Arus Kas Bebas Free Cash Flow

24 hanya untuk menambah likuiditas perusahaan. Ross et al. 2000 menyatakan bahwa arus kas bebas sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusi kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap. Jadi, arus kas bebas dapat disimpulkan sebagai sisa kas yang dimiliki perusahaan setelah perusahaan membiayai semua investasi dan modal kerja untuk kegiatan operasionalnya dalam rangka pengembangan usaha. Perusahaan dengan arus kas bebas tinggi akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya karena mereka dapat memeroleh keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Selain itu, dengan aliran kas bebas tinggi perusahaan diduga lebih survive dalam situasi yang buruk, sedangkan aliran kas bebas negatif berarti sumber dana internal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan, sehingga memerlukan tambahan dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru Rosdini, 2009. Jensen 1986 menyatakan bahwa keinginan manajer untuk meningkatkan kekuasaannya melalui pengendalian atas sumber daya yang semakin besar, telah mendorong manajer untuk selalu berinvestasi dalam upaya memperbesar perusahaan. Oleh karena itu, adanya arus kas bebas akan memberi kesempatan dan dorongan bagi manajer untuk berinvestasi. Hipotesis free cash flow Jensen, 1986 berdasarkan pada adanya argumen konflik kepentingan antara manajer dan prinsipal berkaitan dengan penggunaan arus kas bebas perusahaan. Konflik kepentingan antara prinsipal dengan manajer dapat timbul jika manajer bertindak untuk mengejar kepentingannya sendiri demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memerhatikan kepentingan 25 pemegang saham. Manajer cenderung mempunyai keinginan menahan sumber daya termasuk aliran kas bebas agar mereka tetap memiliki kendali terhadap penggunaan sumber daya tersebut. Di lain pihak, pemegang saham ingin agar dana yang tersedia dibagikan dalam bentuk dividen. Manajer beranggapan bahwa pembagian dividen akan mengurangi sumber daya yang ada di bawah kekuasaannya, hal ini berarti bahwa kekuatan manajer akan berkurang. Manajer memiliki insentif untuk memperbesar perusahaan melebihi ukuran optimalnya sehingga mereka tetap melakukan investasi meskipun memberikan NPV negatif Jensen, 1986. Semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar sumber daya perusahaan yang ada di bawah kendali manajer, sehingga semakin besar kemungkinan manajer dapat menyalahgunakan sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Overinvestment dengan menggunakan arus kas bebas dilakukan untuk menghindari pengawasan yang berhubungan dengan penambahan modal dari luar perusahaan Rosdini, 2009. Pemegang saham menganggap bahwa investasi pada proyek-proyek dengan NPV negatif merupakan suatu bentuk inefisiensi sekaligus merupakan penundaan kesejahteraan mereka. Sesuai dengan teori keagenan, apabila perusahaan mempunyai arus arus kas bebas, manajer perusahaan akan mendapat tekanan dari pemegang saham untuk membagikannya dalam bentuk dividen. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah pihak manajemen menggunakan arus kas bebas untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan perusahaan dan cenderung merugikan para pemegang saham Zurohtun, 2013.

2.1.4 Capital Adequacy Ratio

26 CAR merupakan rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank dalam menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan Dendawijaya, 2005:121. CAR menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul dan dapat berpengaruh terhadap besarnya modal. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013, bank dinyatakan sehat jika memiliki CAR minimum sebesar 8 persen. Kondisi permodalan yang diukur dengan capital ratio adalah berkaitan dengan penyediaan modal sendiri yang diperlukan untuk menutupi risiko kerugian yang mungkin timbul dari penanaman dana dalam aktiva produktif yang mengandung risiko Hapsari, 2010. Modal berfungsi untuk membiayai operasi, sebagai instrumen untuk mengantisipasi risiko dan sebagai alat untuk ekspansi usaha. CAR juga menjadi modal dasar yang harus dipenuhi oleh bank. Modal ini digunakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank Nurhafita, 2010. Dalam formula CAR dibandingkan antara modal dengan semua jenis aktiva yang dianggap mengandung risiko atau yang sering disebut aktiva tertimbang menurut risiko ATMR. CAR menunjukkan sejauh mana penurunan aset bank masih dapat ditutup oleh ekuitas bank yang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank. Nilai minimum CAR merupakan salah satu peraturan Bank Indonesia yang harus dipenuhi oleh bank sebagai syarat untuk memenuhi rasio kecukupan modal bank yang layak beroperasi. Manajemen laba akan semakin intensif dilakukan oleh bank jika nilai CAR lebih rendah dari ketentuan