BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan kurikulum pendidikan Sarjana Keperawatan atau Ners yang lebih berorientasi pada Kurikulum Berbasis Kompetesi KBK tentu memberikan
implikasi pada berbagai perubahan termasuk dalam kesiapan tenaga pembimbing klinik dalam memberikan bimbingan agar mencapai kompetensi yang diinginkan.
Pada kondisi ini maka peran seorang pembimbing klinik atau Pembimbing klinik sangat penting dalam setiap tahapan praktikum mahasiswa sejak di tatanan
laboratorium sampai pada tatanan klinik atau lapangan nyata Lukman, 2006 Peran adalah pola tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang
menduduki suatu jabatan atau pola tingkah laku yang diharapkan pantas dari seseorang. Oleh karena itu, seharusnya seorang pembimbing klinik diberi
wewenang dan tanggungjawab yang jelas sesuai dengan perannya dalam merancang, mengelola dan mengevaluasi pembelajaran klinik terhadap peserta
didik di tatanan klinik. Namun seringkali kita melihat dan merasakan keadaan yang berbeda dimana seorang pembimbing klinik sulit sekali menunjukkan
kemampuannya dalam membimbing peserta didik karena berbagai sebab antara lain adalah kurangnya kepercayaan diri dan ketidakjelasan peranan yang di
berikan institusi pendidikan pada para pembimbing klinik tersebut Akbar, 2006 Bimbingan praktek klinik keperawatan dilaksanakan oleh pembimbing
klinik dari institusi lahan praktek dan pembimbing dari institusi pendidikan atau
pembimbing pendidikan. Keberadaan pembimbing klinik dalam suatu praktek klinik merupakan suatu hal yang mutlak karena pembimbing pada praktek klinik
sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan pengetahuan, keterampilan dan sikap dari peserta didik. Selain itu pembimbing klinik merupakan sumber
motivasi bagi peserta didik untuk mencapai tujuan praktek Asmadi, 2008. Pembimbing juga dapat menilai apakah teori-teori yang didapatkan di kelas dapat
diterapkan dalam situasi nyata kepada klien, dan apakah rencana praktek keperawatan benar-benar dapat dilaksanakan, sehingga seorang pembimbing
klinik adalah seorang perawat yang mempunyai pemahaman konsep keperawatan, sehingga terampil sebagai pengajar dan mempunyai komitmen sebagai
pembimbing klinik yang benar-benar memahami peran dan fungsinya dalam membantu kegiatan mahasiswa.
Secara ideal menurut Davison dan Williams 2011, menyatakan bahwa di negara Denmark satu orang pembimbing klinik membimbing satu orang
mahasiswa, akan tetapi jika melihat kenyataan dipembelajaran klinik Indonesia satu orang pembimbing klinik harus membimbing 6 sampai 10 mahasiswa bahkan
bisa lebih di satu bangsal perawatan Anton, 2012. Menurut komite karir Federasi Perawat Royal Australia, dalam Lukman 2006 konflik peran ganda
timbul dikenal pada pekerjaan sebagai pembimbing klinik. Struktur tradisional yang tidak ada peran jelas untuk perawat klinik dan konsultan perawat klinik pada
pengajaran dan peran perawat edukator atau pendidik yang diperankan di kelas, telah digantikan oleh struktur baru yang memberikan perawat klinik suatu jalan
karir yang jelas dan perawat pendidik suatu peran pengajar pada kelas dan klinik,
dimana seharusnya terdapat pembagian tugas yang jelas antara peran perawat klinik dan konsultan perawat klinik pada pengajaran serta peran perawat edukator
atau pendidik yang berasal dari institusi pendidikan. Menurut penelitian Akhmad 2006 terdapat 3 dari 6 orang pembimbing
klinik di ruang rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin menyatakan bahwa pengelolaan ruang rawat inap kurang baik dalam praktek klinik mahasiswa. Hal
ini dikarenakan tidak adanya pengorganisasian peserta didik, alat dan bahan keperawatan serta tidak adanya pembagian tugas dan koordinasi saat praktek. Di
Bali, khususnya di RSUP Sanglah sudah terdapat buku pedoman yang mengatur peran dan tugas pembimbing klinik namun terkadang perannya masih tumpang
tindih dengan peran sebagai care giver. Peran seorang pembimbing klinik dapat dilihat dari peran secara umum
dan peran dalam praktek klinik keperawatan. Peran secara umum yaitu, sebagai Educator pendidik, sebagai care giver pelaksana, dan sebagai Role model
model contoh. Sedangkan peran dalam praktek klinik keperawatan yaitu, sebagai sumber informasi, sebagai motivator, sebagai fasilitator, dan sebagai
evaluator Soeratri, 2014. Ketimpangan peran pembimbing klinik antara care giver pelaksana dengan peran dalam praktek klinik keperawatan membuat
pembimbing klinik tidak dapat secara fokus dalam memberikan bimbingan kepada mahasiswa, sehingga perlu diadakan penelitian tentang peran pembimbing
klinik dalam praktek klinik keperawatan sebagai sumber informasi, sebagai motivator, sebagai fasilitator, dan sebagai evaluator Soeratri, 2014.
Fenomena yang sering ditemui adalah mahasiswa sering kali tidak bisa mencapai target kompetensi sesuai yang ditargetkan dari standar pendidikan
keperawatan Anton, 2012. Mahasiswa kurang mendapat bimbingan maksimal melalui bed side teaching atau ronde keperawatan misalnya tentang pemeriksaan
fisik, anamnesa, perawatan luka dan sebagaianya. Fenomena lain adalah mengenai evaluasi terhadap laporan asuhan keperawatan mahasiswa. Beberapa pembimbing
cenderung mengevaluasi secara formalitas, tidak mengecek secara langsung tentang kebenaran tindakan keperawatan yang dilakukan mahasiswa terhadap
pasien. Selain itu dalam melakukan responsi pembimbing cenderung tidak menilai penguasaan teori dan keterampilan mahasiswa dalam bertindak melainkan hanya
mengevaluasi tentang pengetahuan mahasiswa saja Anton, 2012.
Prestasi belajar mahasiswa dalam praktek klinik keperawatan, dalam hal ini yaitu mahasiswa program profesi ners erat kaitannya dengan kepuasan
mahasiswa dalam menjalankan praktek klinik keperawatan. Bimbingan klinik dikatakan berkualitas apabila dapat menciptakan kepercayaan diri, pengalaman,
serta memberikan pengetahuan mengenai kejelasan peran perawat secara profesional kepada mahasiswa keperawatan. Kualitas bimbingan klinik dalam
lingkungan praktik tidak terlepas dari peran pembimbing klinik yang sangat mempengaruhi tingkat kepuasan belajar dan berpengaruh pada kinerja mahasiswa
di lahan praktik Akbar, 2006. Kepuasan adalah hasil penilaian dari suatu penyampaian yang baik. Kepuasan pelanggan yang dalam hal ini adalah peserta
didik dapat dilihat dari komponen kualitas layanan yang diberikan. Menurut Tjiptono dan Diana 2007, kualitas layanan berkaitan erat dengan kepuasan
pelanggan. Kualitas layanan memberikan dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan
suatu organisasi. Ikatan emosional semacam ini memungkinkan organisasi untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan.
Kepuasan mahasiswa terhadap bimbingan klinik dapat dilihat dari lima dimensi kualitas peran yang diberikan oleh pembimbing klinik, terdapat lima
kriteria penentu kualitas tersebut, yaitu kehandalan reliability, daya tanggap responsiveness, jaminan assurance, perhatian individu empathy, dan bukti
fisik tangible. Menurut Kotler dalam Supranto 2006, mahasiswa dalam manajemen mutu terpadu perguruan tinggi merupakan pelanggan yang harus
dipuaskan. Untuk memberikan kepuasan dalam pelayanan kepada mahasiswa dalam praktek klinik keperawatan maka peran dari seorang pembimbing klinik
sangat diharapkan. Menurut Hidayat 2007, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan mahasiswa dalam proses belajar mengajar hal ini kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan klinik dalam proses pembelajaran yaitu persepsi
mahasiswa, profesionalisme dosenpendidik, akses informasi serta sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar mengajar mahasiswa maupun yang
mendukung proses bimbingan. Munro 2001 dalam Linda 2012, menyatakan bahwa bimbingan pembimbing klinik yang baik akan memberikan kepuasan yang
lebih baik pula untuk meningkatkan kepuasan mahasiswa dalam hal mengurangi kecemasan mahasiswa. Lukman 2014 menjelaskan bahwa untuk menciptakan
sebuah kepercayaan pembimbing klinik kepada mahasiswa adalah dengan menciptakan waktu bersama.
Menurut Azizah 2012, menyebutkan bahwa mahasiswa yang tidak puas atas bimbingan klinik cenderung tidak memiliki kepercayaan diri untuk
melakukan asuhan keperawatan yang nyata. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 September 2014 yang diperoleh dari buku
catatan pesan dan kesan mahasiswa yang praktek di Ruang Angsoka RSUP Sanglah mengungkapkan bahwa mahasiswa ingin dihargai, agar perawat berbicara
menggunakan etika yang baik, bimbingan yang mereka dapatkan kurang dari harapan mereka, mahasiswa mengharapkan agar diberi perintah atau bimbingan
sesuai dengan standar kompetensi yang ada serta memberikan senyuman kepada mahasiswa, mahasiswa mengharapkan agar pembimbing klinik atau perawat
ruangan lebih meluangkan waktunya untuk mahasiswa, bimbingan yang diberikan oleh pembimbing klinik pada praktek klinik keperawatan juga belum
optimal. Berdasarkan pesan dan kesan mahasiswsa diatas, maka kurangnya kepuasan mahasiswa berasal dari komponen responsiveness daya tanggap dan
empathy empati. Responsiveness yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap yang
meliputi : kesigapan petugas dalam melayani klien, kecepatan petugas dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan klien. Dalam bimbingan klinik,
kurangnya responsiveness daya tanggap dapat berupa kurangnya pembimbing klinik dalam memberikan waktu luang untuk bimbingan mahasiswa, pembimbing
klinik tidak sigap dalam membimbing mahasiswa, kurang menanggapi keluhan
mahasiswa serta kurang menghargai mahasiswa. Dilihat dari segi komponen empathy empati, yaitu memberika perhatian secara individual kepada pelanggan
yaitu meliputi kemudahan pelanggan memanfaatkan jasa, kemampuan komunikasi untuk menyampaikan informasi pada pelanggan dan pemahaman terhadap
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Bila dilihat dari segi bimbingan klinik maka kurangnya empathy empati berupa pembimbing klinik kurang memberikan
perhatian terhadap keluhan mahasiswa. Berdasarkan hasil wawancara mengenai peran pembimbing klinik saat
shift jaga pagi, sore maupun malam terhadap 5 orang mahasiswa yang praktek di IRNA C RSUP Sanglah, diperoleh 3 dari 5 mahasiswa yang sedang pendidikan
S1 Keperawatan mengungkapkan bahwa bimbingan yang mereka dapatkan kurang dari harapan mereka, bimbingan yang diberikan oleh pembimbing klinik
pada praktek klinik keperawatan juga belum optima, pembimbing klinik kurang memberikan jasa bimbingan yang cepat dan kurang menanggapi keluhan yang
dihadapi mahasiswa, pembimbing klinik kurang perhatian terhadap kebutuhan pembelajaran mahasiswa dan dari segi komunikasi sudah cukup.
Kurangnya peran pembimbing klinik disebabkan oleh keterbatasan waktu dalam pelaksanaan bimbingan, karena selain sebagai pembimbing klinik, ia juga
berperan sebagai care giver pelaksana dalam lahan praktek. Keterbatasan waktu dalam pelaksanaan bimbingan dan tingginya beban kerja memegang andil besar
yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas bimbingan. Jadwal praktek mahasiswa di ruangan yang terlalu pendek karena pertukaran tempat praktek antar mahasiswa
berkisar 3 hari dalam satu ruangan juga menjadi salah satu penyebab kurangnya peran pembimbing klinik.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dari lima komponen kepuasan mahasiswa ada dua komponen yang paling bermasalah yaitu komponen
responsiveness daya tanggap dan empathy empati, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hubungan peran pembimbing klinik dengan kepuasan mahasiswa
dalam praktek lapangan klinik keperawatan di IRNA C RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014.
1.2. Rumusan Masalah