[Type text]
IV. TEMUAN RISET PELAKSANAAN UU BANTUAN HUKUM 4.1. Proses Verifikasi dan Akreditasi
Undang-Undang No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum telah disahkan 4 Oktober 2011, namun baru efektif berlaku sejak Juli 2013. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab
sebelumnya,pemberian layanan bantuan hokum pada UU Bantuan Hukum tidak dilakukan langsung oleh pemerintah. Bantuan hokum tersebut diberikan oleh OBH atau yang oleh UU
bantuan Hukum disebeut dengan Pemberi Bantuan Hukum PBH. Agar dapat disebut PBH, suatu organisasi bantuan hokum harus mengikuti proses verivikasi
yang dilakukan oleh pemerintah. Apabila OBH tersebut berhasil memenuhi semua persyaratanyang dibutuhkan selama proses verivikasi, maka pemerintah akan menyatakan OBH
tersebut lulus verivikasi dan ditentukan nilai akreditasinya. OBH yang dusah terakreditasi dapat dianggap sebagai PBH dan dapat memberikan layanan bantuan hokum sesuai dengan UU
Bantuan Hukum. a.
Pembentukan Panitia Verivikasi Sebelum dilakukannya verivikasi, pemerintah terlebih dahulu membentuk Panitia
Verivikasi. Hal itu juga sebagai pelaksanaan dari ketentuan dalam UU Bantuan Hukum.
61
Menurut UU Bantuan Hukum, anggota Panitia Verivikasi tersebut harus mewakili berbagai unsure, yaitu Kementerian Hukum dan HAM Kemenkumham,
akademisi, tokoh masyarakat, dan OBH. Panitia Verivikasi tersebut dketuai langsung oleh Kepala BPHN.
61
Pasal 7 ayat 2 UU Bantuan Hukum.
[Type text] Selanjutnya Panitia Verivikasi membentuk kepanitiaan yang sumber dayanya berasal
dari Kemnkumham. Soal pendanaan dalam pelaksaan verivikasi, Panitia Verivikasi mencoba berkoordinasi dengan mengundang mitra pembangunan yaitu organisasi-
organisasi internasional yang memiliki kepedulian terhadap bantuan hokum. b.
Standard an persyaratan dalam proses verivikasi
Mengenai penentuan standard an persyaratan yang harus dipenuhi oleh OBH dalam proses verivikasi, Panitia Verivikasi memang tidak memiliki peran besar. Sebab standar
tersebut sudah dicantumkan dalam UU Bantuan Hukum dan peraturan pelaksanaannya. Syarat umum bagi OBH adalah berbentuk badan hokum, memiliki kantor atau sekretaris
yang tetap, memiliki pengurus dan program bantuan hokum.
62
Selanjutnya pada peraturan pelaksanaannya, persyaratan tersebut bertambah dengan syarat memiliki
advokat yang terdaftar pada lembaga bantuan hokum atau organisasi dan telah menangani paling sedikit 10 kasus.
63
Meski persyaratan tersebut telah ditetapkan dengan undang-undang, tetapi Panitia Verivikasi juga bisa melakukan diskresi. Misalnya, terkait dengan persyaratan berbentuk
badan hokum. Bagi OBH yang mengikuti proses verivikasi, untuk memenuhi persyaratan tidak harus berbentuk badan hokum. Tetapi panitia verivikasi memberikan kelonggaran
kepada OBH untuk mengurus pembentukan status badan hokum setelah OBH tersebut mendapat akreditasi.
62
Pasal 8 ayat 2 UU Bantuan Hukum.
63
Pasal 12 Permenkumham No.3 Tahun 2013 tentang Tata cara Verivikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan.
[Type text] c.
Praktek pelaksanaan verivikasi Tahap pelaksanaan verivikasi, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan administrasi dan pemeriksaan faktual.
64
Pada tahap pemeriksaan administrasi, Panitia Verivikasi hanya mengecek kelengkapan berkas terkait persyaratan
yang ditentukan dalam UU Bantuan Hukum. Sebelumnya, berkas-berkas itu sudah dikirimkan OBH melalui Permohonan Verivikasi dan Akreditassi sebagai Pemberi
Bantuan Hukum. Berdasarkan permohonan-permohonan itulah Panitia Verivikasi mendata OBH berdasarkan wilayahnya dan menyeleksi OBH yang sudah memenuhi
persyaratan minimal terkait berkas-berkas yang diajukan. Setelah pemeriksaan administrasi, dilanjutkan pada pemeriksaan factual. Pada
pemeriksaan factual, panitia dari Panitia Verivikasi akan mendatangi likasi atau kantor OBH untuk mengecek langsung kebenaran dari berkas persyaratan yang diajukan pada
pemriksaan administrasi. Denganmendatangi langsung kantor OBH, Panitia Verivikasi bisa mengetahui kebenaran dari keberadaan kantor, kepengurusan, dan kegiatan OBH
tersebut. Saat melakukan pemeriksaan factual, Panitia Verivikasi juga mengalami beberapa
kendala. Pertama, kendala geografis khususnya saat melakukan pemeriksaan factual di daerah-daerah yang masih terpencil. Dalam pelaksanaan verivikasi, Panitia Verivikasi
mendatangi OBH yang sudah dibagi perwilayah, kendalanya adalah kadangkala lokasi antar satu OBH dengan OBH lain terpencar jauh sehingga menghabiskan waktu. Alamat
beberapa OBH juga sulit dicari. Dampakanya adalah dari 593 OBH, ada 14 OBH yang
64
Pasal 8 Permenkumham No.3 Tahun 2013.
[Type text] kantornya tidak dapat ditemukan oleh Panitia Verifikasi. Kedua, selain kendala geografis
juga terdapat kendala teknis. Sebelum dating ke kantor OBH, Panitia Verifikasi sudah memberitahukan kehadirannya melalui surat sehingga OBH bisa mempersiapkan diri
dengan persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan. Namun kenyataannya sering kali OBH kurang siap saat Panitia Verivikasi datang.
d. Proses dan pemberian hasil akreditasi
Setelah proses pemeriksaan factual yang kurang lebih menghabiskan waktu dua bulan, tahapan selanjutnya dilakukan oleh Panitia Verifikasi adalah menentukan OBH
mana saja yang dianggap lulus verifikasi dan nilai akreditasinya. OBH akan dinyatakan lulus verifikasi jika sudah memenuhi syarat minimal yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Sementara itu mengenai pengklasifikasikan nilai akreditasi, Panitia Verifikasi memperhitungkan beberapa factor seperti rata-rata jumlah penanganan kasus terkait
orang miskin, jumlah advokat,jumlah program bantuan hokum non-litigasi, latar belakang pendidikan advokat, jangkauan penanganan kasus, lama berdirinya OBH, dan lain-lain.
65
Pada tahap inilah yang menimbulkan banyak peerdebatan daintara anggota Panitia Verifikasi. Ada anggota Panitia Verifikasi yang menilai suatu OBH pada dasarnya tidak
layak lulus verifikasi meski sudah memenuhi persyaratan minimal karena OBH tersebut dianggap kurang berkualitas dalam memberikan layanan bantuan hokum. OBH dengan
kategori ini diduga tidak memiliki integritas dalam menjalankan praktek bantuan hokum. Ada juga anggota Panitia Verifikasi yang merasa suatu OBH sebenarnya layak lulus
meski tidak memenuhi persyaratan minimal karena OBH tersebut sudah lama
65
Pasal 29 ayat 2 Permenkumham No.3 Tahun 2013.
[Type text] memberikan bantuan hokum dan telah mebuktikan kualitasnya. Tapi pada akhirnya
Panitia Verifikasi tetap berpedoman pada persyaratan admonistratif yang tercantum dalam UU Bantuan Hukum, OBH tersebut khususnya yang berlokasi di daerah akan
terdorong untuk meningkatkan kualitas mereka sehingga memperluas access to justice.
66
Hingga akhirnya pada Juni 2013, diumumkan nama-nama OBH yang lulus verifikasi, yaitu sejumlah 310 OBH di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 10 OBH
berakreditasi A, 21 OBH berakreditasi B, dan 279 OBH berakreditasi C.
67
Banyaknya OBH yang tidak lulus sebagaian besar disebabkan oleh jumlah penanganan kasus yang
tidak mencapai 10 kasus dan tahun pendirian dari OBH tersebut.
4.2. Kelembagaan dan Regulasi Peran dan Kewenangan Implementasi Bantuan Hukum
. Program bantuan hokum di bawah UU No.16 Tahun 2011, memberikan peran yang sangat
besar kepada Kementerian Hukum dan HAM, yaitu: 1 regulator bantuan hukm, 2 operatorpenyaluran dana bantuan hokum, dan 3 pengawasan dan evaluasi pelaksanaan bantuan
hokum. Idealnya, ketiga fungsi tersebut tidak bertumou pada satu institusi guna untuk meminimalisasi penyalahgunaan kewenangan yang sangat mungkin terjadi.
68
Pada saat bersamaan, ada satuan kerja lain di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, yaitu Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Ditjen Pas, yang sejauh ini fungsinya hanya
melakukan pendataan jumlah tahanan dan narapidana, kurang difungsikan. Lembaga ini belum
66
Wawancara dengan perwakilan LBH Bali 10 Oktober 2015.
67
Kepmenkumham RI No. M.HH-02HN.03.03 Tahun 2013.
68
Wawancara materi diskusi tentang UU Bantuan Hukum terkait luasnya kewengan Kementerian Hukum dan HAM dan HAM RI yaitu dari segi registrasi dan akreditasi, anggaran, hingga pengawasan..
[Type text] melakukan penyesuaian terhadap system bantuan hokum, semisal melakukan pendataan terhadap
tahanan dan narapidana dengan kategori miskin, agar dapat diakses oleh semau OBH penyedia bantuan hokum.
69
Padahal, tercatat pelanggaran hak hokum individu, banyak terjadi terhadap tahanan dan narapidana.
70
Terkait pengelolaan rumah tahanan Rutan dan lembaga pemasyarakatan Lapas, ternyata Ditjen Pas memiliki kewenangan yang sangat terbatas, untuk pengelolaaan tahanan adalah
menjadi kewenanga Kantor Wilayah Hukum dan HAM yang selanjutnya dikoordinasikan dengan Sekretariat Jendral Kemenkumham, sedangkan pendidikan sipir dikelola oleh Inspektorat
Jendral Kemenkumham. Namun, ketika terjadi pelanggaran hak hokum individu,baik yang dialami tahanan maupun narapidana, pengaduan justru dialamatkan ke Dirtjen Pas, yang
notebene tidak memiliki kewenangan untuk menindak pelanggaran yang terjadi di Rutan dan Lapas.
71
Model Pengawasan dan Evaluasi
Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan system bantuan hokum dijalankan oleh jajaran Kementerian Hukum dan HAM, berdasarkan Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013
tentang Syarat dan Tata cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.
72
Adapun jajaran unit kerja pelaksana pengawasan dan evaluasi terdiri dari:
69
Audensi dengan jajaran Lapas Kerobokan 5Nopember 2015
70
Hasil diskusi dengan LBH Bali 10 Oktober 2015.
71
Keterangan Kalapas Kerobokan 25 Oktober 2015.
72
Pasal 34 ayat 1 PP No.42 Tahun 2013, Menteri melakukan Pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran dana Bantuan Hukum, Ayat 2 menyebutkan pengawasan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dilaksanakan oleh unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pemberian bantuan hokum pada Kementerian.
[Type text] Pertama:
a Badan Pembinaan Hukum Nasional;
b Inspektorat Jendral;
c Biro Keuangan Sekretariat Jendral; dan
d Biro Perencanaan Sekretariat Jendral
Kedua, di tingkat Daerah terdiri dari : a
Kantor Wilayah Kementerian; b
Biro Hukum Pemerintahan Daerah Provensi; c
Rumah Tahanan di Kantor Kemeterian;
Ruang lingkup tugas dan kewenangan dari unit kerja pengawasan dan evaluasi, sesuai dengan ketentuan Pasal 35 PP No. 42 Tahun 2013 adalah:
a Melakukan pengawasan atas pemberian bantuan hokum dan penyaluran dana bantuan
hokum; b
Menerima laporan pengawasan yang dilakukan oleh panitia pengawasan daerah; c
Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan penyimpangan pemeberian Bantuan Hukum dan Bantuan Hukum;
d Melakukan klarifikasi atas adanya dugaan penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan
penyaluran dana Bantuan Hukum yang dilaporkan oleh panitia pengawas daerah danatau masyarakat;
e Mengusulkan sanksi kepada Menteri atas terjadinya penyimpangan pemberian Bantuan
Hukumdanatau penyaluran dana Bantuan Hukum; dan f
Membuat laporan pelaksanaan pengawasan kepada Menteri.
[Type text] Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini menilai bahwa tugas dan fungsi unit kerja
pengawasan dan evaluasi di bawah Kemekumham hanya menjangkau hal-hal yang bersifat administrative, namun tidak menjangkau persoalan substansi yang sangat penting. Misalkan
terkait kualitas pelayanan atau bantuan hokum yang disediakan oleh OBH. BPHN menegaskan bahwa “Kita tidak mencampuri bagaimana OBH memberikan bantuan hokum, berkualitas atau
tidak, tapi kita focus pada hal-hal yang bersifat administrative. Untuk itu masalah kekuarangan panitia pengawas ini kami akui. Tapi jika ada pelanggaran bisa disampaikan ke kami”
73
Keterangan dari BPHN dapat disimpulkan bahwa control terhadap kualitas layanan bantuan hokum, sepenuhnya diserahkan kepada OBH, dan sejauh ini belum ada mekanisme pengawasan
dan evaluasi yang bersifat menyeluruh. Pengawasan lebih bersifat pasif, yaitu menunggu komplin atau pengaduan, hal ini mengingat aturan tentang pengaduan dan evaluasi masih sangat
umum, yakni didasarkan pada PP No. 42 Tahun 2013.
Kesiapan Organisasi Bantuan Hukum
Terkait kesiapan OBH yang telah lolos verivikasi dan akreditasi sebagai penyedia bantuan hokum, berdasarkanUU No.16 Tahun 2011, penelitian ini mengklasifikasikan hasil wawancara
dengan OBH ke dalam dua kategori, yaitu: 1 OBH belum melakukan perubahan atau penyesuaian secara internal; 2 OBH telah melakukan perubahan secara khusus setelah lulus
verifikasi dan akreditasi.
73
FGD Pelaksanaan UU Bantuan Hukum, Bagian HK.Acara FH UNUD 20 September 2015
[Type text] Tabel No. 4.1
Kesiapan OBH di Lima Kabupaten Provensi Bali Mneyesuaikan dengan Skema Bantuan Hukum BPHN
No Kesiapan OBH
Keterangan
1 Belum
melakukan perubahanpenyesuaian
- Belum menyiapkanformolir khusus untuk penangan bantuan
hokum skema BPHN; -
Hanya memberikan informasi program bantuan hokum kepada korban dn komunitas yang terjangkau;
- Tidak ada pengumunan secara luas terkait bantuan hokum skema
BPHN; -
Pengurusan Badan Hukum baru dilakukan setelah lulus verifiikasi dan akreditasi.
2 OBH
melakukan perubahanpenyesuian khusus
- Menyediakan formulir bantuan hokum skema BPHN
- Menginformasikan bantuan hukm skema melalui website
organisasi,leaflet, dan beragam terbitan lainnya; -
Membuat training paralegal; -
Bersama-sama dengan paralegal melakukan sosialisasi terkait bantuan hokum untuk orang miskin dengan skema BPHN;
- Memiliki cukup pengacarapenasehat hokum yang siap memberi
layanan bantuan hokum;
Terkait OBH yang masuk kreteria pertama, hasil wawancara menunjukkan bahwa beberapa OBH berpendapat penyesuaian atau perubahan secra internal untuk menyesuaikan dengan UU
bantuan Hukum belum perlu dilakukan. Rata-rata OBH dengan katagori nilai C, memandang bahwa karena jumlah kasus yang ditangani terbatas, hanya 13 kasus per tahun, maka penyesuain
tidak perlu dilakukan. Selain itu, beberapa OBH menegaskan bahwa pelayanan bantuan hokum dijalankan seperti biasa, mengingat rata-rata OBH sudah member bantuan hokum, jauh sebelum
UU Bantuan Hukum disahkan.
74
Misalkan Gravitasi Negara yang mendapat akreditasi C, tidak memiliki strategi khusus untuk sosialisasi, selain tidak banyak memiliki pengacara, jumlah kasus
yang ditangani juga terbatas.
75
Terkait dengan OBH yang melakukan penyesuaian dan persiapan secara khusus, jumlahnya tidak banyak. Rata-rata dilakukan oleh OBH dengan akreditasi A di antaranya LBH Bali. Namun
74
Hasil FGD di lima Kabupaten Provensi Bali 5-15 November 2015.
75
Hasil FGD Negara
[Type text] demikian, ada juga beberapa OBH dengan akreditasi C yang juga melakukan penyesuaian, di
antaranya LBH Negara, Tabanan, Gianyar dan Singaraja melakukan pendidikan pararegal dan meluaskan jangkauan pelayanan bantuan hokum melalui paralegal.
76
Misalkan pada saat dilakukan wawancara, LBH Apik Tabanan sedang membuat daftar kasus yang akan didanai
melalui skema dana bantuan hokum pemerintah yaitu kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga.
77
Respon Aparat penegak Hukum terhadap UU Bantuan Hukum
Kepolisian Republik Indonesia POLRI, baik di tingkat pusat hingga tingkat daerh, belum memiliki agend dn kebijakan khusus untuk menyesuaikan dengan kehadiran dan pelaksanaan
UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kasubagops Reskrim Polda Bali:
Sejauh ini, Polda Bali belum melakukan persiapan secara khusus untuk menyesuaikan dengan UU Bantuan Hukum. UU ini jarang digunakan; dalam aplikasi, aturan yang
digunakan adalah KUHP,dimana hak dari saksi dan terdakwa sudah terangkum di dalam KUHAP ditambah lagi dengan UU Perlindungan Saksi dan Korban. UU ini tumpang tindih
dengan KUHAP khususnya tentang pemenuhan bantuan hukum
78
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa kepolisian belum melakukan upaya penyesuain di internal, baik berupa sosialisasi ataupun mengeluarkan kebijakan baru dalam rangka mengadopsi
UU No.16 Tahun 2011. Kepolisian masih menggunakan KUHAP sebagai rujukan utama untuk memenuhi hak atas bantuan hukum bagi tersangka dan terdakwa, secara khusus dengan ancaman
pidana di atas lima tahun, ancaman pidana seumur hidup dan ancaman pidana hukuman mati.
79
76
Hasil FGD di Lima Kabupaten Provensi Bali 5-15 November 2015.
77
Wawancara dengan dengan
78
Wawancara dengan Kasubagops, Reserse dan Kriminal Reskrim Polda Bali 18 September 2015.
79
Ibid.