154
D. Tingkat Kesulitan Soal
Tingkat kesulitan dalam pandangan teori klasik merupakan proporsi siswa yang menjawab benar dari sebuah butir soal dengan rentang antara 0 dan 1.
Semakin mendekati 0 nol sebuah butir semakin sulit, dan sebaliknya. Contoh, jika dari 20 siswa yang mengerjakan butir soal 1, 15 siswa menjawab dengan
benar, maka tingkat kesulitan butir soal 1 adalah 1520 = 0,75. Soal nomor 9, jika hanya 5 siswa yang dapat menjawab benar maka tingkat kesulitan butir soal
9 adalah 420 = 0,20. Berdasarkan besarnya indeks kesulitan butir soal, kita dapat mengelompokkan
atau mengklasifikasikan butir soal ke dalam 3 tiga kelompok, yaitu: 0,00 – 0,30 soal tergolong SULIT
0,31 – 0,70 soal tergolong SEDANG 0,71 – 1,00 soal tergolong MUDAH
Contoh diatas adalah cara penghitungan tingkat kesulitan untuk soal dengan bentuk dikotomus 0 dan 1 misalnya dalam bentuk pilihan ganda. Untuk soal
dengan bentuk politomus yang berbentuk essay, projek, produk, portofolio dan yang sejenis yang menggunakan skala penilaian dan membutuhkan rubrik
penskoran maka tingkat kesulitan butir soalnya pada hakekatnya adalah merupakan rata-rata skor dari seluruh jawaban siswa yang mengerjakan butir
soal tersebut. Misalnya jika sebuah soal berbentuk soal uraian dengan skala penilaian antara 1 sd 5, dan rata-rata skor siswa untuk butir tersebut adalah
3,5 maka angka 3,5 merupakan tingkat kesulitan dari butir soal tersebut. Agar indeks tingkat kesulitan soal dapat berada dalam skala yang sama dengan
indeks tingkat kesulitan soal bentuk dikotomus yaitu antara 0 dan 1, maka digunakan rumus sebagai berikut :
� = ���� − ���� ���� ����� − ���� ������� �����
���� �������� ����� − ���� ������� ����� Menggunakan contoh diatas, maka tingkat kesulitan butir tersebut adalah:
� = 3,5
− 1 5
− 1 = 0, 625
IPS SMP KK I
155
Tingkat kesulitan dapat dinaikkan atau diturunkan dengan mengubah beberapa hal:
- Penggunaan kosa kata
- Penggunaan konteks
- Format butir pertanyaan
Tingkat kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk memprediksi alat ukur itu sendiri soal dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang
diajarkan pendidik. Misalnya satu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut.
1 Pengecoh butir soal itu tidak berfungsi. 2 Sebagian besar peserta didik menjawab benar butir soal itu; artinya bahwa
sebagian besar peserta didik telah memahami materi yang ditanyakan. Bila suatu butir soal termasuk kategori sukar, maka prediksi terhadap informasi
ini adalah seperti berikut. 1
Butir soal itu mungkin salah kunci jawaban. 2
Butir soal itu mempunyai 2 atau lebih jawaban yang benar. 3
Materi yang ditanyakan belum diajarkan atau belum tuntas pembelajarannya sehingga kompetensi minimum yang harus dikuasai peserta didik belum
tercapai. 4
Materi yang diukur tidak cocok ditanyakan dengan menggunakan bentuk soal yang diberikan misalnya meringkas cerita atau mengarang ditanyakan
dalam bentuk pilihan ganda. 5
Pernyataan atau kalimat soal terlalu kompleks dan panjang. Namun demikian, analisis secara klasik ini memang memiliki keterbatasan,
yaitu bahwa tingkat kesukaran sangat sulit untuk mengestimasi secara tepat karena estimasi tingkat kesukaran dibiaskan oleh sampel Haladyna, 1994.
Jika sampel berkemampuan tinggi, maka soal akan sangat mudah TK 0,90. Jika sampel berkemampuan rendah, maka soal akan sangat sulit TK 0,40.
Untuk mengatasi keterbatasan teori tes klasik diatas, analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan teori respon butir teori moderenItem Response TheoryIRT.
Dengan IRT, tingkat kesulitan soal tidak lagi tergantung pada sampelresponden siswa yang mengerjakan butir-butir soal. Dalam IRT,