Kerangka Pengaturan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

[Type text] Hal ini juga dapat terlihat dalam konsideran “Menimbang” huruf b UU Bantuan Hukum, dimana negara bertanggungjawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan. Pasal 12 dan Pasal 13 UU bantuan Hukum mengatur hak dan kewajiban penerima bantuan hukum. Hak dari penerima bantuan hukum adalah: a. Mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai danatau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama penerima bantuan hukum tidak mencabut surat kuasa; b. Mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum danatau Kode Etik Advokat; dan c. Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan peerundang-undangan. Ditentukan pula kewajiban penerima bantuan hukum, yaitu: a. Menyampaikan bukti,informasi,danatau keterangan perkara secara benar kepada pemberi bantuan hukum; b. Membantu kelancaran pemebrian banuan hukum. 22 Pemberi Bantuan Hukum Pemberi banuan hukum adalah lenbaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan UU Bantuan Hukum.: a. Berbadan hukum; 22 Pasal 1 angka 3 UU Bantuan Hukum [Type text] b. Terakreditasi berdasarkan UU bantuan Hukum c. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d. Memiliki pengurus; dan e. Memiliki program bantuan hukum. 23 Undang-Undang Bantuan Hukum memberikan hak kepada pemberi bantuan hokum untuk: a. Melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hokum; b. Melakukan pelayanan bantuan hokum c. Menyelenggarakan penyuluhan hokum, konsultasi hokum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan hokum; d. Menerima anggaran dari Negara untuk melaksanakan bantuan hokum berdasarkan UUBantuan Hukum; e. Mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggungjawabnya di dalam siding pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; f. Mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan g. Mendapatkan jaminan perlindungan hokum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian bantuan hokum. 24 Sementara itu, pemberi bantuan hokum diberikan kewajiban untuk: 23 Pasal 8 ayat2 UU Bantuan Hukum 24 Pasal 9 UU Bantuan HUkum [Type text] a. Melaporkan kkepada menteri tentang program bantuan hokum; b. Melaporkan setiap penggunaan anggaran Negara yang digunakan untuk pemberian bantuan hukumberdasarkan UU bantuan Hukum; c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bantuan hokum bagi advokat, para legal, dosen, mahasiswa fakultas hokum yang direkrut; d. Menjaga kerahasiaan data, informasi, danatau keterangan yang diperoleh dari penerima bantuan hokum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang; dan e. Memberikan bantuan hukumkepada penerima bantuan hokum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam UU bantuan Hukum sampai perkaranya selesai, kecuali ada alas an yang sah secara hokum. 25 Pasal 11 UU bantuan Hukum member hak immunitas kepada pemberi bantuan hokum, dimana pemeberi bantuan hokum tidak dapat ditunut secara perfata atau pidana dalam meberikan bantuan hukumyang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan itikad baik di dalam maupun di luar siding pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan danatau Kode Etik Advokat. Hak immunitas tersebut bukan tanppa batas. Pemeberi bantuan hokum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari penerima bantuan hokum danatau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditanganinya. 26

2.4 Dampak UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum terhadap Pengaturan Sebelumnya.

25 Pasal 10 UU Bantuan Hukum 26 Pasal 20 Undang_undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. [Type text] Pembentukan UU Bantuan Hukum memberikan penegasan akan peran dan kewajiban Negara dalam pemenuhan hak atas bantuan hokum bagi warga Negara. Pengaturan hak atas bantuan hokum yang sebelumnya tersebar dalam berbagai undang-undang dikonvergensikan dalam satu undang-undang yaitu UU bantuan Hukum. Meski demikian, penyatuan ini bukan berarti mencabut seluruh ketentuan yang telah ada sebelumnya. Ketentuan bantuan hokum dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan UU No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, tetap berlaku. Begitu juga pemberian bantuan hokum oleh advokat, meskipun berbeda konteks, tetap dinyatakan berlaku. Pasal 6 ayat 2 UU bantuan Hukum menyatakan bahwa ketentuan UU bantuan Hukum tidak mengurangi kewajiban profesi advokat untuk menyelenggarakan bantuan hokum berdasarkan Undang_undang tentang Advokat. Undang-undang bantuan Hukum kemudian mengatur desain system bantuan hokum secara nasional. Beberapa ketentuan yang disusun dalam system tersebut adalah penyelenggara bantuan hokum, pemberi dan penerima berikut tata cara pemberian bantuan hokum, hingga pendanaan bantuan hokum. Penyelenggaraan dan anggaran bantuan hokum, yang merupakan amanat Undang- Undang peradilan dan selama ini disalurkan melalui Posko Bantuan Hukum Posbankum, dialihkan ke Kementerian Hukum dan HAM setelah UU bantuan Hukum berlaku. Pasal 22