Manajemen Laba Landasan Teori dan Konsep

20 karena manajemen laba memberikan manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian manajer dapat memengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba Scott, 2011:369. Menurut Sulistyanto 2008 manajemen laba earnings management dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab komponen akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan pihak yang melakukan pencatatan transaksi dan menyusun laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga upaya mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan. Akrual terdiri dari dua macam, yaitu nondiscretionary accrual dan discretionary accrual. Scott 2000 dalam Tresnaningsih 2008 menyatakan nondiscretionary accrual adalah nilai akrual yang diperoleh secara alamiah oleh perusahaan akibat penggunaan metode akuntansi tanpa campur tangan dari manajer. Selanjutnya, discretionary accrual adalah nilai akrual yang dipengaruhi oleh komponen-komponen akrual yang diatur oleh kebijakan manajer, contohnya seperti mengubah metode depresiasi, mengakui pendapatan yang belum diterima, mengubah umur piutang, mengubah nilai cadangan pitang tak tertagih, mengubah jumlah persediaan yang dihapus, mengubah nilai aktiva serta umur aktiva untuk memperkecil beban depresiasi dan lain sebagainya. Akrual diskresioner sering 21 digunakan sebagai ukuran atau proksi dari manajemen laba yang bersifat oportunis karena dipengaruhi oleh kebijakan manajemen. Ada beberapa motivasi yang mendorong manajemen melakukan manajemen laba Sulistyanto, 2008, diantaranya sebagai berikut. a Motivasi Bonus Bonus plan hypothesis menegaskan bahwa manajer perusahaan cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajer melakukan manajemen laba untuk kepentingan bonusnya. Laba sering dijadikan sebagai indiktor penilaian kinerja manajer. Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkin menggunakan metode-metode akuntansi untuk meningkatkan laba income maximization yang dilaporkan pada periode berjalan sehingga dapat memaksimalkan bonus mereka berdasarkan program kompensasi perusahaan. b Motivasi Kontraktual Lainnya Hipotesis debtequity menjelaskan suatu perusahaan dengan rasio debtequity besar akan cenderung memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajemen melakukan manajemen laba untuk memenuhi perjanjian- perjanjian utangnya agar meloloskan perusahaan dari kesulitan keuangan. c Motivasi Politik Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat menggurangi laba periodiknya dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini dilakukan untuk memeroleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah. 22 d Motivasi Pajak Manajer termotivasi melakukan manajemen laba karena income taxation. Semakin tinggi laba yang dihasilkan maka semakin besar pajak yang dikenakan, sehingga manajer melakukan manajemen laba untuk mengurangi pajak tersebut. Dalam hal ini manajemen laba dapat dilakukan dengan menarik biaya pada periode yang akan datang menjadi biaya pada periode berjalan, dan sebaliknya mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode yang akan datang. e Pergantian CEO Motivasi manajemen laba ada di sekitar pergantian CEO. Hipotesis rencana bonus menjelaskan bahwa CEO yang akan diganti melakukan pendekatan srategi untuk memaksimalisasi laba agar menaikkan bonusnya. f Motivasi Pasar Modal Motivasi ini muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh investor dan para analis keuangan untuk menilai saham. Dengan begitu, kondisi ini menciptakan kesempatan bagi manajer untuk mengatur laba dengan cara memengaruhi performa harga saham jangka pendek. Menurut Scott 2011:383 terdapat empat pola manajemen laba yang dapat dilakukan oleh manajer. 1 Taking a Bath Pola ini dilakukan dalam periode di mana terjadi organizational stress atau reorganisasi, termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa mendatang. 23 2 Income Minimazation Pola ini biasanya dilakukan pada saat perusahaan memeroleh laba yang tinggi dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan munculnya biaya politis. Aktivitas manajemen laba dilakukan dengan menjadikan laba periode berjalan lebih rendah dari laba sesungguhnya. Jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis maka dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. 3 Income Maximization Pola ini dilakukan pada saat terjadi penurunan laba dengan cara melaporkan laba berjalan lebih tinggi dari laba sesungguhnya. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar, meningkatkan keuntungan serta untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. 4 Income Smoothing Pola ini dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.

2.1.3 Arus Kas Bebas Free Cash Flow

Arus kas bebas adalah kas yang tersisa dari pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present value NPV positif Jensen, 1986. Kieso 2007:219 mendefinisikan arus kas bebas sebagai jumlah arus kas diskresioner perusahaan untuk membeli investasi tambahan, melunasi utang, membeli saham treasury, atau 24 hanya untuk menambah likuiditas perusahaan. Ross et al. 2000 menyatakan bahwa arus kas bebas sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusi kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap. Jadi, arus kas bebas dapat disimpulkan sebagai sisa kas yang dimiliki perusahaan setelah perusahaan membiayai semua investasi dan modal kerja untuk kegiatan operasionalnya dalam rangka pengembangan usaha. Perusahaan dengan arus kas bebas tinggi akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya karena mereka dapat memeroleh keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Selain itu, dengan aliran kas bebas tinggi perusahaan diduga lebih survive dalam situasi yang buruk, sedangkan aliran kas bebas negatif berarti sumber dana internal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan, sehingga memerlukan tambahan dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru Rosdini, 2009. Jensen 1986 menyatakan bahwa keinginan manajer untuk meningkatkan kekuasaannya melalui pengendalian atas sumber daya yang semakin besar, telah mendorong manajer untuk selalu berinvestasi dalam upaya memperbesar perusahaan. Oleh karena itu, adanya arus kas bebas akan memberi kesempatan dan dorongan bagi manajer untuk berinvestasi. Hipotesis free cash flow Jensen, 1986 berdasarkan pada adanya argumen konflik kepentingan antara manajer dan prinsipal berkaitan dengan penggunaan arus kas bebas perusahaan. Konflik kepentingan antara prinsipal dengan manajer dapat timbul jika manajer bertindak untuk mengejar kepentingannya sendiri demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memerhatikan kepentingan