Dampak Sosial Ekonomi DAMPAK MIGRASI ORANG-ORANG MADURA

berdasarkan hokum adat hanya dapat disewa selama lima tahun, sedangkan tanah milik mereka untuk dua puluh tahun. Selanjutnya perjanjian harus terdaftar. Suatu akibat dari peraturan tersebut ialah bahwa ada kecendrungan menjadikan status yang disewakan berubah sehingga berstatus milik yang menyewakan. 5 Aturan seperti ini, tentu saja mempermudah modal-moda asing untuk menanamkan modalnya di Pulau Jawa dalam hal ini Jawa Timur. Yang secara otomatis memperbanyak pabrik-pabrik yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Pada tahun 1910 dengan disertasinya yang terkenal Staathuishoudkunde, J.H. Boeke secara tepat memisahkan dua macam kebutuhan orang Indonesia, yaitu kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial. Perbedaan diantara dua macam kebutuhan ini adalah bahwa yang pertama merupakan kebutuhan perorangan yang diukur dengan ukuran individu, sedangkan yang kedua merupakan kebutuhan perorangan tetapi diukur berdasar norma yang ditetapkan masyarakat. Yang menjadi masalah adalah bahwa tidak selalu mudah memisahkan dua tipe kebutuhan tersebut. Kadang-kadang ada kebutuhan yang jelas-jelas merupakan kebutuhan ekonomi seperti kebutuhan akan makan. Kebutuhan akan sandang mudah dimasukkan sebagai kebutuhan ekonomi, tetapi sesudah tingkat tertentu orang dapat pula mengklasifikasikannya sebagai kebutuhan sosial, misalnya pakaian seragam atau pakaian untuk pesta atau upacara-upacara. Bagaimana dengan rumah, ternak, dan kendaraan? Semakin 5 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 ; Dari Emporium sampai Imperium, Jakarta: PT. Gramedia,1987, hlm. 331. banyak macam kebutuhan manusia yang kita sebutkan, makin sulit untuk memisah-misahkan fungsinya antara ekonomi dan sosial. 6 Pulau Madura serta pulau-pulau kecil yang lain di laut Jawa merupakan pulau-pulau yang keadaan tanahnya kurang cocok untuk persawahan. Berlayar dan mencari ikan di laut merupakan tradisi yang dimiliki oleh penduduk di pulau- pulau tersebut. Tradisi berlayar ini juga mendorong migrasi ke luar penduduk Madura. Apabila dilihat dari pengelompokan permukiman penduduk secara geografis, terutama terpusat di daerah-daerah yang keadaan tanahnya subur, seperti dari Surabaya sampai Pasuruan, Sepajang jalur Surabaya-Malang, dan sepanjang jalur tengah Surabaya-Mojokerto-Jombang sampai perbatasan Jawa Tengah. Pemusatan penduduk di daerah-daerah yang tanahnya subur bisa dimengerti, bercocok tanam merupakan pekerjaan turun temurun yang dilakukan penduduk di Jawa. Daerah persawahan dan perkebunan yang sebagian besar menempati wilayah tersebut menyerap tenaga kerja yang besar. Keterikatan antara aspek-aspek geografis dengan pemusatan penduduk secara perlahan-lahan mengalami perubahan, sejalan dengan dinamika aspek sosial-ekonomi seperti berubahnya struktur pekerjaan baik di daerah pedesaan maupun di perkotaan, yang antara lain diakibatkan oleh berkembangnya sektor-sektor; seperti administrasi pemerintahan birokrasi, persekolahan pendidikan, transportasi, komunikasi, dan industrialisasi. 7 6 Mubyarto, Ekonomi dan Keadilan Sosial, Yogyakarta: Aditya Media, 1980, hlm. 32. 7 Suko Bandiyono, op.cit., hlm. 37-38. Daerah Madura sudah lama dikenal banyak migran yang keluar. Menurut MEI, dalam sensus 1930 lebih dari 250 ribu penduduk tiba di Jawa Timur tidak termasuk Madura, mempunyai tempat kelahiran di pulau Madura. 8 Jawa Timur yang terdiri lebih dari 60 pulau-pulau, memiliki luas daratan 47.922 km 2 , atau sekitar 2,5 persen dari seluruh wilayah Indonesia. Dengan kondisi geografis yang agak terpencar, penduduk lebih terkonsentrasi di pulau terbesar yaitu daratan pulau Jawa bagian timur. Penduduk yang tinggal di daratan pulau Jawa adalah 90,53 persen, tinggal di daratan pulau Madura 8,40 persen dan sisanya 1,07 persen terpencar di pulau-pulau sekitar Madura dan Bawean. Di daratan Jawa, sebagian besar penduduk tinggal di dataran alluvial, yaitu dataran yang subur dengan kondisi persawahan yag baik, terletak di zona tengah Jawa, dimulai dari Kabupaten Ngawi sampai Banyuwangi. Sedikit dibawah kesuburan zona tengah, daerah pantai Jawa memiliki tanah berkapur. Terbentang dari kabupaten Tuban, Bojonegoro sampai Gersik. Karena luas wilayah yang relatif lebih kecil disbanding zona tengah, persentase penduduk yang tinggal di daerah ini cukup besar. Pengembangan industri besarsedang dan perdagangan merupakan sektor- sektor yang memiliki daya tarik bagi pendatang daerah lain. Hal ini sangat berbeda dengan zona selatan Jawa. Walaupun merupakan daerah pantai, struktur tanah di wilayah ini lebih tidak subur dibanding zona utara. Zona selatan ini dimulai dari Lumajang Selatan, Malang Selatan terus membujur kearah barat sampai di Kabupaten Pacitan. 9 8 Suko Bandiyono, loc.cit. 9 Ida Komang Wisnu, op.cit., hlm. 12. Bagi masyarakat Madura sendiri, dengan berpindahnya mereka dari Madura menuju Jawa Timur. Ada hal-hal yang di dalam diri mereka, yang mau tidak mau berubah secara mereka sadari atau tidak. Dalam konteks ini proses penilaian bukan hanya proses kebudayaan, dan nilai bukan hanya inti dari benda- benda kebudayaan tetapi proses penilaian dan nilai-nilai adalah tenaga integrasi pribadi maupun masyarakat. Proses penilaian dan nilai yang berkuasa adalah juga tenaga yang menentukan konfigurasi proses penilaian dan nilai pribadi serta masyarakat. Proses penilaian dan nilai-nilai yang lain sedikit banyaknya tunduk pada tujuan, logika dan kenyataan dari proses penilaian dan nilai-nilai yang berkuasa itu menjadi norma yang tertinggi atau etik dari seluruh konfigurasi, baik dalam bentuk pribadi maupun dalam bentuk masyarakat. Demikian kita telah mendapat definisi kebudayaan, pribadi dan masyarakat. 10 Perubahan ini dimulai dari adanya pekerjaan baru dengan keahlian baru, pengetahuan akan bercocok tanam, kebudayaan, interaksi sosial, sampai Fisiografi Jawa Timur. Jawa Timur sendiri terletak antara 111 o Bujur Timur, serta antara 5 o dan 10 o Lintang Selatan. Propinsi ini dikelilingi oleh Laut Jawa dan Samudra Indonesia di sebelah Selatan, sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Jawa Tengah. Yang mana, hampir dua pertiga dari daratan Jawa Timur merupakan daerah pegunungan dan perbukitan, sedangkan selebihnya adalah dataran rendah. Paparan dataran rendah terdapat di sepanjang pantai dan daerah aliran gunung. Di bagian utara, dataran rendah terhampar mulai dari daerah Tuban sampai Gersik. Kemudian dataran 10 Takdir Alisjahbana, Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia: Dilihat Dari Jurusan Nila-Nilai, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1982, hlm. 15. rendah ini bersambung ke pantai timur yaitu daerah Sidoarjo, Pasuruan dan terus ke Probolinggo. Di bagian pantai selatan juga terdapat dataran rendah tapi tidak seberapa luas yaitu di daerah Lumajang dan Jember. Paparan dataran rendah cukup luas terdapat di sepanjang aliran Bengawan Solo dan Kali Brantas. Di daerah aliran Kali Brantas paparan ini meliputi wilayah Tulung Agung, Kediri, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo hingga Surabaya, sedangkan di darah aliran Bengawan Solo terhampar dari Ngawi ke utara yaitu melalui daerah Bojonegoro sampai ke pantai utara. Di bagian selatan, paparan dataran rendah dan rawa-rawa terdapat di wilayah Lumajang, dekat kota kecil Puger dan demikian pula semenanjung Blambangan dan di sekitar kota kecil Muncar terdapat dataran rendah yang tidak seberapa luas. 11 Ditambah lagi iklim di Madura berbeda dengan daerah di Jawa Timur. Jawa Timur sendiri terletak di belahan selatan garis khatulistiwa sehingga memiliki iklim tropis yang terbagi dalam dua musim kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan Oktober sampai bulan April dan musim kemarau antara bulan Mei sampai bulan November. Di antara kedua musim tersebut terdapat musim pancaroba atau musim peralihan yaitu sekitar bulan April Mei dan Oktober November, suhu udara berkisar antara 20 o C- 30 o C. 12 Tanah di Jawa Timur ini digunakan kurang lebih 4,0 juta ha untuk pertanian, 1,2 juta ha untuk perkebunan dan sejumlah hampir 0,1 ha digunakan untuk perkebunan campuran dengan sayur-sayuran. Yang digunakan untuk areal 11 Soemargono, Profil Propinsi Republik Indonesia: Jawa Timur, Jakarta: Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara, 1992, hlm. 33. 12 Ibid., hlm. 38. hutan sekitar 1,4 juta ha dan kurang lebih 0,2 ha tergolong rusak dan tandus. Sedangkan untuk pemukiman digunakan sekitar 0,7 juta ha. 13 Berakhirnya Tanam Paksa telah membawa konsekuensi semakin terbukanya kesempatan bagi pemilik modal swasta Barat untuk mempergunakan tanah-tanah penduduk dalam usaha perkebunan. Terbukanya kesempatan ini tidak lain karena telah disahkannya Agrarische Wet Staatsblad no 55 tahun 1870 yang merupakan aturan bagi penduduk pribumi dalam menyewakan tanahnya kepada orang asing. Undang-Undang Agraria ini memungkinkan penyewaan tanah menggunakan hak erfpacht selama 75 tahun. Tahun-tahun sesudah 1870 mulai berlaku proses komunalisasi atau perluasan hak milik desa atas tanah yang terjadi secara bersamaan dengan proses pembentukan hak milik perorangan atas sebagian tanah itu. Namun demikian, ini tidak berarti kekuasaan kepala desa yang selama periode cultuurstelsel semakin besar, secara otomatis menjadi melorot. Sebaliknya, banyak kepala desa selama tahun-tahun tersebut telah berhasil memperluas kekuasaan dan memperbesar kekayaannya. 14 Dampak dari hal ini, adalah terjadi perkembangan pesat dalam kerja upah dan persewaan tanah. Sehingga semakin banyak alasan orang-orang Madura untuk bermigrasi ke Jawa Timur, yaitu peluang kerja di perkebunan-perkebunan di Jawa Timur. Semua keperluan yang berhubungan dengan kepindahan orang-orang Madura ditanggung oleh perkebunan. Banyak dari perusahaan-perusahaan 13 Eddy Yuwono Slamet, Profil Kependudukan Jawa Timur, Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, 1986, hlm. 1-2. 14 Frans Husken, Masyarakar Desa dalam Perubahan Zaman: Sejarah Diferensiasi Sosial di Jawa 1830-1980. Jakarta: PT. Grasindo, 1998, hlm. 125. perkebunan memberikan janji-janji manis kepada orang-orang Madura yang mau melakukan migran. Begitupun bagi mereka yang berhasil mengajak sanak saudara mereka bermigrasi ke Jawa Timur untuk bekerja di perkebunan. Salah satu janjinya yakni apabila mereka banyak memasukkan tenaga kerja, mereka akan diberi tanah garapan yang luas dan akan dijadikan mandor perkebunan. Pada waktu itu jabatan mandor merupakan jabatan yang banyak diharapkan oleh para penduduk pribumi. 15 Perluasan permintaan persewaan tanah oleh penguasa swasta Barat ternyata meningkatkan permintaan tenaga kerja. Situasi ini bersamaan dengan semakin langkanya tanah garapan, banyak tenaga yang menganggur yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan petani untuk mempertahankan nafkahnya. 16 Sejak tahun 1870-an berduyun-duyunlah orang Madura pindah dan menetap didaerah Jember. Pihak perkebunan tembakau tidak hanya memerlukan tenaga kerja laki-laki untuk membabat hutan dan membenahi tanah moeras rawa untuk dijadikan persil tembakau, tetapi tenaga kerja wanita dan anak-anak juga dibutuhkan di perkebunan tembakau. Wanita dan anak-anak tersebut dimanfaatkan untuk bekerja di gudang-gudang penyortiran, peragian, dan pengepakan. 17 15 Edy Burhan Arifin, Migrasi Orang Madura dan Jawa ke Jember: Suatu Kajian Historis Komparatif, Jember: Universitas Jember, 2006, hlm. 68. 16 Mubyarto, Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan, Yogyakarta: Aditya Media, 1992, hlm. 110. 17 Edy Burhan Arifin, op.cit., hlm. 68. Peningkatan jumlah kebutuhan tenaga kerja ternyata berjalan seiring dengan kenaikan jumlah penduduk yang dapat diartikan sebagai respon demografi atas tuntutan tenaga kerja dalam keluarga. Tabel 24 Jumlah penduduk, Angka Pertumbuhan di Indonesia, Jawa Madura dan Jawa Timur tahun 1930 Wilayah Penduduk dalam ribuan Perkembangan rata-rata tiap tahun 1930-1961 Indonesia Jawa-Madura Jawa Timur 68.727 62.993 21.823 1,5 1,3 1,2 Sumber: Eddy Yuwono Slamet, Profil Kependudukan Jawa Timur, Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, 1986, hlm. 13. Dengan melihat pola migrasi tersebut diatas, dapat diketahui dampak yang paling jelas adalah meningkatnya pendapatan keluarga migran, seberapapun kecilnya, akibat tambahan pendapatan migran di daerah tujuan. Dampak yang lain adalah berkaitan dengan perubahan kualitas kehidupan keluarga.

B. Dampak Sosial Budaya

Di samping dampak sosial ekonomi, mobilitas penduduk juga membawa dampak sosial budaya, dalam kaitannya dengan intervensi nilai budaya baru yang dibawa migran dari daerah tujuan. Seperti halnya dampak sosial ekonomi, dampak sosial budaya sebenarnya juga sulit diidentifikasikan secara akurat. Artinya, tidak mudah untuk mengklaim bahwa terjadinya perubahan sosial budaya di daerah asal semata-mata disebabkan karena mobilitas penduduk. Penilaian terhadap perubahan sosial budaya, di antaranya dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Pada umumnya pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan dengan persepsi terhadap kondisi sosial budaya dan keterlibatan mereka terhadap kegiatan yang ada di desa. Disamping itu perubahan sosial tidak semata-mata di dasarkan atas wawancara dengan migran, tetapi juga didasarkan atas pengamatan dan wawancara dengan tokoh masyarakat. 18 Kebudayaan dapat dilihat sebagai blueprint atau pedoman bagi kehidupan sesuatu masyarakat yang menjadi pemilik kebudayaan tersebut. Dalam perspektif ini kebudayaan dilihat sebagai terdiri atas perangkat-perangkat sistem-sistem acuan atau model-model kognitif yang berlaku pada beranekaragam tingkat perasaan dan kesadaran. Pendukung kebudayaan yang bersangkutan menggunakan kebudayaan tersebut secara selektif, yang mereka rasakan sebagai yang paling cocok atau yang terbaik untuk mendorong terwujudnya interpretasi-interpretasi yang penuh makna dari situasi-situasi atau gejala-gejala yang mereka hadapi dan utnuk menuntun tindakan-tindakan di dalam lingkungan hidup mereka, melalui pranata-pranata dan adat istiadat yang berlaku. Tindakan-tindakan tersebut dapat dilihat sebagai dorongan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia dan sebagai tanggapan- tanggapan atas rangsangan-rangsangan atau stimulasi yang berasal dari 18 Sofian Effendi, Pola Mobilitas dan Dampaknya Terhadap Daerah Yang Ditinggalkan: Studi Kasus Kabupaten Sukoharjo, Madura, Ciamis dan Asahan, Yogyakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan Pusat Penelitian Kependudukan UGM, 19881989, hlm. 86. lingkungan hidupnya. 19 Indonesia adalah negara yang bersifat pluralistik, baik dari segi etnis maupun budayanya. Pluralisme budaya ini merupakan faktor yang rawan dalam penyelenggaraan transmigrasi. Para transmigran dari Jawa, Bali, ombok dan Madura akan bertemu dengan penduduk asli yang memiliki budaya yang sangat berbeda. Dengan demikian penyesuaian budaya pendatang yang sangat berbeda. Dengan demikian penyesuaian budaya pendatang dan budaya penduduka asli merupakan masalah yang dihadapi oleh para transmigran, disamping penyesuaian budaya antarkelompok transmigran sendiri yang terdiri dari berbagai suku. 20 Pertemuan beberapa kelompok etnik tersebut akan membuahkan dua alternative, baik yang bersifat positif maupun negatif sebagai perwujudan proses interaksi sosial. Hal yang bersifat positif timbul bila pertemuan itu mampu menciptakan suasana hubungan sosial yang harmonis dalam masyarakat baru. Kondisi ini bisa dicapai jika ada rasa saling menghargai dan mengakui keberadaan masing-masing etnik, mengurangi dan memperlunak hal- hal yang bisa menyebabkan timbulnya benturan atau konflik serta perasaan terbuka dalam bertoleransi sehingga perbedaan-perbedaan yang tajam bisa dikurangi, ditingkatkannya kegiatan pencarian kepentingan bersama sehingga timbul suatu simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan antara golongan etnik misalnya dengan proses akulturasi, asimilasi dan amalgamasi. 19 Muhajir Utomo, 90 Tahun Kolonialisasi 45 Tahun Transmigrasi, Jakarta: PT. Penebar Swadaya, 1997, hlm. 146-147. 20 Ibid., hlm. 163.