Letak dan Keadaan Alam
daerah hutan. Pertambahan penduduk yang besar awal abad ke-19 telah membuat areal hutan itu menjadi sangat berkurang, semakin banyak lahan hutan yang terus
menerus dibuka, walaupun kenyataannya penghidupan para penghuni pulau itu sebagian besar tergantung pada hutan. Disamping bahan makanan untuk mereka
sendiri dan ternak, kayu sebagai alat bangunan untuk perumahan, perahu dan peralatan, serta kayu bakar untuk menanak makanan diambil dari hutan-hutan itu.
Juga pengolahan barang-barang untuk diekspor seperti ikan pindang, gula siwalan, dan arang menggunakan kayu dalam jumlah yang besar.
Tabel 1 Persediaan Bahan Makanan Rakyat Rata-Rata 1 TahunJiwa dalam kg di
Madura 1919-1940 Bahan
Tahun makanan
1919 1920
1925 1930
1935 1940
Beras Jagung
Ketela Ubi
Kacang tanah Kedelai
102 29
71 25
3,7 4,3
86 44
160 42
4,9 3,7
86 40
142 25
2,6 4,2
89 45
116 26
3, 4,9
85 42
132 30
2,3 4,9
87 37
159 32
2,7 5,9
Sumber: Soedigdo
Hardjosudarmo, Kebijaksanaan
Transmigrasi: Dalam
Rangka Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia, Jakarta: Bharatara, 1965, hlm. 84.
Keadaan fisik Pulau Madura kurang menguntungkan untuk usaha pertanian. Sebagian besar tanahnya terdiri dari tanah kapur, yang terbentuk pada
jaman pleistosen, yang umumnya kurang subur untuk pertanian. Disamping itu 18,20 atau kira-kira 99,650 hektar, merupakan tanah gundul dalam keadaan
fisis tehnis kritis dan hydrologis kritis. Curah hujan rata-rata di Madura hanya
sekitar 1276 mm, dengan rata-rata bulan basah tahunan 5,4 dan bulan keringnya 4,8. Suhu udara rata-rata di Madura 26.61
o
C. Tipe iklim Madura termasuk dalam klasifikasi “Type Aw”. Tipe iklim ini ditandai oleh curah hujan bulan terkering
13,95 mm di bawah 60 mm dan kekeringan ini tidak dapat diimbangi oleh jumlah curah hujan sepanjang tahun. Iklim di Madura ditandai oleh dua musim,
yaitu musim kering dan musim hujan, yang masing-masing berlangsung dari bulan Mei sampai pertengahan Oktober dan dari pertengahan November sampai
April. Yang mana kegiatan pertanian di sebagian besar pulau ini tergantung pada besarnya curah hujan.
2
Tabel 2 Jumlah Rata-Rata Banyaknya Hujan Per Hari Tiap-Tiap Bulan
dalam millimeter
Bulan 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 Total
Jawa- Madura
Bangkalan Pamekasan
Sumenep 18,9
17,6 18,4
16,7 18,4
15,5 16,4
14,6 18,1
15,3 15,7
15,1 14,4
14,9 13,3
10,3 10,2
10,5 9,1
8,0 8,3
8,6 7,6
6,6 6,4
5,3 3,1
3,3 4,6
3,4 1,6
1,1 5,2
3,3 0,9
0,6 9,5
5,8 2,2
1,9 14,1
10,2 8,1
7,8 18,1
17,1 17,0
16,1 146,6
127,4 113,4
102,1 Sumber :
Kuntowijoyo, Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura, Jogjakarta: Mata Bangsa, 2002, hlm. 28.
2
Huub de Jonge, Agama, Kebudayaan, Dan Ekonomi, Jakarta: Rajawali, hlm. 230.
Tabel 3 Jumlah Rata-Rata Curah Hujan Tiap-Tiap Bulan
dalam millimeter
Bulan 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 Total
Jawa- Madura
Bangkalan Pamekasan
Sumenep Madura
369
252 252
259 254
369
228 253
281 254
344
250 262
268 260
261
254 190
180 208
171
170 113
126 136
162
124 95
102 107
102
76 43
52 57
68
45 13
7 22
87
40 8
4 17
179
68 23
29 40
274
153 136
97 129
356
264 137
273 258
2722
1924 1625
1678 1742
Sumber: Kuntowijoyo, Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura,
Yogyakarta: Mata Bangsa, 2002, hlm. 29.
Dari tabel di atas kita dapat simpulkan, bahwa wilayah Madura, seperti Bangkalan, Pamekasan dan Sumenep. Memiliki curah hujan yang sangat sedikit
jika dibandingkan dengan wilayah Jawa. Keadaan yang semacam ini sangat menganggu untuk usaha pertanian, karena curah airnya tidak mencukupi terutama
di musim kemarau. Ketidakseimbangan tata air yang ada di Madura bukan semata-semata dari pengaruh unsur iklim saja tetapi juga dipengaruhi oleh
keadaan jenis hutannya dan jumlahnya, keadaan fisik tanah, serta kegiatan manusianya.
Tabel 4 Tanah yang Ditanami di Madura: Tipe-Tipe, Luas dalam Bau, dan
Persentase dalam tanda kurung Tahun 1906
Sawah Tegal
Wilayah Irigasi
Tahunan Irigasi
Msm Hjn
Tergant ung
Hujan Sawah
Diubah Menjadi
Tegal Tahunan
Tdk Tetap
Total
Pamekasan Sumenep
Bangkalan Sampang
Madura 1.917
3,6 3.978
3,0 1.385
1,4 1.329
1,9 8.609
2,4 935
0,7 970
1,0 176
0,2 2.801
0,6 11.397
21,5 18,821
14,3 36,662
36,4 27.720
39,1 94.600
26,5 695
1,3 254
0,2 895
0,8
1.844 0,6
39.099 73,6
107.729 81,8
60.872 60,4
30.944 43,7
238.644 66,9
10.717 15,1
10.717 3,0
53.108 100
131.717 100
100.784 100
70.885 100
356.495 100
Sumber : Kuntowijoyo, Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura,
Jogjakarta: Mata Bangsa, 2002, hlm. 39. Statistik di atas menunjukkan bahwa ekologi Pulau Madura sebenarnya
sangatlah tidak mendukung sebagai tempat bercocok tanam. Respons orang Madura terhadap kekurangan ekologis ini tentu saja sangat penting untuk
diketahui. Orang Madura tidak hanya memiliki persedian tanah yang sedikit, kenyataannya mereka sering kali kekurangan tenaga pengolah tanah. Tanah-tnah
pertanian yang ditanami telah dicatat selama Belanda melaksanakan kembali distribusi tanah Pamekasan. Laporan tahun 1860 mencatat bahwa di Desa Tokol,
misalnya, beberapa lading ditinggalkan, tidak ditanami karena kekurangan tenaga kerja, dan orang-orang desa enggan untuk menerima penghuni-penghuni tetap
yang baru. Sebuah alasan telah diberikan pejabat resmi bahwa kekosongan tanah itu karena adanya gerakan penduduk petani ke bagian pojok timur Pulau Jawa,
meninggalkan tanah-tanah pertanian miliknya untuk bekerja di perkebunan Belanda yang secara ekonomis lebih menguntungkan.
3
Secara keseluruhan keadaan fisik Pulau Madura baik yang mencakup masalah tanahnya, iklimnya, morfologinya, tata airnya dan sebagainya kurang
menguntungkan untuk
usaha pertanian.
Keadaan alam
yang kurang
menguntungkan ini
mendorong mereka
meninggalkan daerahnya
untuk bermigrasi. Karesidenan Madura terletak antara 6
o
49 dan 7
o
20 Lintang Selatan dan antara 112
o
40 dan 116
o
20 Bujur Timur. Karena letak Madura termasuk dalam jajaran pulau-pulau tropika, maka temperatur di Madura selalu panas.
4