2.2 Pengetahuan, Sikap Perilaku
2.2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan wujud penginderaan terhadap suatu objek
tertentu.Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh dari mata dan telinga.Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overt behavior.Apabila perilaku
didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat “longlasting”. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan
kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
13
1. Tahu know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.Termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali recall terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang diperoleh atau rangsangan yang telah
diterima. 2. Memahami comprehension
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi application Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. 4. Analisis analysis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalamkompenen-kompenen, tetapi masih didalam suatu strukturorganisasitersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis synthesis
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk melakukan atau mengembangkan bagian-bagian yang terdapat dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi evaluation Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atauangket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.Pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan seperti di atas.
13
2.2.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu :
13
a. Menerima Receiving Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan objek. b. Merespons Responding
Subjek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas adalah indikasi dari sikap. Usaha untuk menjawab pertanyaan, terlepas pekerjaan
itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai Valuing
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.
d. Bertanggung jawab Responsible Bertanggung jawab adalah mempunyai tanggung terhadap segala sesuatu yang
dipilihnya dengan segala risiko. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu objek. Secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan pertayaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.
13
2.2.3 Perilaku Perilaku adalah apa yang dkerjakan oleh seseorang yang dapat diamati secara
langsung atau tidak langsung. Kwick R mengatakan bahwaperilaku adalah tindakan atau perbuatan seseorang yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Penelitian ini
mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi suatu perilaku terjadi proses beurutan pada orang tersebut, yaitu :
13
a. Kesadaran Awareness: seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus.
b. Tertarik Interest: merasa tertarik terhadap stimulus yang diberikan. Sikap subjek sudah mulai terbentuk.
c. Mempertimbangkan Evaluation: seseorang mempertimbangkan baik buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini berarti sikap orang itu sudah lebih baik lagi.
d. Mencoba Trial: seseorang telah mulai mencoba melakukan perilaku baru. e. Adopsi Adoption: seseorang telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yakni dengan
mengamati tindakan atau kegiatan responden.
13
2.3Trauma
Asal kata trauma adalah dari negara Yunani dengan artinya luka.Terdapat 2 jenis arti trauma yaitu secara patologi dan psikiatri.Arti trauma secara patologi adalah luka
tubuh atau syok yang dihasilkan oleh cedera fisik tiba-tiba, seperti dari kekerasan atau kecelakaan dan kondisi yang terjadi akibat dari trauma; kondisi tubuh abnormal yang
disebabkan oleh cedera, luka, atau syok. Secara psikiatri arti trauma pula adalah
pengalaman yang menghasilkan cedera psikologis atau sakit dan cedera terjadi karena psikologis.
14
2.3.1 Trauma Gigi Trauma gigi adalah cedera terkait dengan faktor eksternal, seperti kekerasan,
kecelakaan dan jatuh, serta faktor lainnya adalah ekstensi, intensitas dan gravitasi yang dapat mencapai kedua-dua elemen gigi dan struktur pendukungnya. Gigi luka
periodontal, komplikasi akhir sering terlihat adalah nekrosis pulpa, obliturasi kanal pulpa, resorpsi akar dan kehilangan tulang alveolar horizontalvertikal.Trauma gigi merupakan
keadaan darurat gigi yang benar dan memerlukan penilaian dan penanganan emerjensi.
15
Penelitian yang dilakukan di India menyatakan bahwa jenis gigi yang paling umum terkena trauma adalah gigi insisivus sentralis permanen rahang atas dengan 43,8,
lebih tinggi dibandingkan dengan gigi yang lain Gambar 1
16
Gambar 1.Jenis gigi yang terlibat
16
2.3.2 Etiologi Trauma Gigi Penyebab utama trauma gigi adalah jatuh. Kecelakaan di dalam dan di sekitar
rumah telah dilaporkan sebagai sumber utama cedera pada gigi sulung, sedangkan kecelakaan di rumah dan sekolah merupakan penyebab terjadinya trauma gigi pada gigi
permanen. Kecelakaan akibat olahraga, kekerasan, kecelakan lalu lintas jalan juga merupakan penyebab umum trauma gigi.
17
Jatuh saat bermain 37,5 jauh lebih tinggi daripada faktor penyebab yang lain seperti berkelahi atau jatuh dari sepeda Gambar 2
16
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
Insisivus Sentralis
Maksila Kanan Insisivus
Sentralis Maksila Kiri
Insisivus Kanan Kiri
Sentralis Maksila
Insisivus Sentralis
Lateral Kanan Maksila
Insisivus Lateral Kiri
Maksila Insisivus
Kanan Kiri Sentral
Mandibular Insisivus
Lateral Kanan Maksila
Jenis gigi yang terlibat
Gambar 2. Penyebab trauma gigi
16
Beberapa faktor predisposisi yang berasal dari faktor anatomi akan meningkatkan kerentanan terhadap cedera gigi, di antaranya adalah Angle Klas II maloklusi, overjet
lebih dari 4 mm, open bite, bibir atas pendek atau hipotonik, pasien bernafas melalui mulut, kelompok anak penderita cerebral palsy dan dengan anak kebiasaan mengisap ibu
jari menyebabkan gigi anterior protrusif.
18,19
Al-Khateeb Set. al., mengatakan bahwa peningkatan overjet lebih dari 3 mm menyebabkan terjadi fraktur koronal dua kali lebih tinggi,sementara peningkatan overjet
lebih dari 6 mm pula adalah empat kali tinggi dibandingkan dengan anak yang mempunyai overjet 0-2 mm. Insiden fraktur koronal yang lebih tinggi dihubungkan
dengan kompetensi bibir yang kurang melindungi gigi depan anak. Tingkat keparahan fraktur meningkat pada anak dengan overjet yang lebih besar.
14
Studi menemukan bahwa pada pasien yang overjet lebih besar dari 4 mm, memiliki frekuensi trauma berkisar dari
19,4 sehingga 29,4. Faktor predisposisi lain trauma gigi adalah lesi karies, gigi endodontik sedang sembuh, dan kecelakaan atau perkelahian dalam kegiatan olahraga.
19
2.3.3 Prevalensi Trauma Gigi pada Anak Trauma gigi terjadi seperlima dari keseluruhan trauma yang terjadi pada anak dan
trauma yang paling serius adalah avulsi gigi.
20
Menurut suatu penelitian, prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada anak-anak terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada
usia tersebut, anak mempunyai kebebasan serta ruang gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan penilaianya tentang keadaan belum cukup baik. Frekuensi trauma
cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi motorik.
7
10 20
30 40
50
Jatuh saat bermain Kecelakaan lalulintas
Berkelahi Jatuh dari bus Masalah kesehatan
Jatuh dari sepeda Terbentur pada meja sekolah
Terbentur di tempat tidur Jatuh sebab lain
Terbentur pada dindin
Lelaki Perempuan
2.3.4 Etiologi Trauma Gigi pada Anak Ada penelitian menyebutkan bahwa salah satu masa rentan terjadinya fraktur
adalah pada usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan berlari. Prevalensi trauma gigi menurun pada usia anak diatas tahun 5 tahun. Hal ini disebabkan
karena koordinasi motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi peningkatan kembali pada periode 8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik
mereka.
18
Kelompok usia8 sampai 12 tahun dianggap paling rentan terhadap segala bentuk trauma gigi dan anak laki-laki mempunyai trauma gigi hampir dua kali lipat anak
perempuan Tabel 1. Hal ini menunjukkan jenis kelamin merupakan hal yang signifikan terhadap pengalaman trauma gigi.
16
Anak juga bisa mengalami trauma gigi bila terjadi kekerasan pada anak child abuse atau lain kata, ‘the battered child syndrome’.
21
The battered child syndrome adalah suatu kondisi klinis pada anak-anak yang telah menerima kekerasan fisik serius,
yang sering menjadi penyebab cedera permanen atau kematian. Penyebab lain yang dapat mengakibatkan trauma gigi adalah anak yang mempunyai kebutuhan khusus, penyakit
seperti epilepsi, kebiasaan buruk seperti bruxism, penggunaan narkotika, gangguan mental, cacat, anomali gigi dan karies.
22,23
Tabel 1. Prevalensi Trauma Gigi
24
Jenis fraktur Laki-laki n
Perempuan n Total
p-value
N=930 N=570
n Diskolarisasi gigi
30 3.2 25 4.3
55 3.6 0.05
Fraktur mahkota mengenai enamel
590 63.4 244 42.8
834 55.6 0.001†
Fraktur mahkota mengenai enamel dentin
75 8.0 70 12.2
145 9.6 0.001†
Fraktur mahkota mengenai enamel, dentin pulpa
20 2 10 2
30 2 0.05
Mobiliti 50 5.3
28 4.9 78 5.2
0.05 Total
765 82.2 377 66.1
114276.13 0.001†
Signifikan†
Signifikan tinggi
Trauma gigi pada gigi sulung sering terjadi sekitar 30 dari semua anak pernah mengalami trauma sebelum usia 6 tahun. Trauma ini menyebabkan komplikasi pada gigi
sulung dan permanen dan sebagian besar trauma mempengaruhi gigi yang terkena adalah insisivus sentralis di rahang atas.
21
2.3.5 Klasifikasi Trauma Ada banyak sistem klasifikasi yang tersedia untuk TDI antaranya adalah World
Health Organization WHO, Andreasen, Garcia-Godoy dan Ellis Davey. Klasifikasi Andreasen merupakan modifikasi dari WHO dan berisi 19 kelompok yang meliputi
cedera gigi, struktur pendukung, gingiva dan mukosa mulut. Berbeda dengan klasifikasi WHO, soket dan fraktur mandibular atau rahang tidak dikelompokkan dalam luka oral,
melainkan diklasifikasikan secara terpisah sebagai fraktur tulang wajah. Klasifikasi WHO dengan modifikasi Andreasen menjelaskan luka pada struktur
internal mulut dan menggabungkan kelompok luas “luka lain termasuk laserasi jaringan lunak rongga mulut”. Klasifikasi Garcia-Godoy juga merupakan modifikasi dari sistem
WHO. Klasifikasi ini berbeda dari klasifikasi lain karena klasifikasi ini tidak mempunyai
fraktur gigi dengan keterlibatan sementum. Selain itu, tidak ada pengelompokkan untuk subluksasi atau alveolar luka dan patah tulang mandibular atau rahang.
Klasifikasi Ellis pula adalah modifikasi lain dari sistem WHO. Sistem ini adalah klasifikasi sederhana banyak jenis luka dan memungkinkan untuk interpretasi subjektif
dengan memasukkan arti luas seperti “sederhana” atau “luas” patah tulang. Cedera pada soket alveolar dan fraktur mandibular dan maksila tidak diklasifikasikan di
sini.
25
Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi yang direkomendasikan dariWorld Health Organization WHO dalam Application of
International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology.
18
2.3.5.1Klasifikasi Menurut World Health OrganizationDengan Modifikasi Andreasen WHO
18,23
Klasifikasi ini diterapkan pada gigi sulung dan gigi permanen, yang meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut yaitu
sebagai berikut : I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa.
1. Retak mahkota enamel infraction N 502.50, yaitu fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.
2. Fraktur enamel yang tidak kompleks uncomplicated crown fracture N 502.50, yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.
3. Fraktur enamel-dentin uncomplicated crown fracture N 502.51, yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa
melibatkan pulpa. 4. Fraktur mahkota yang kompleks complicated crown fracture N 502.52,
yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa. II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa dan tulang alveolar.
1. Fraktur mahkota-akar crown-root fracture N 502.53, yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan
pulpa disebut fraktur mahkota-akar kompleks complicated crown-root fracture N 502.54 dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur
mahkota-akar yang tidak kompleks uncomplicated crown-root fracture N 502.54.
2. Fraktur akarroot fracture, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa tanpa melibatkan lapisan enamel.
3. Fraktur dinding soket gigiroot socket fracture, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual
dari dinding soket. 4. Fraktur prosesus alveolarisalveolar fracture, yaitu fraktur yang mengenai
prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi. 5. Fraktur korpus mandibular atau maksila mandible or maxilla corpus fracture,
yaitu fraktur pada korpus mandibular atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.
III. Kerusakan pada jaringan periodontal. 1.Konkusi Concussion N 503.20, yaitu trauma yang mengenai jaringan
pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.
2. Subluksasi Subluxation N 503.20, yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi ekstrusi partial displacement N 503.20, yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih
panjang.Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi kearah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebakan kerusakan atau fraktur pada
soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal.
4. Luksasiluxation, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi kearah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebakan kerusakan atau
fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak kearah palatal.
5. Luksasi intrusiintrusion luxation N 503.21, yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar.
Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek. 6. Avulsi avulsion N 503.21 hilang atau ekstraartikulasi yaitu pergerakan
seluruh gigi ke luar dari soket.
IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut. 1. Laserasilaceration, merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang
disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusiocontusio, yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa
disertai sobeknya daerah mukosa. 3. Luka abrasiabrasion, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan
karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan berdarah atau lecet.
A B C D E F G H
I J K L M N
Gambar 3. A. Infraksi infarction B. Fraktur enamel enamel fracture C. Fraktur enamel-dentin enamel-dentin fracture D. Fraktur enamel-
dentin-pulpa enamel-dentin-pulp fracture E. Fraktur makhkota- akar kompleks uncomplicated crown-root fracture F. Fraktur
makhkota-akar tidak kompleks complicated crown-root fracture G. Fraktur akar root fracture H. Fraktur alveolar alveolar
fracture I. Konkusi concussion J. Subluksasi subluxation K. Intrusi intrusion L. Ekstrusi extrusion M. Luksasi lateral
lateral luxation N. Avulsi avulsion
25
2.4 Penanganan Trauma Gigi