Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Upaya Pencapaian Sasaran Uang Primer

Penjelasan Atas Pertanyaan Lisan Anggota Komisi IX D PR RI yang diajukan dalam Rapat Kerja Tanggal 20 September 2001 6 Bank Indonesia pelaksanaan kebijakan moneter dapat dilakukan secara lebih disiplin dan sistematis serta forward looking dalam arti otoritas moneter tidak bersifat reaktif atas inflasi yang terjadi tetapi lebih diarahkan pada kecenderungan inflasi di masa yang akan datang. Melalui serangkaian pengembangan di bidang riset ekonomi dan kebijakan moneter tersebut diharapkan ke depan Bank Indonesia dapat melakukan tugasnya dengan lebih baik lagi.

2. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Upaya Pencapaian Sasaran Uang Primer

Secara operasional, Bank Indonesia masih tetap menggunakan uang primer sebagai sasaran operasionalnya yang disesuaikan dengan target indikatif yang ditetapkan dalam Letter of Intent LOI Pemerintah kepada IMF namun dengan tetap memperhatikan perkembangan suku buga yang terjadi. Sejak bulan Mei 2001, posisi uang primer terus mengalami peningkatan yang tinggi hingga melampui target indikatif yang ditetapkan. Rata- rata pertumbuhan tahunan uang primer s.d bulan Agustus tahun 2001 telah mencapai 18,3 sementara target pertumbuhan uang primer adalah sebesar 11 – 12 pada Desember 2001 dan sebesar 12 – 13 pada Maret 2002. Posisi uang primer sampai dengan bulan September ini terus berada di atas target indikatifnya, hal ini terkait dengan meningkatnya permintaan uang kartal oleh masyarakat, disamping adanya pengeluaran dari NCG untuk Dana Alokasi Umum DAU ataupun pembayaran gaji pegawai negeri. Beberapa motif yang mendorong permintaan masyarakat terhadap uang kartal tersebut yaitu untuk transaksi, berjaga-jaga, dan untuk spekulasi. Permintaan uang kartal oleh masarakat untuk bertransaksi tersebut mengalami peningkatan berkaitan dengan meningkatnya harga BBM, tarif angkutan dan cenderung melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal tersebut menjadi semakin tinggi sehubungangan dengan meningkatnya situasi di dalam negeri seperti Memorandum II dan Sidang Istimewa yang mendorong masyarakat untuk menyimpan uang kartal yang lebih besar untuk tujuan berjaga-jaga. Dari perkembangan tersebut, apabila Bank Indonesia secara “all out” mengupayakan agar pertumbuhan uang primer dari bulan ke bulan berada pada kisaran target yang ditetapkan, maka yang terjadi adalah kenaikan suku bunga yang tinggi. Kondisi demikian tentu saja tidak diinginkan, karena dapat memberikan dampak kurang menguntungkan bagi restrukturisasi perbankan, beban fiskal, dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, tingginya pertumbuhan uang primer ini dapat memicu terjadinya inflasi dan kemungkinan adanya tindakan spekulatif terhadap valuta asing serta untuk transaksi- transaksi yang tidak produktif. Kondisi demikian merupakan dilema bagi Bank Indonesia dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter. Suku Bunga Tinggi Nominal Sebagai Resultante Pengendalian Moneter Dalam perkembangannya, cenderung melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dan adanya peningkatan ekspektasi masyarakat terhadap laju inflasi telah menyebabkan perbankan terus meningkatkan suku bunga penawaran bidding pada setiap lelang SBI. Kondisi ini mengakibatkan suku bunga SBI baik 1 dan 3 bulan terus meningkat hingga mencapai posisi 17,67 pada lelang pertengahan bulan Agustus 2001. Dengan melihat tingginya posisi suku bunga SBI yang diperkirakan dapat berpengaruh negatif pada sektor perbankan dan keuangan pemerintah, maka upaya penyerapan likuiditas selanjutnya terus dilakukan secara lebih berhati-hati dan terukur dengan meminimalkan kenaikan suku Penjelasan Atas Pertanyaan Lisan Anggota Komisi IX D PR RI yang diajukan dalam Rapat Kerja Tanggal 20 September 2001 7 Bank Indonesia bunga yang berlebihan. Sejalan dengan itu, upaya pencapaian target uang primer akan diupayakan dengan lebih mengefektifkan instrumen lain selain SBI lelang yaitu intervensi rupiah dan sterilisasi valas. Berkaitan dengan banyaknya permintaan penurunan suku bunga pada Bank Indonesia, dapat dikemukakan bahwa suku bunga yang terjadi di pasar pada dasarnya merupakan resultante dari proses lelang yang ditentukan sendiri oleh pasar. Sementara itu, tingginya posisi suku bunga SBI ini masih diperlukan mengingat masih adanya potensi tekanan laju inflasi. Selain itu, kondisi itu juga didasari oleh masih tingginya ekspektasi pelaku pasar terhadap melemahnya nilai tukar rupiah yang tercermin dari masih tingginya posisi forward rate yang berakibat terhadap rendahnya covered interest rate differential SBI bahkan mencapai posisi yang negatif untuk suku bunga deposito. Kedua pertimbangan inilah yang mendorong Bank Indonesia untuk tidak menurunkan suku bunga SBI dalam waktu dekat ini. Dalam hubungan ini, apabila tekanan terhadap laju inflasi dan nilai tukar telah menurun secara persisten dan hambatan-hambatan dalam pemulihan ekonomi nasional dapat diatasi, maka secara bertahap Bank Indonesia dapat menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

3. Pelaksanaan dan Trade-off Dalam Pengendalian Moneter