IPS SMP KK I
153
3. Koefisien reliabilitas berdasarkan penilai rater yang berbeda.
Jika hasil tes siswa dinilai oleh 2 penilai rater yang berbeda sejauh mana konsistensi nilai yang diperoleh dari kedua penilai tersebut. Inter-rater
reliability terutama penting untuk diterapkan pada instrumen-instrumen penilaian yang berbentuk essay, projek, produk, portofolio dan yang
sejenis yang menggunakan skala penilaian dan membutuhkan rubrik penskoran. Koefisien korelasi dihitung dengan meng-korelasi-kan hasil
penilaian dari dua orang penilai. Salah satu cara untuk meningkatkan koefisien korelasi ini adalah dengan membuat rubrik penilaian yang rinci
dan jelas.
B. Tingkat kesulitas tes
Tingkat kesulitan tes secara keseluruhan terkait dengan tujuan dari tes itu sendiri. Jika tujuan tes adalah untuk seleksi dimana hasil dari tes adalah
terpilihnya orang-orang dengan kemampuan tinggi, maka tingkat kesulitan tes harus tinggi, jika sebuah tes ditujukan untuk mengukur level pemahaman
siswa terhadap materi-materi yang sudah diajarkan, maka tingkat kesulitan tes tersebut adalah sedang karena soal-soal sebaiknya memiliki tingkat
kesulitan rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat kesulitan tes dapat ditentukan berdasarkan nilai rata-rata mean,
median, atau modus dari hasil tes seluruh peserta tes. Jika yang digunakan adalah mean maka rumusnya adalah sebagai berikut :
�� =
∑ �
� �
�=�
�
Dimana
∑ �
� �
�=�
jumlah benar setiap butir dari keseluruhan peserta. Tingkat kesulitan tes juga dapat dihitung dengan mencari mean dari tingkat
kesulitan masing-masing butir soal.
C. Daya Beda Tes
Daya beda suatu instrumen penilaian merupakan fungsi dari daya beda masing-masing butir yang ada dalam instrumen penilaian tersebut sehingga
daya beda instrumen tes dapat dihitung dengan menghitung mean dari daya beda seluruh soal dalam tes tersebut.
154
D. Tingkat Kesulitan Soal
Tingkat kesulitan dalam pandangan teori klasik merupakan proporsi siswa yang menjawab benar dari sebuah butir soal dengan rentang antara 0 dan 1.
Semakin mendekati 0 nol sebuah butir semakin sulit, dan sebaliknya. Contoh, jika dari 20 siswa yang mengerjakan butir soal 1, 15 siswa menjawab dengan
benar, maka tingkat kesulitan butir soal 1 adalah 1520 = 0,75. Soal nomor 9, jika hanya 5 siswa yang dapat menjawab benar maka tingkat kesulitan butir soal
9 adalah 420 = 0,20. Berdasarkan besarnya indeks kesulitan butir soal, kita dapat mengelompokkan
atau mengklasifikasikan butir soal ke dalam 3 tiga kelompok, yaitu: 0,00 – 0,30 soal tergolong SULIT
0,31 – 0,70 soal tergolong SEDANG 0,71 – 1,00 soal tergolong MUDAH
Contoh diatas adalah cara penghitungan tingkat kesulitan untuk soal dengan bentuk dikotomus 0 dan 1 misalnya dalam bentuk pilihan ganda. Untuk soal
dengan bentuk politomus yang berbentuk essay, projek, produk, portofolio dan yang sejenis yang menggunakan skala penilaian dan membutuhkan rubrik
penskoran maka tingkat kesulitan butir soalnya pada hakekatnya adalah merupakan rata-rata skor dari seluruh jawaban siswa yang mengerjakan butir
soal tersebut. Misalnya jika sebuah soal berbentuk soal uraian dengan skala penilaian antara 1 sd 5, dan rata-rata skor siswa untuk butir tersebut adalah
3,5 maka angka 3,5 merupakan tingkat kesulitan dari butir soal tersebut. Agar indeks tingkat kesulitan soal dapat berada dalam skala yang sama dengan
indeks tingkat kesulitan soal bentuk dikotomus yaitu antara 0 dan 1, maka digunakan rumus sebagai berikut :
� = ���� − ���� ���� ����� − ���� ������� �����
���� �������� ����� − ���� ������� ����� Menggunakan contoh diatas, maka tingkat kesulitan butir tersebut adalah:
� = 3,5
− 1 5
− 1 = 0, 625