Identifikasi Perubahan Deskripsi Data Penelitian

b. Identifikasi Perubahan

Sebagai media penyiaran pertama yang dimiliki oleh Indonesia, RRI memiliki peran penting untuk membantu pemerintah dalam menyebarluaskan berita bagi seluruh rakyat Indonesia, dimana pada era Soekarno RRI berperan sebagai penyebar berita kemerdekaan. Pada tahap perkembangannya kemudian RRI menjadi media yang diintervensi penuh oleh pemerintah, terutama pada era Soeharto. Perubahan RRI sebagai corong pemerintah menjadi Lembaga Penyiaran Publik LPP dimulai pada pasca reformasi, dimana transparansi informasi menjadi penting bagi masyarakat. Direktur Utama menyatakan sebagai berikut: “Kalau tadinya RRI hanya menyuarakan hal-hal yang positif bagi pemerintah, sebagai LPP RRI mempunyai banyak tugas, melayanai tidak hanya pemerintah, tapi juga Yudikatif, Legislative dan masyarakat secara umum. RRI tetap melayani pemerintah tapi bukan sebagai corong pemerintah” wawancara 24 Desember LPP merupakan badan hukum yang didirikan oleh Negara bersifat independen, netral, tidak komersial yang sepenuhnya melayani masyarakat Bangsa dan Negara. Siarannya harus menjangkau seluruh lapisan masyarakat di tanah air. Sebagai salah satu lembaga milik Negara, RRI kemudian mulai merintis bahwa keberadaan RRI ini bukan untuk kepentingan pemerintah yang berkuasa saja, akan tetapi kepada masyarakatlah RRI harus memberikan pelayanan ekstranya. Beberapa faktor yang mendukung perubahan RRI adalah sebagai berikut: 1. Tututan Reformasi, reformasi di Indonesia menandakan beralihnya sistem pemerintahan di Indonesia yang semua otoriter menjadi demokrasi. Sistem pemerintahan yang berubah membuat pemerintah kehilangan hak istimewanya untuk menyetir RRI. 2. Tuntutan perubahan internal dorongan dari dalam diri RRI, selain tutuntan reformasi, tutuntutan internal RRI yang menjadi motor penggerak paling berpengaruh dalam perubahan status RRI. Para pemimpin RRI menyedari pergeseran peran RRI yng semua didirikan sesuai dengan Tri Prastya, malah menjadi sarana yang dikuasai oleh satu golongan. 3. Tuntutan eksternal, yaitu para akademisi yang menjadi penggerak RRI sebagai LPP. Para akademisi ini mengadakan kajian-kajian supaya RRI berubah. Melakukan kerjasama dengan IFES, mengadakan seminar di berbagai kota untuk pengenalan LPP. Tidak lagi menjadi corong pemerintah merupakan faktor utama bagi RRI untuk berubah menjadi LPP. Dengan menggunakan masyarakat sebagai orientasi utama bagi pelayanan yang diberikan oleh RRI. Hal ini sesuai dengan yang pernyataan Direktur Program dan Produksi yaitu sebagai berikut. “Karena menjadi radio pemerintah sudah tidak masanya lagi sebuah radio sebagai corong pemerintah, jadi dari situlah awalnya mengapa RRI berubah. Perubahan RRI berasal dari dalam tubuh RRI sendiri. Dimana kami mau berubah, kami mau maju dan melayani masyarakat” hasil wawancara tanggal 24 desember 2013. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa tuntutan dari pihak internal maupun eksternal ialah perubahan RRI untuk menjadi milik Negara. Adanya kesadaran dari masing-masing pihak untuk membenahi peran dan fungsi RRI sebagaimana seharusnya, yaitu menjadi sebuah radio yang tidak hanya dimiliki atau melayani Pemerintah, melaikan menjadi hak milik Negara dimana dapat disimpulkan bahwa didalam sebuah Negara mengandung banyak aspek termasuk masyarakat secara umum. Adapun tahapan perubahan bermula dari kembalinya Semangat Tri Prasetya dari RRI stasiun Yogyakarta, yang kemudian dibawa ke RRI pusat untuk dikaji secara lebih rinci, ternyata setelah mensosialisasikan pemikiran-pemikiran kepada RRI pusat, ternyata RRI pusat juga memiliki pemikiran yang sama mengenai perubahan status RRI. Pergerakan perubahan RRI semakin kuat dimana RRI pusat terus melakukan pertemuan pertemuan, sedangkan di Yogyakarta segala bentuk aspirasi dituangkan dalam bentuk proposal. Pada akhirnya diputuskan bahwa seminar akan dilakukan di Yogyakarta dan dipimpin oleh bapak Beni Kusbani yang saat itu menjabat sebagai Direktur Penyiaran, dimana tim yang di Jakarta beserta Direktur utama yang saat itu adalah bapak Suryanta Saleh, ikut bergabung ke Yogyakarta. Tidak hanya itu seminar ini juga melibatkan RRI di seluruh wilayah Jawa, Bali dan Madura, untuk merumuskan kearah mana RRI akan di bawa. Direktur utama menyatakan sebagai berikut : “Jadi awalnya Yogyakarta mengusulkan ke pusat untuk mengadakan kajian-kajian semacam seminar secara terus menerus untuk me re-visioning, bagaimana visi RRI kedepannya, RRI mau kemana? Hal ini dilakukan sampai 5 kali. Disitulah kemudian terumuslah rekomendasi bahwa RRI itu memilih menjadi Lembaga Penyiaran Publik. hasil wawancara tanggal 24 desember 2013” Setelah mengadakan kajian yang berulang kali maka diputuskan bahwa RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik LPP yang bersifat bersifat independen, netral, tidak komersil. Keputusan ini adalah keputusan bersama baik internal RRI maupun pihak eksternal, RRI menjadi independen, netral dan berdiri diatas semua golongan, hal ini membuat RRI menyandang status LPP adalah status yang diusulkan oleh DPR, melihat tujuan perubahan yang telah dirumuskan RRI dan para pakar. Dengan menyandang status sebagai LPP maka siaran RRI harus menjangkau seluruh lapisan masyarakat di tanah air. Jika semula RRI hanya menyuarakan hal- hal yang positif bagi pemerintah maka sebagai LPP RRI mempunyai banyak tugas, melayanai seluruh aspek Negara, tidak hanya pemerintah tapi juga Yudikatif, Legislative dan masyarakat secara umum. RRI menegaskan kembali, bahwa RRI akan tetap melayani pemerintah tapi bukan sebagai corong pemerintah. Gerakan perubahan terus berlanjut ketingkat eksternal, Sosialisasi mengenai perubahan status RRI yang akan berubah menjadi LPP dilakuakan dengan cara melibatkan pihak akademisi, hal ini dilakukan untuk mengadakan kajian-kajian terhadap RRI yang memilih berubah sebagai LPP, untuk menampung aspirasi dan pandangan berbagai pihak mengenai hal-hal apa saja yang dibutuhkan RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik. Gerakan ini secara otomatis menimbulkan tuntutan eksternal kepada RRI untuk berubah dan memperkuat keputusan RRI sebagai LPP. Direktur utama menyatakan sebagai berikut : “ Pada awalnya perubahan tersebut, RRI meyelenggarakan kegiatan bekerjasama dengan UGM, dengan pembicara Amir Effendi Siregar, Roy Suryo, beberapa dosen sosiologi UGM, pakar-pakar hukum, LSM dan lain lain untuk memberi masukan ke RRI Yang akan memilih sebagai LPP. hasil wawancara tanggal 24 desember 2013 ”. Setelah medapatkan masukan dari berbagai aspek, baik dari kalangan akademisi, pakar hukum dan dari bidang komunikasi, RRI memantapkan langkahnya untuk bergerak ke DPR, staf ahli presiden dan berbagai lini utuk memperjuangkan status RRI sebagai LPP dan dilindungi oleh Udang-undang UU. Berasal dari semangat RRI dan berbekal dukungan dari masyarakat, lalu DPR mngakomodir perubahan tersebut. Direktur Program dan Produksi mengatakan : “ Perubahan sendiri berasal dari semangat dari sebagian RRI. Ketika RRI mau berubah kebetulan masyarakat sipil juga mau berubah, masyarakat sipil yang bergerak dibidang penyiaran berfikir sama bahwa RRI itu menjadi LPP harusnya memang netral ” hasil wawancara tanggal 24 desember 2013 Pada saat itu bukan hanya RRI melainkan MMPI masyarakat pers dan penyiaran sepakat untuk mendukung perubahan undang-undang. Demokratisasi media penyiaran diantaranya ditandai oleh perubahan undang-undang penyiaran yang lama menjadi yang baru. Direktur Utama menyatakan sebagai berikut ; “ RRI masuk ke Uundang-undang itu tidaklah mudah karena tanpa masuk ke Undang- undang, RRI akan bubar, dasarnya apa kok Negara memberi tugas kepada RRI? Kan harus ada UU. Karena itu kita memiliki tim kecil yang dipimpin oleh bapak Beny Kusbani, hanya pak beny, pak Kabul, dan ibu Niken bergerilia ke DPR hasil wawancara tanggal 24 desember 2013”. Pegerakan memperjuangkan status RRI sebagai LLP tidak terhenti sampai disitu, pergerkan juga terjadi dengan cara memberi masukan terus menerus tentang LPP ke Pansus yang diteruskan ke Komisi 1 tentang pentingnya perlindungan hukum akan status LPP yang diusulkan oleh RRI. Setelah melakukan banyak penjelasan dan lobi-lobi secara terus menerus maka ahirnya terbitlah Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran Publik. Direktur utama menyatakan : “Jadi saat itu RRI memberikan masukan terus menerus tentang LPP ke pansus yang dipimpin oleh pak Paulus dan wakilnya Joko Susilo, beliau ini lah yang meperjuangkan RRI menjadi LPP dan masuk UU. Luar biasa perjuangan untuk masuk ke UU, banyak yang menentang, tetapi karena banyak lobi dan menjelaskan ke lembaga komisi 1, tentang pentingya RRI masuk UU, maka akhirnya masuklah RRI dalam UU.hasil wawancara tanggal 24 desember 2013 ”. Orientasi pemikiran yang berkiblat pada kepentingan publik menjadi dasar pijakan RRI menata organisasi dan manajemennya dengan mengubah paradigma yang berorientasi pada pemerintah kepada paradigma yang berorientasi pada kepentingan publik. Oleh karena itu, Undang-Undang UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran telah menjadikan RRI berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik yang bersifat independen, netral dan tidak bersifat komersial yang tugasnya memberikan pelayanan siaran informasi, pelestarian budaya, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial dan menjaga citra positif bangsa di dunia Internasional. Dengan target yang sesuai dengan visi RRI dimana target yang ingin dicapai adalah menjadi radio berjaringan terluas, pembangun karakter bangsa dan berkelas dunia. RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik secara manajemen dikelola diabawah pengawasan pemerintah melalui kendali undang-undang dan peraturan pemerintahan lainnya. Selain itu RRI juga menggunakan angaran negara dalam menjalankan operasional mereka sehari- hari, sehingga selalu diawasi secara pengelolaan dan penggunaan anggaran oleh pemerintah, karena menggunakan anggaran negara dan dipertanggung jawabkan kepada rakyat. Konsep penyiaran RRI yang sebelum menjadi LPP lebih banyak prosentasenya pada produk tergolong “broadcasting”, namun sejak tahun 2005 menjadi lebih cenderung bervariatif karena RRI juga mampu membuat program siarannya dalam kategori “narrow-casting” seperti program siaran pendidikan untuk memperkuat pembentukan karakter bangsa nation building dan mendorong persatuan dan kesatuan bangsa. Dapat disimpulkan bahwa tujuan perubahan status RRI sebagai LPP adalah menjadi lembaga penyiaran milik negara yang siarannya untuk kepentingan bangsa dan Negara serta untuk melayani publik, lebih mengutamakan pada kepentingan publik bukan hanya pada kepentingan Pemerintah seperti ketika RRI menjadi unit pelaksana teknis Departemen Penerangan yang menjadikan RRI corongnya Pemerintah. Sekarang RRI menjadi LPP yang bertanggung jawab mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia dari siapapun yang ingin menghancurkannya.

c. Strategi Perubahan