[Type text] Pembentukan UU Bantuan Hukum memberikan penegasan akan peran dan kewajiban
Negara dalam pemenuhan hak atas bantuan hokum bagi warga Negara. Pengaturan hak atas bantuan
hokum yang
sebelumnya tersebar
dalam berbagai
undang-undang dikonvergensikan dalam satu undang-undang yaitu UU bantuan Hukum. Meski demikian,
penyatuan ini bukan berarti mencabut seluruh ketentuan yang telah ada sebelumnya. Ketentuan bantuan hokum dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana KUHAP, UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum, UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan UU No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, tetap berlaku. Begitu juga pemberian bantuan hokum oleh advokat, meskipun berbeda konteks, tetap
dinyatakan berlaku. Pasal 6 ayat 2 UU bantuan Hukum menyatakan bahwa ketentuan UU bantuan Hukum tidak mengurangi kewajiban profesi advokat untuk menyelenggarakan
bantuan hokum berdasarkan Undang_undang tentang Advokat. Undang-undang bantuan Hukum kemudian mengatur desain system bantuan hokum
secara nasional. Beberapa ketentuan yang disusun dalam system tersebut adalah penyelenggara bantuan hokum, pemberi dan penerima berikut tata cara pemberian bantuan
hokum, hingga pendanaan bantuan hokum. Penyelenggaraan dan anggaran bantuan hokum, yang merupakan amanat Undang-
Undang peradilan dan selama ini disalurkan melalui Posko Bantuan Hukum Posbankum, dialihkan ke Kementerian Hukum dan HAM setelah UU bantuan Hukum berlaku. Pasal 22
[Type text] UU bantuan Hukum menyatakan “ Penyelenggaraan dan anggaran bantuan hokum yang
diselenggarakan oleh dan berada di Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan instansi lainnya pada saat
undang-undang ini mulai berlaku, tetap dilaksanakan sampai berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan Tahun anggaran yang dimaksud adalah tahun 2013.
[Type text]
III. HAK HUKUM INDIVIDU
3.1. Hak Hukum Individu dalam Proses Hukum Pidana di Indonesia
Setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan,perlindungan,dan kepastian hokum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hokum”
27
Kalimat tersebut merupakan jaminan konstitusional bahwa hak hokum individual legal rights dari setiap warga Negara Indonesia, apapun latar belakangnya; diakui, dijamin
dan dilindungi oleh Negara tanpa kecuali. Selain menjamin hak warga Negara di depan hokum, konstitusi juga menegaskan kewajiban warga Negara untuk menjunjung hokum dan
pemerintahan dengan tanpapengecualian.
28
Indonesia memiliki sejumlah perauran perundang-undangan ditingkat nasional yang menegaskan bahwa hak-hak hokum setiap warga Negara dilindungi:
Pertama, UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakoman mengatur beberapa prinsip antara lain peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan Pasal 2 ayat 4, dan azas
non diskriminasi Pasal 4 ayat 1. UU Kekuasaan Kehakiman juga mengatur rehabilitasi jika terjadi kesalahan dalam penangkapan dan penahanan, serta yang terpenting adalah
menegaskan bahwa tersangka dan terdakwa berhak memperoleh bantuan hokum pada setiap tingkat pemeriksaan Pasal 56. Ketentuan lainnya adalah asas praduga tidak bersalah,
bahwa setiap tersangka harus dianggap tidak bersalah sebelum ada kekuatan hokum tetap Pasal 8 ayat 1.
27
Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945.
28
Pasal 27 ayat1 UUD 1945.
[Type text] Kedua, UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM mengatur beberapa hal penting terkait
jaminan pemenuhan hak hokum individu bagi setiap warga Negara; yakni menjamin hak tersangka dan terdakwa tidak diperlakukan secara diskriminatif, hak untuk tidak disiksa dan
persamaan dimuka hokum, hak untuk hidup. Ketiga, pengaturan hak hokum individu juga terdapat dalam Pasal 54-73 KUHAP.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang pengaturan jaminan dan perlindungan hak hokum individu dalam pemeriksaan hokum pidana di Indonesia.
3.1.1 Hak Hukum dalam Penyelidikan dan Penyidikan
“Penyelidikan dan Penyidikan adalah awal dari sebuah proses hokum pidana, baik itu tindak pidana ringan, tindak pidana yang ancaman hukumannya di bawah lima tahun
penjara, maupun tindak pidana dengan ancaman hukuman seumur hidup dan hukuman mati. KUHAP mendifinisikan penyelidikan dan penyidikan sebagai berikut.
Penyelidikan diatur dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP: “Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini” “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dal hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
Penyelidikan dan penyidikan bertujuan untuk memproses dugaan terjadinya tindak pidana, menemukan tersangka, dan mengumpulkan alat serta barang bukti yang
[Type text] menunjukkan perbuatan tersangka yang melanggar aturan pidana. Dalam tahapan ini, ada
tiga hal yang menjadi kewenangan Kepolisian yang terkait dengan hak-hak hokum individu dalam proses hokum:
a. Pemeriksaanpembuatan Berita Acara Pemeriksaan BAP
Pada proses ini, penyidik akan memeriksa dan meminta keterangan tersangka, saksi atau korban mengenai perkara. Keterangan mereka akan ditulis oleh penyidik dalam BAP.
Selanjutnya keterangan dalam BAP itulah yang digunakan jaksa untuk merumuskan dakwaan terhadap tersangkaterdakwa tersebut di persidangan. Untuk mewujudkan
peradilan yang adil, keterangan dalam BAP tersebut harus sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Untuk itu, diatur beberapa ketentuan mengenai hak tersangkasaksi pada
tahap pembuatan BAP ini, yaitu: Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik Pasal 50 ayat 1
KUHAP.
Tersangkasaksi berhak diberitahu mengenai perkara yang melibatkan dirinya dengan bahasa yang ia menegrti Pasal 51 huruf a KUHAP juncto Pasal 5 ayat
1 huruf d UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Tersangkasaksi berhak memberikan keterangan secara bebas dan tanpa tekanan Pasal 52 dan 117 KUHAP juncto Pasal 5 ayat 1 huruf c UU
Perlindungan Saksi dan Korban
Tersangkasaksi berhak mendapat bantuan hokum atau didampingi penasehat hukum Pasal 54,55,56,70 ayat 1 KUHAP dan Pasal 37 UU No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Tersangka Berhak mengajukan saksi atau ahli yang meringankan dirinya untuk diperiksa Pasal 65 KUHAP.
Tersangka berhak mendapat salinan BAP Pasal 72 KUHAP.
Tersangkasaksi berhak menolak membubuhkan tanda tangan di BAP dengan
menyebutkan alasannya Pasal 118 KUHAP.
Tersangkasaksi berhak mendapat surat panggilan pemeriksaanyang sah dengan tenggang waktu yang wajar Pasal 112 KUHAP.