Hubungan antar skor Uraian Materi
IPS SMP KK I
91
Sedangkan korelasi kompleks adalah korelasi linear yang berusaha untuk mencari pola hubungan antara beberapa variabel dimana satu atau beberapa variabel yang
terlibat dapat berkedudukan baik sebagai variabel bebas maupun sebagai variabel terikat sekaligus. Contoh korelasi kompleks adalah seperti diagram dibawah ini:
Pada diagram diatas, X adalah variabel bebas bagi Y1 dan Y2, Y1 adalah variabel terikat bagi X sekaligus variabel bebas bagi Y2, Y2 adalah variabel terikat bagi X
dan Y1. Sebagai contoh, X adalah minat, Y1 adalah motivasi, Y2 adalah prestasi belajar.
• Korelasi nonlinear dan tidak berkorelasi
Gambar dibawah ini tidak menunjukkan adanya korelasi apapun antar skor. Skor pada satu variabel tidak memberikan prediksi apapun mengenai skor pada
variabel lain. Tidak ada pola yang membentuk keterkaitan antar skor pada kedua variabel.
X Y1
Y2
Y3 Y4
X Y1
Y2
92
Distribusi kurvalinear atau korelasi nonlinear ditandai oleh hubungan antar skor yang membentuk grafik menyerupai huruf U. Bentuk distribusi pada gambar
dibawah ini menunjukkan adanya peningkatan, datar, dan penurunan pada nilai Y sepanjang sumbu X.
Gambar 11. Diagram 2 Variabel tanpa Hubungan
Gambar 12. Kurva Linear
Jika dikaitkan dengan contoh penelitian sebelumnya, maka pola data yang muncul adalah sebagai berikut: saat siswa menggunakan internet secara berlebihan, efek
yang muncul adalah rasa depresi Y meningkat. Akan tetapi, terdapat suatu titik dimana internet justru mengatasi perasaan depresi yang dialami seorang siswa.
Saat itulah depresi mulai menunjukkan penurunan Y menurun. Koefisien korelasi product moment r dapat digunakan untuk menilai dan
menjelaskan hubungan antar variabel pada korelasi berpola linear. Khusus pada
IPS SMP KK I
93
korelasi yang membentuk pola kurvalinear, koefisien r tidak dapat digunakan. Pada pola kurvalinear, koefisien korelasi yang digunakan adalah Spearman Rho
ρ
x
, serta untuk data yang berasal dari skala pengukuran ordinal ranking. Jika
salah satu variabel adalah kontinyu yang diukur dengan skala interval atau rasio,
dan variabel yang lain adalah kategori dengan skala pengukuran nominal misal
laki-laki dan perempuan, maka koefisien yang digunakan adalah point-biserial correlation. Contohnya, jika peneliti ingin mengaitkan nilai interval kontinyu
mengenai tingkat depresi dengan variabel dikotomi berupa jenis kelamin perempuan dan laki-laki, point-biserial correlation digunakan untuk mengubah
variabel dikotomi menjadi nilai numerik 1 untuk laki-laki dan 2 untuk perempuan. Jenis koefisien korelasi lain adalah koefisien phi yang digunakan untuk
menentukan derajat dan arah asosiasi pada kondisi dimana kedua variabel bersifat dikotomi. Contohnya, pada suatu penelitian, peneliti ingin mengaitkan
penggunaan obat-obatan terlarang dengan jenis kelamin jawaban yang diharapkan adalah iya dan tidak. Kedua variabel dikotomi pada penelitian diatas
akan dikonversikan menjadi nilai nominal laki-laki=1, perempuan=2; tidak menggunakan obat-obatan terlarang=1,menggunakan obat-obatan terlarang=2.
Penghitungan selanjutnya menggunakan rumusan Pearson.
Pengertian derajatkekuatan korelasi
Derajat korelasi ditandai dengan koefisien korelasi antar variabel yang berada pada rentang -1,00 hingga +1,00, dimana nilai 0,00 menunjukkan tidak adanya
korelasi sama sekali. Hubungan antar variabelskor ini dapat memberikan gambaran mengenai adatidaknya hubungan antar skor yang dapat diprediksi.
Kekuatan korelasi antar variabel ditandai dengan simbol matematika berupa + atau – dan angka +1,00 dan -1,00. Simbol matematika menunjukkan arah korelasi
dan angka menunjukkan kekuatan korelasi. Selain itu, peneliti kerap kali mengkuadratkan nilai korelasi yang hasilnya merujuk pada seberapa besar
perubahan pada variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Angka yang menunjukkan proporsi penjelasan variabel terikat oleh variabel bebas disebut
dengan koefisien determinasi. Sebagai contoh, jika r = +,70 atau -,70, hasil pengkuadratannya adalah r
2
= .49 atau 49. Hal ini menunjukkan bahwa hampir separuh 49 variabilitas Y dapat dihitung dengan menggunakan X. Dalam
94
penelitian, misalnya, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua memiliki pengaruh sebesar 49 terhadap tingkat kepuasan siswa pada sekolah r
2
= 49. Teori lain yang menjelaskan tentang standar penafsiran kekuatan hubungan antar
variabel dikemukakan oleh Cohen dan Manion 1994 melalui penjelasan berikut: • Koefisien 0.20 - 0.35: hubungan yang sangat minim. Nilai koefisien
memungkinkan untuk mengetahui hubungan antar variabel tapi tidak memungkinkan untuk mengkaji prediksi.
• Koefisien 0.35 - 0.65: Jika koefisien korelasi berada pada nilai diatas 0.35, peneliti dapat melakukan prediksi dalam lingkup yang terbatas.
• Koefisien 0.66 - 0.85: Jika korelasi berada pada rentangan ini, maka hubungan antar variabel dapat diprediksi dengan baik. Koefisien pada
rentangan ini dianggap sangat baik. • Koefisien 0.86 keatas: Korelasi jenis ini umumnya dijumpai pada penelitian
mengenai construct validity atau test-retest reliability. Setiap peneliti tentunya menginginkan validitas dan reliabilitas instrumen penelitiannya
pada rentangan ini. Jika dua variabel dalam penelitian atau lebih menunjukkan keterkaitan, koefisien korelasi setinggi ini sangat jarang
diperoleh.
Adanya hubungan antar variabel tidak cukup hanya dengan menghitung koefisien korelasi, namun juga harus memastikan bahwa hubungan itu bersifat signifikan
secara statitistika. Untuk memastikannya perlu dilakukan uji hipotesis dengan menetapkan level signifikansinya, misalnya p 0,05 atau p 0,01. Jika koefisien
korelasi dua variabel dapat mencapai derajat signifikan diatas, maka peneliti dapat
menyatakan dengan yakin bahwa terdapat hubungan antara dua variabel tersebut.