Penjelasan Atas Pertanyaan Lisan Anggota Komisi IX D PR RI yang diajukan dalam Rapat Kerja Tanggal 20 September 2001
1
Bank Indonesia
RAPAT KERJA BI DAN KOMISI IX DPR RI Tanggal 9 Oktober 2001: Penjelasan Dewan Gubernur BANK INDONESIA
Atas Pertanyaan Lisan Anggota Komisi IX DPR RI yang diajukan dalam Rapat Kerja Tanggal 20 September 2001
I. PERTANYAAN MENYANGKUT BIDANG MONETER A. Masalah Pengendalian Inflasi
Anggota Dewan yang menanyakan masalah pengendalian inflasi adalah Sdr. Suratal HW, Sdr. Sudirman, Sdr. Abdullah Zainie, Sdr. Danial Tandjung, dan Sdr. Abdullah Al Wahdi.
Pertanyaan :
1. Apakah ada carametode penanggulangan inflasi baru yang ditemukan oleh para peneliti Bank Indonesia?
2. Apakah uang beredar yang terjadi pada saat ini sudah sesuai dengan LOIIMF? Bagaimana Bank Indonesia mengendalikan uang primer ?
3. Dengan terus naiknya suku bunga sejalan dengan usaha Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi, beban APBN semakin besar dan fungsi intermediasi tidak jalan.
Sebaiknya inflasi jangan terlalu dipermasalahkan yang penting ekonomi berjalan. Apa gunanya inflasi rendah 0 kalau ekonomi mandeg?
4. Apakah ada upaya lain untuk menekan inflasi dan mengurangi uang kartal yang beredar. Karena yang dilakukan selama ini upaya tersebut hanya mengakibatkan naiknya suku
bunga yang justru berakibat buruk pada sektor lain. 5. Kapan Bank Indonesia mulai menurunkan suku bunga SBI?
Jawaban : Anggota Dewan yang terhormat,
Dari pertanyaan anggota Dewan tersebut dapat kami sampaikan penjelasan sebagai berikut :
1. Kerangka Pengendalian Moneter
Dilihat dari tugas dan wewenangnya, sebagaimana diamanatkan dalam UU No.23 Tahun 1999, Bank Indonesia mempunyai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang diukur dengan atau tercermin dari
perkembangan laju inflasi serta terhadap mata uang negara lain yang diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Dengan
reformulasi tujuan berdasarkan UU Bank Indonesia tersebut, Bank Indonesia memasuki babak baru dalam menjalankan tugas pokoknya dari multiple objectives menjadi single
objective yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Di bidang nilai tukar, dalam sistem nilai tukar mengambang yang sekarang berlaku,
Penjelasan Atas Pertanyaan Lisan Anggota Komisi IX D PR RI yang diajukan dalam Rapat Kerja Tanggal 20 September 2001
2
Bank Indonesia
nilai tukar rupiah lebih banyak ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar. Kebijakan Bank Indonesia dengan demikian tidak dimaksudkan untuk mengarahkan
pergerakan nilai tukar agar mencapai suatu tingkat tertentu, akan tetapi lebih untuk mencegah fluktuasi nilai tukar yang berlebihan antara lain melalui kebijakan menambah
pasokan di pasar valas sepanjang diperlukan. Sejalan dengan itu, maka pelaksanaan tugas Bank Indonesia lebih diarahkan untuk menjaga kestabilan harga laju inflasi, guna
mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan rakyat sebagaimana dipaparkan di atas.
Pembentukan inflasi pada dasarnya dipengaruhi oleh interaksi antara permintaan dan penawaran agregat. Kondisi permintaan agregat dipengaruhi oleh berbagai
perkembangan variable yang berasal dari sisi konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi masyarakat dan pemerintah, serta dari sisi eksternal. Dari sisi penawaran agregat,
perkembangan yang terjadi banyak dipengaruhi oleh besarnya faktor input tenaga kerja dan modal, kebijakan struktural pemerintah, kapasitas produksi yang masih menganggur serta
berbagai shocks seperti gangguan distribusi dan pengaruh musim. Beranjak dari hasil interaksi permintaan dan penawaran agregat, selanjutnya secara makro akan terdapat satu
kesenjangan produksi baik berlebih atau berkurang. Dalam kondisi kesenjangan produksi berlebih, maka tekanan inflasi yang terjadi akan berkurang. Sebaliknya bilamana
kesenjangan produksi yang terjadi berkurang, maka secara normative inflasi yang terjadi akan meningkat. Tekanan inflasi yang berasal dari peningkatan permintaan dikenal dengan
demand pull inflation, sedangkan tekanan inflasi yang diakibatkan perubahan di sisi penawaran dikenal dengan cost push inflation. Selain itu, tekanan inflasi juga bersumber
dari ekspektasi inflasi masyarakat yang antara lain dapat dipicu oleh kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan serta depresiasi nilai tukar rupiah.
Berkaitan dengan tekanan inflasi yang berasal dari melemahnya nilai tukar rupiah dapat kami jelaskan bahwa pengaruh nilai tukar terhadap inflasi dapat terjadi baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung depresiasi nilai tukar terhadap inflasi exchange rate pass through dijelaskan melalui perubahan harga barang-barang impor
yang langsung mempengaruhi harga barang di dalam negeri. Sementara itu, dampak tidak langsung indirect pass through melemahnya nilai tukar terhadap inflasi terjadi melalui
kenaikan biaya produksi terhadap sektor usaha yang masih memiliki kandungan impor yang tinggi.
Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa kontrol Bank Indonesia atas inflasi menjadi sangat terbatas, karena inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu,
Bank Indonesia selalu melakukan assessment terhadap perkembangan perekonomian termasuk melakukan survei-survei, khususnya terhadap kemungkinan tekanan inflasi.
Selanjutnya respon kebijakan moneter didasarkan kepada hasil assessment tersebut. Perlu disampaikan pula bahwa pengendalian inflasi tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan
moneter, melainkan juga kebijakan ekonomi makro lainnya seperti kebijakan fiskal dan kebijakan di sektor riil. Untuk itulah koordinasi dan kerjasama antar lembaga lintas sektoral
sangatlah penting dalam menangani masalah inflasi ini.
Kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia pada dasarnya hanya dapat mempengaruhi sisi permintaan perekonomian dan ekspektasi inflasi masyarakat secara
tidak langsung. Sisi permintaan perekonomian selain dipengaruhi oleh kebijakan moneter juga dipengaruhi oleh kebijakan fiskal. Koordinasi kebijakan moneter dan fiskal akan
menentukan perubahan pada sisi permintaan perekonomian. Sementara itu, sisi penawaran dipengaruhi oleh kebijakan yang mempengaruhi penyediaan dan distribusi barang dan jasa
Penjelasan Atas Pertanyaan Lisan Anggota Komisi IX D PR RI yang diajukan dalam Rapat Kerja Tanggal 20 September 2001
3
Bank Indonesia
dalam perekonomian, seperti kebijakan sektoral, upah minimum dan kebijakan lain yang terkait dengan penyediaan berbagai kebutuhan industri dalam negeri. Sementara itu, faktor
ekspektasi inflasi masyarakat tidak saja dipengaruhi oleh perilaku inflasi pada masa lalu adaptive expectation tetapi juga dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi di masa mendatang
rational expectation.
Di sisi lain, kebijakan moneter tidak dapat secara langsung mempengaruhi perkembangan sisi penawaran seperti musim panen dan perkembangan harga-harga
komoditi yang dikendalikan pemerintah administered prices yang juga dapat mempengaruhi laju inflasi. Tanggung jawab pengendalian inflasi yang dibebankan kepada
Bank Indonesia dengan demikian secara tidak langsung juga berarti bahwa dalam jangka menengah panjang, pengaruh faktor-faktor non moneter terhadap inflasi perlu terus
dikurangi, antara lain melalui langkah-langkah untuk memungkinkan bekerjanya mekanisme pasar dengan baik.
Pengendalian Base Money Uang Primer Sebagai Sasaran Operasional
Dalam mencapai tujuan mewujudkan stabilitas harga inflasi yang rendah, Bank Indonesia menggunakan uang primer M0 sebagai sasaran operasional dalam
pengendalian moneter. Dalam mengendalikan uang primer, Bank Indonesia senantiasa mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan naik turunnya posisi uang primer, baik dari
sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, tingginya peningkatan uang primer terutama berasal dari tingginya permintaan uang kartal oleh masyarakat sebagai salah satu
komponen dalam uang primer. Sementara faktor lain yang sepenuhnya dapat dikendalikan oleh Bank Indonesia yaitu Saldo Giro Positif Bank di Bank Indonesia relatif tidak mengalami
perubahan yang berarti. Permintaan uang kartal oleh masyarakat ini sebagian besar tergantung dari perilaku masyarakat dalam menggunakan uang kartal tersebut sehingga
sulit untuk dapat dikendalikan oleh Bank Indonesia.
Sementara itu dari sisi penawaran, peningkatan uang primer tersebut terutama bersumber dari ekspansi rekening pemerintah NCG terutama untuk pembayaran subsidi,
proyek dan bunga obligasi melalui sektor perbankan, serta Dana Alokasi Umum DAU dalam mengimplementasikan UU Otonomi Daerah. Meningkatnya likuiditas perbankan
ditengah belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan, yang tercermin dari masih rendahnya penyaluran kredit perbankan ke dunia usaha, dikhawatirkan akan mendorong
perbankan untuk bertindak spekulatif yang akan mendorong semakin melemahnya nilai tukar rupiah. Guna mengatasi permasalahan tersebut, Bank Indonesia selalu berusaha
untuk menyerap kelebihan likuiditas melalui instrumen OPT yaitu SBI lelang dan intervensi rupiah.
Dalam situasi saat ini dimana tekanan inflasi masih tinggi namun pertumbuhan ekonomi melambat, maka kebijakan moneter yang harus ditempuh Bank Indonesia menjadi
semakin sulit dan dilematis. Di satu sisi, tingginya tekanan inflasi dan nilai tukar yang masih bergejolak mengharuskan Bank Indonesia untuk mengetatkan kondisi moneter dengan
menyerap kelebihan likuiditas dalam perekonomian yang akan berdampak pada kenaikan suku bunga. Di sisi lain, perlambatan perekonomian menuntut pelonggaran kebijakan
moneter untuk menghindari terganggunya proses pemulihan perekonomian yang masih berlangsung.
Penjelasan Atas Pertanyaan Lisan Anggota Komisi IX D PR RI yang diajukan dalam Rapat Kerja Tanggal 20 September 2001
4
Bank Indonesia
Pelaksanaan Operasi Pengendalian Moneter
Operasi pengendalian moneter dilakukan dengan instrumen utama SBI Sertifikat Bank Indonesia yang dilakukan dengan jangka waktu jatuh tempo 1 bulan dan 3 bulan.
Dengan masih adanya potensi tekanan inflasi dan nilai tukar pada periode mendatang serta masih tingginya pertumbuhan uang primer, kebijakan moneter tetap ditujukan untuk
menurunkan pertumbuhan base money kearah yang lebih sesuai dengan kebutuhan riil kegiatan perekonomian. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya target pertumbuhan uang
primer s.d akhir Desember 2001 adalah 11-12 sedangkan s.d. akhir Maret 2001 pada kisaran 12-13. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia terus berupaya mengembangkan
model dalam menetapkan sasaran-sasaran moneter yang sesuai dengan kebutuhan perekonomian, termasuk melakukan cash flow projection sebagai acuan dalam operasi
pengendalian moneter.
Di dalam menyerap kelebihan likuiditas tersebut strategi pengendalian moneter perlu dilakukan secara berhati-hati dan terukur dengan meminimalkan dampak negatif
peningkatan suku bunga yang berlebihan. Untuk itu, strategi pengendalian moneter yang ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Operasi Pasar Terbuka harus diarahkan pada upaya meminimalkan kelebihan likuiditas perbankan termasuk kelebihan cadangan bank excess reserves, SBI, dan intervensi
rupiah, secara lebih akurat sehingga tidak menyebabkan signal kenaikan sukubunga yang berlebihan.
b. Intervensi rupiah pada dasarnya digunakan sebagai “fine tuning” untuk menyerap kelebihan likuiditas yang tidak tertampung dalam OPT dengan timing dan magnitude
yang tepat serta dengan tetap mengupayakan signal kenaikan sukubunga yang tidak berlebihan.
c. Sterilisasi di pasar valas tetap menjadi opsi yang terbuka untuk membantu penyerapan likuiditas rupiah sekaligus menambah pasokan di pasar valas yang tipis sehingga dapat
mengurangi tekanan dan fluktuasi nilai tukar rupiah.
Pengendalian Inflasi Dengan Pendekatan Inflation Targeting
Terkait dengan metodecara baru dalam penanggulangan inflasi yang ditanyakan oleh Anggota Dewan, Bank Indonesia menyadari bahwa akhir-akhir ini terdapat gejala
adanya pergeseran tugas Bank Sentral yang semula bersifat “multiple objectives” menjadi terfokus pada pengendalian inflasi single objective. Secara khusus, dalam hal strategi
pengendalian inflasi ini, Bank Indonesia berupaya untuk menerapkan inflation targeting IT. Pemilihan metode IT ini sejalan pula dengan kecenderungan terkini bank-bank sentral di
dunia karena terbukti cukup ampuh dalam memerangi inflasi. Selain itu, sasaran operasionalnya pun diberbagai negara telah bergeser dari quantinty targeting uang primer
menjadi price targeting suku bunga.
Beberapa alasan yang mendasari kecenderungan Bank Sentral menerapkan Inflation Targeting tersebut adalah,
- Pertama, bukti-bukti empirik menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan
moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan tidak dapat mempengaruhi variabel-variabel riil seperti pertumbuhan ekonomi ataupun tingkat pengangguran.
Penjelasan Atas Pertanyaan Lisan Anggota Komisi IX D PR RI yang diajukan dalam Rapat Kerja Tanggal 20 September 2001
5
Bank Indonesia
Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi variabel-variabel riil dalam jangka pendek.
- Kedua, pencapaian inflasi yang rendah merupakan prasyarat bagi tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, karena perekonomian tidak dipacu untuk tumbuh melebihi kapasitasnya.
- Ketiga, dengan menetapkan inflasi sebagai sasaran tunggal, sasaran tersebut akan
menjadi jangkar nominal nominal achor dalam merumuskan kebijakan moneter dan acuan berbagai kegiatan ekonomi.
Strategi yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam mencapai sasaran inflasi yang rendah adalah:
- mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter.
- menentukan sasaran akhir kebijakan moneter.
- mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi.
- memformulasikan respon kebijakan moneter.
Penetapan sasaran inflasi bank sentral tidak dapat dilakukan secara reaktif tetapi lebih melihat beberapa periode ke depan forward looking dengan mempertimbangkan efek
tunda kebijakan moneter dan memperhatikan secara seksama proyeksi outlook laju inflasi jangka menengah dan panjang. Dalam perkembangannya, inflation targeting secara murni
belum sepenuhnya dapat dilakukan diantaranya karena masih tingginya beban fiskal yang memungkinkan Pemerintah untuk mengurangi subsidi dengan menerapkan kebijakan di
bidang harga administered price, mekanisme kelembagaan yang belum jelas antara Pemerintah, Bank Indonesia dan DPR, dan kondisi perbankan yang belum memungkinkan
untuk diterapkan inflation targeting.
Pengkajian Alternatif Metode Pengendalian Inflasi
Dalam mencari alternatifmetode pengendalian inflasi, Bank Indonesia terus berupaya untuk melakukan kajian dan penelitian secara mendalam mengenai kemungkinan
meningkatkan efektivitas berbagai piranti moneter yang dimiliki Bank Indonesia. Hasil dari berbagai kajian ini diharapkan akan memberikan alternatif piranti monter yang lebih baik
digunakan Bank Indonesia dalam mencapai tujuannya yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Selain itu, Bank Indonesia juga terus berupaya meningkatkan
kualitas hasil penelitian yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi Indonesia secara lebih akurat.
Berkaitan dengan kebutuhan informasi mengenai adanya tekanan inflasi yang lebih tepat digunakan dalam perumusan kebijakan moneter, Bank Indonesia saat ini sedang
mengembangkan sejumlah pendekatanmetoda untuk menghitung inflasi inti core inflation yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh kebijkan moneter. Sebagaimana Anggota Dewan ketahui
bahwa salah satu kegunaan core inflation adalah dapat digunakan sebagai guidance bagi pelaksanaan kebijakan moneter Bank Indonesia. Perhitungan core inflation yang dihasilkan
tersebut diharapkan akan bisa memberikan arah dan timing yang lebih tepat bagi Bank Indonesia untuk melakukan suatu kebijakan moneter.
Selain itu, Bank Indonesia juga terus mengembangkan perumusan kebijakan moneter yang lebih baik yakni dengan mengembangkan policy rule dengan berdasarkan
mekanisme transmisi yang diyakini berlaku di Indonesia. Berdasarkan rule tersebut
Penjelasan Atas Pertanyaan Lisan Anggota Komisi IX D PR RI yang diajukan dalam Rapat Kerja Tanggal 20 September 2001
6
Bank Indonesia
pelaksanaan kebijakan moneter dapat dilakukan secara lebih disiplin dan sistematis serta forward looking dalam arti otoritas moneter tidak bersifat reaktif atas inflasi yang terjadi
tetapi lebih diarahkan pada kecenderungan inflasi di masa yang akan datang. Melalui serangkaian pengembangan di bidang riset ekonomi dan kebijakan moneter tersebut
diharapkan ke depan Bank Indonesia dapat melakukan tugasnya dengan lebih baik lagi.
2. Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Upaya Pencapaian Sasaran Uang Primer