukan oleh penderita tumor ganas laring yang sesuai dengan rekam medis.

g. Konsumsi alkohol adalah kebiasaan minum-minuman beralkohol yang dilakukan pasien tumor ganas laring yang sesuai dengan rekam medis.

h. Gejala klinis adalah tanda-tanda atau simptom yang didapatkan dari keluhan yang diutarakan pasien tumor ganas laring sesuai dengan data rekam medis. i. Lokasi laring yang terkena adalah bagian/ struktur laring yang terkena tumor

ganas laring berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter bersangkutan dan sesuai dengan data rekam medis.

j. Jenis tumor adalah jenis tumor ganas laring berdasarkan pemeriksaan histopatologi yang dilakukan sesuai dengan data rekam medis.


(47)

k. Stadium adalah derajar tumor ganas laring berdasarkan UICC (Union International Centre le Cancer) atau AJCC (American Joint Committe on Cancer) 1995.

l. Pengobatan adalah tindakan medis yang diberikan kepada pasien tumor ganas laring oleh dokter yang bersangkutan dan sesuai dengan data rekam medis.

Cara menilai:

Dilakukan dengan melihat rekam medis pasien tumor ganas laring di Bagian THT-KL RSUP HAM Medan.

Alat Ukur:

Observasi dengan lembar isian.

Hasil Pengukuran:

Hasil disajikan dalam bentuk tabel.

a. Usia: <31, 31-40, 41-50, 51-60, 61-70, 71-80, >80. b. Jenis kelamin: laki-laki atau perempuan.

c. Pekerjaan: petani, pegawai swasta, pegawai negeri, wiraswasta, buruh, IRT, pensiun, belum bekerja.

d. Merokok: merokok atau tidak merokok.

e. Minum alkohol: Minum alkohol atau tidak minum.

f. Keluhan: Serak (ya/tidak), dispneu (ya/tidak), batuk (ya/tidak), benjolan dileher (ya/tidak) dan tanpa keterangan.

g. Lokasi: Supraglottis, glottis, subglottis dan tanpa keterangan.

h. Jenis Tumor: Karsinoma sel skuamosa, karsinoma papilari, karsinoma anaplastik, adenokarsinoma dan tanpa keterangan.

i. Stadium: Stadium I, II, III,IV, dan tanpa keterangan. j. Terapi: Bedah, radioterapi, kemoterapi dan tidak diterapi.


(48)

Skala pengukuran:

a. Usia diukur dengan menggunakan skala interval.

b. Jenis kelamin, merokok, minum alkohol, keluhan, lokasi tumor ganas laring, gambaran histopatologi, stadium berdasarkan TNM serta pengobatan diukur dengan menggunakan skala nominal.


(49)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain retrospective study.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September sampai November 2012 dengan melakukan observasi data rekam medis pada pasien yang menderita tumor ganas laring dalam kurun waktu Januari 2010 sampai Desember 2011. Penelitian ini dilakukan di Departemen THT-KL RSUP HAM Medan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan untuk kasus keganasan laring.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah semua penderita tumor ganas laring di RSUP HAM Medan dalam kurun waktu Januari 2010 sampai Desember 2011.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling, bahwa semua penderita kanker laring di RSUP HAM Medan mulai dari Januari 2010 sampai Desember 2011 dipilih sebagai sampel.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang didapat dari rekam medis penderita tumor ganas laring di RSUP HAM Medan mulai dari Januari 2010 sampai Desember 2011. Seluruh subjek dalam populasi dimasukkan sebagai sampel dalam penelitian ini dengan teknik total sampling. Dari masing-masing sampel ditabulasikan faktor-faktor risiko, gejala klinis, kanker laring berdasarkan lokasinya, stadium berdasarkan TNM serta pengobatan yang di terima pasien. Data mengenai hal tersebut merupakan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.


(50)

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis dengan bantuan SPSS for Windows. Analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi.


(51)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang penyimpanan rekam medis Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik (RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan.

5.1.2. Karakteristik Individu

Data yang diperoleh berdasarkan rekam medis yang menderita tumor ganas laring pada tahun 2010 – 2011 berjumlah 36 orang. Distribusi frekuensi penderita tumor ganas laring meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, merokok, konsumsi alkohol, keluhan, lokasi laring yang terkena, gambaran histopatologi, stadium, dan pengobatan.

Berikut ini diuraikan karakteristik individu penderita tumor ganas laring berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan pada Tabel 5.1.


(52)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 34 94,4

Perempuan 2 5,6

Total 36 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa penderita tumor ganas laring terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 34 orang (94,4%) diikuti dua orang perempuan (5,6%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Usia

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Usia

<30 4 11,1

31-40 1 2,8

41-50 6 16,7

51-60 15 41,7

61-70 7 19,4

71-80 3 8,3

>80 0 0

Total 36 100

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan bahwa penderita tumor ganas laring terbanyak pada usia 51-60 tahun berjumlah lima belas orang (41,7%) dan tidak dijumpai pada pasien yang berusia >80 tahun.


(53)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Pekerjaan

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Pekerjaan

Petani 8 22,2

Pegawai swasta 3 8,3

Pegawai negeri 2 5,6

Wiraswasta 14 38,9

Buruh 1 2,8

IRT 2 5,6

Pensiun 4 11,1

Belum bekerja 2 5,6

Total 36 100

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa penderita tumor ganas laring terbanyak adalah wiraswasta sebanyak empat belas orang (38,9%) dan yang paling sedikit adalah buruh sebanyak satu orang (2,8%).

5.2. Hasil Analisa Data

5.2.1. Distribusi Frekuensi Riwayat Faktor Risiko.

Data distribusi frekuensi secara keseluruhan mengenai riwayat merokok dan konsumsi alkohol sebagai faktor risiko terjadinya tumor ganas laring dapat dilihat pada tabel 5.4 dan 5.5.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Riwayat Merokok Penderita Tumor Ganas Laring secara Keseluruhan

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Merokok 21 58,3

Tidak Merokok 15 41,7

Total 36 100

Berdasarkan tabel 5.4 pasien dengan riwayat merokok berjumlah 21 orang (58,3%) sedangkan tidak merokok berjumlah lima belas orang (41,7%).


(54)

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Riwayat Konsumsi Alkohol Penderita Tumor Ganas Laring secara Keseluruhan

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Konsumsi alkohol 6 16,7

Tidak konsumsi alkohol 30 83,3

Total 36 100

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa paling banyak pasien tidak memiliki riwayat mengko nsumsi alkohol yaitu tiga puluh orang (83,3%), sedangkan hanya enam orang (16,7%) yang memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol.

Data distribusi frekuensi mengenai faktor risiko pada masing-masing penderita tumor ganas laring secara terperinci dapat dilihat pada tabel 5.6 dibawah ini:

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas Laring dengan Satu atau Lebih Faktor Risiko.

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Merokok 17 47,2

Konsumsi alcohol 2 5,6

Tidak merokok dan konsumsi alcohol 13 36,1

Merokok dan konsumsi alcohol 4 11,1

Total 36 100

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa frekuensi penderita tumor ganas laring terbanyak memiliki riwayat hanya merokok yaitu 17 orang (47,2%) dan paling sedikit pada penderita yang hanya mengkonsumsi alkohol dengan jumlah 2 orang (5,6%).


(55)

5.2.2. Tabulasi Silang Frekuensi Jenis Kelamin dan Faktor Risiko

Tabulasi silang frekuensi jenis kelamin dan faktor risiko dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.7. Tabulasi Silang Frekuensi Jenis Kelamin dan Faktor Risiko Variabel

Merokok Alkohol Tidak merokok dan konsumsi alkohol

Merokok dan konsumsi

alcohol Frekuensi (Persen)

Laki-laki 17 (47,2) 2 (5,6) 11 (30,6) 4 (11,1)

Wanita 0 (0,0 ) 0 (0,0) 2 (5,6) 0 (0,0)

Total 17 (47,2) 2 (5,6) 13 (36,2) 4 (11,1) Tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien laki-laki memiliki riwayat merokok sebanyak 17 orang (47,2%) dan faktor risiko yang paling sedikit adalah peminum alkohol sebanyak dua orang (5,6%). Sedangkan pasien wanita kanker laring tidak dijumpai satu atau lebih faktor risiko.

5.2.3. Distribusi Frekuensi Keluhan

Data mengenai gejala klinis yang dialami penderita tumor ganas laring dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Keluhan yang Dialami Penderita Tumor Ganas Laring Secara Keseluruhan

Variabel Ya Tidak Total

Frekuensi Persen Frekuensi Persen Frekuensi (Persen)

Serak 33 91,7 3 8,3 36 (100)

Dispnea 29 80,6 7 19,4 36 (100)

Batuk 21 80,6 15 41,7 36 (100)

Massa dileher

12 33,3 24 66,7 36 (100)

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 36 orang penderita tumor ganas laring paling banyak memiliki keluhan suara serak yaitu 33 orang (91,7%). Sedangkan keluhan yang paling sedikit dialami pasien adalah massa dileher yaitu sebanyak 12 orang (33,3%).


(56)

Data distribusi frekuensi mengenai satu atau lebih keluhan yang dialami masing-masing pasien secara terperinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas Laring dengan Satu atau Lebih Keluhan

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Satu Gejala klinis

Serak 1 2,8

Dispnea 1 2,8

Dua Gejala Klinis

Serak dan dispnea 7 19,4

Serak dan batuk 2 5,6

Serak dan massa 1 2,8

Dispnea dan batuk 2 5,6

Dispnea dan massa 0 0

Batuk dan massa 0 0

Tiga Gejala Klinis

Serak, dispnea, dan batuk 11 30,6

Serak, dispnea, dan massa 6 16,7

Serak, batuk, dan massa 2 5,6

Dispnea, batuk dan massa 0 0

Empat Gejala Klinis Serak, sesak, batuk, dan massa

3 8,3

Total 36 100

Dari tabel 5.9 dapat diketahui bahwa dari 36 penderita tumor ganas laring terbanyak memiliki tiga keluhan yaitu serak, dispnea dan batuk sebanyak 11 orang (30,6%). Sedangkan keluhan yang paling sedikit dialami pasien yaitu suara serak, dispnea, serta serak dan massa yang masing-masing sebanyak satu orang (2,8%).


(57)

5.2.4. Distribusi Frekuensi Lokasi Terjadinya Tumor Ganas Laring.

Data mengenai distribusi frekuensi lokasi terjadinya tumor ganas laring dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Lokasi Terjadinya Tumor Ganas Laring

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Supraglottis 10 27,8

Glottis 20 55,6

Subglottis 4 11,1

Tanpa keterangan 2 5,6

Total 36 100

Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa dari 36 orang pasien tumor ganas laring, lokasi tumor terbanyak adalah glottis sebanyak 20 orang (55,6%). Sedangkan lokasi tumor yang paling sedikit adalah subglottis sebanyak 4 orang (11,1%).

5.2.5. Distribusi Frekuensi Gambaran Histopatologi Tumor Ganas Laring. Data mengenai distribusi frekuensi gambaran histopatologi penderita tumor ganas laring dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Gambaran Histopatologi Tumor Ganas Laring

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Karsinoma sel skuamosa 25 69,4

Karsinoma anaplastik 0 0,0

Adenokarsinoma 1 2,8

Carcinoma papillary 1 2,8

Tanpa keterangan 9 25,0

Total 36 100

Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa dari 36 pasien tumor ganas laring, gambaran histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa yaitu 25 orang (69,4%) diikuti satu orang (2,8%) dengan gambaran histopatologi adenokarsinoma, satu orang (2,8%) dengan gambaran histopatologi Carcinoma papilary. Tidak dijumpai gambaran histopatologi karsinoma anaplastik.


(58)

5.2.6. Distribusi Frekuensi Stadium Kanker pada Tumor Ganas Laring. Data mengenai distribusi frekuensi stadium tumor ganas laring pada penderita tumor ganas laring dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Stadium Tumor Ganas Laring

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

I 12 33,3

II 6 16,7

III 11 30,6

IV 5 13,9

Tanpa keterangan 2 5,6

Total 36 100

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa penderita tumor ganas laring terbanyak pada stadium I sebanyak 12 orang (33,3%), sedangkan yang paling sedikit pada stadium stadium IV yaitu 5 orang (13,9%).

5.2.7. Distribusi Frekuensi Pengobatan yang Diterima Penderita Tumor Ganas Laring.

Data mengenai frekuensi penderita tumor ganas laring yang menerima pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Pengobatan yang Diterima Penderita Tumor Ganas Laring Secara Keseluruhan.

Variabel Ya Tidak Total

Frekuensi Persen Frekuensi Persen

Operasi 30 83,3 6 16,7 36

Kemoterapi 18 50,0 18 50,0 36

Radiasi 12 33,3 24 66,7 36

Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan dari 36 orang penderita tumor ganas laring sebagian besar melakukan operasi sebanyak 30 orang (83,3%) dan hanya 12 orang (33,3%) yang melakukan terapi radiasi.


(59)

Data mengenai distribusi frekuensi mengenai satu atau lebih tindakan pengobatan pada masing-masing pasien secara terperinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Penderita Tumor Ganas Laring dengan Satu atau Lebih pengobatan

Variabel Frekuensi (n) Persen (%)

Satu Tindakan Pengobatan

Operasi 13 36,1

Kemoterapi 1 2,8

Radiasi 3 8,3

Dua Tindakan Pengobatan

Operasi dan kemoterapi 9 25,0

Operasi dan radiasi 2 5,6

Kemoterapi dan radiasi 1 2,8

Tiga Tindakan Pengobatan

Operasi, kemoterapi, radiasi 6 16,7

Tidak Menerima Pengobatan

1 2,8

Total 36 100

Pada tabel 5.14 diketahui bahwa dari 36 pasien tumor ganas laring, tindakan yang paling banyak adalah dengan satu tindakan pengobatan yaitu operasi sebanyak 13 orang (36,1%). Sedangkan pasien yang tidak menerima pengobatan sebanyak satu orang (2,8%).

Tabel 5.15. Tabulasi Silang Frekuensi Stadium dan Satu Tindakan Pengobatan

Stadium Operasi Kemoterapi Radiasi Total

Frekuensi (%)

I 6 (16,7) 0 (0,0) 3 (8,3) 9

II 5 (13,9) 0 (0,0) 0 (0,0) 5

III 1 (2,8) 0 (0,0) 0 (0,0) 1

IV 0 (0,0) 1 (2,8) 0 (0,0) 1

Tanpa Keterangan

1 (2,8) 0 (0,0) 0 (0,0) 1


(60)

Berdasarkan tabel 5.15 dapat diketahui tindakan operasi banyak dilakukan pada pasien dengan stadium I sebanyak enam orang (16,7%), tindakan kemoterapi hanya dilakukan pada stadium IV (2,8%), sedangkan tiga orang pasien (8,3%) pada stadium I melakukan terapi radiasi.

Tabel 5.16. Tabulasi Silang Frekuensi Stadium dan Dua Tindakan Pengobatan/ lebih

Stadium

Operasi & Kemoterapi

Operasi & Radiasi

Kemoterapi dan Radiasi

Operasi, Kemoterapi dan Radiasi

Total

Frekuensi (%)

1 0 (0,0) 1 (2,8) 1 (2,8) 0 (0,0) 2

II 1 (2,8) 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0) 1

III 5 (13,9) 1 (2,8) 0 (0,0) 4 (11,1) 10

IV 2 (5,6) 0 (0,0) 0 (0,0) 2 (5,6) 4

Tanpa Keterangan

1 (2,8) 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0) 1 Total 9 (25,1) 2 (5,6) 1 (2,8) 6 (16,7) 18

Berdasarkan tabel 5.16 dapat diketahui bahwa pengobatan dengan operasi dan kemoterapi banyak dilakukan pada pasien pada stadium III yaitu sebanyak lima orang (13,9%). Tindakan operasi dan radiasi dilakukan pada stadium I dan II masing-masing satu orang (2,8%). Tindakan kemoterapi dan radiasi hanya dilakukan pasa stadium I (2,8%). Sedangkan tiga tindakan terapi paling banyak dilakukan pada stadium III.


(1)

Dua gejala klinis atau lebih

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid serak & dispnea 7 19.4 19.4 19.4

Serak & batuk 2 5.6 5.6 25.0

Serak & massa 1 2.8 2.8 27.8

Dispnea & batuk 2 5.6 5.6 33.3

serak, dispnea, batuk 11 30.6 30.6 63.9

serak, dispnea, massa 6 16.7 16.7 80.6

serak, batuk, massa 2 5.6 5.6 86.1

serak,sesak,batuk,massa 3 8.3 8.3 94.4

1 gejala klinis 2 5.6 5.6 100.0

Total 36 100.0 100.0

LokasiKanker

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Supraglottis 10 27.8 27.8 27.8

Glottis 20 55.6 55.6 83.3

subglottis 4 11.1 11.1 94.4

Tanpa keterangan 2 5.6 5.6 100.0

Total 36 100.0 100.0

Histopatologi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Karsinoma sel skuamosa 25 69.4 69.4 69.4

Adenokarsinoma 1 2.8 2.8 72.2

Carcinoma papilary 1 2.8 2.8 75.0

Lain-lain 9 25.0 25.0 100.0


(2)

Stadium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid I 12 33.3 33.3 33.3

II 6 16.7 16.7 50.0

III 11 30.6 30.6 80.6

IV 5 13.9 13.9 94.4

Tanpa keterangan 2 5.6 5.6 100.0

Total 36 100.0 100.0

Stadium

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid I 12 33.3 33.3 33.3

II 6 16.7 16.7 50.0

III 11 30.6 30.6 80.6

IV 5 13.9 13.9 94.4

Tanpa keterangan 2 5.6 5.6 100.0

Total 36 100.0 100.0

Operasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ya 30 83.3 83.3 83.3

tidak 6 16.7 16.7 100.0


(3)

Kemoterapi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 18 50.0 50.0 50.0

Tidak 18 50.0 50.0 100.0

Total 36 100.0 100.0

Radiasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 12 33.3 33.3 33.3

Tidak 24 66.7 66.7 100.0

Total 36 100.0 100.0

Hanya Satu Tindakan Pengobatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Operasi 13 36.1 36.1 36.1

Kemoterapi 1 2.8 2.8 38.9

Radiasi 3 8.3 8.3 47.2

>1 tindakan 18 50.0 50.0 97.2

Tidak setuju atas pengobatan 1 2.8 2.8 100.0

Total 36 100.0 100.0

Dua Tindakan Atau Lebih

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Operasi&kemo 9 25.0 25.0 25.0

Operasi&radiasi 2 5.6 5.6 30.6

KemodanRadiasi 1 2.8 2.8 33.3

op,kemo,rad 6 16.7 16.7 50.0

tidak menerima pengobatan 1 2.8 2.8 52.8

satu tindakan pengobatan 17 47.2 47.2 100.0


(4)

Tabulasi silang JenisKelamin * Faktor risiko (Crosstabulation) Count

Faktor Risk

Total Merokok Alkohol

Tidak merokok/alkohol

Merokok dan alkohol

JenisKelamin Laki-laki 17 2 11 4 34

Perempuan 0 0 2 0 2


(5)

Stadium * SatuTindakanPengobatan Crosstabulation SatuTindakanPengobatan

Total Operasi

Kemote

rapi Radiasi >1 tindakan

Tidak setuju atas pengobata

n

Stadium I Count 6 0 3 2 1 12

% within Stadium 50.0% .0% 25.0% 16.7% 8.3% 100.0%

% of Total 16.7% .0% 8.3% 5.6% 2.8% 33.3%

II Count 5 0 0 1 0 6

% within Stadium 83.3% .0% .0% 16.7% .0% 100.0%

% of Total 13.9% .0% .0% 2.8% .0% 16.7%

III Count 1 0 0 10 0 11

% within Stadium 9.1% .0% .0% 90.9% .0% 100.0%

% of Total 2.8% .0% .0% 27.8% .0% 30.6%

IV Count 0 1 0 4 0 5

% within Stadium .0% 20.0% .0% 80.0% .0% 100.0%

% of Total .0% 2.8% .0% 11.1% .0% 13.9%

Tanpa keterang an

Count 1 0 0 1 0 2

% within Stadium 50.0% .0% .0% 50.0% .0% 100.0%

% of Total 2.8% .0% .0% 2.8% .0% 5.6%

Total Count 13 1 3 18 1 36

% within Stadium 36.1% 2.8% 8.3% 50.0% 2.8% 100.0% % of Total 36.1% 2.8% 8.3% 50.0% 2.8% 100.0%


(6)

Stadium * DuaTindakanAtauLebih Crosstabulation DuaTindakanAtauLebih Total Operasi&k emo Operasi&r adiasi KemodanRa diasi op,kem o,rad tidak menerima pengobat an satu tindakan pengobat an Stadi um

I Count 0 1 1 0 1 9 12

% within Stadium

.0% 8.3% 8.3% .0% 8.3% 75.0% 100.0%

% of Total .0% 2.8% 2.8% .0% 2.8% 25.0% 33.3%

II Count 1 0 0 0 0 5 6

% within Stadium

16.7% .0% .0% .0% .0% 83.3% 100.0%

% of Total 2.8% .0% .0% .0% .0% 13.9% 16.7%

III Count 5 1 0 4 0 1 11

% within Stadium

45.5% 9.1% .0% 36.4% .0% 9.1% 100.0%

% of Total 13.9% 2.8% .0% 11.1% .0% 2.8% 30.6%

IV Count 2 0 0 2 0 1 5

% within Stadium

40.0% .0% .0% 40.0% .0% 20.0% 100.0%

% of Total 5.6% .0% .0% 5.6% .0% 2.8% 13.9%

Tanpa keteran gan

Count 1 0 0 0 0 1 2

% within Stadium

50.0% .0% .0% .0% .0% 50.0% 100.0%

% of Total 2.8% .0% .0% .0% .0% 2.8% 5.6%

Total Count 9 2 1 6 1 17 36

% within Stadium

25.0% 5.6% 2.8% 16.7% 2.8% 47.2% 100.0%